Setiap tanggal 20 Mei, Indonesia memperingatinya sebagai Hari Kebangkitan Nasional. Di balik hari tersebut, terdapat seseorang yang berperan penting dalam pergerakan nasional yakni dr Wahidin Soedirohoesodo, yang juga merupakan pendiri organisasi Budi Utomo.
Budi Utomo lahir pada 20 Mei 1908 dan menjadi penanda dimulainya pergerakan nasional di Indonesia. Budi Utomo sendiri digagas oleh dr Wahidin. Beberapa tokoh yang ikut berperan dalam mendirikan organisasi Budi Utomo ini adalah Sutomo, Gunawan Mangunkusumo, dan Suradji.
Mengutip buku Pasti Bisa Sejarah Indonesia untuk SMA/MA Kelas XI terbitan Ganesha Operation (2014), dalam menggagas organisasi Budi Utomo, dr Wahidin memiliki perjalanan yang cukup panjang. Ia bahkan harus melakukan perjalanan ke berbagai wilayah di Pulau Jawa.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Selain sebagai pendiri organisasi Budi Utomo, siapakah sebenarnya sosok dr Wahidin ini? Simak profil lengkapnya yuk!
Pendiri Budi Utomo
Mengutip buku Explore Sejarah Indonesia Jilid 2 untuk SMA/MA Kelas XI oleh Abdurakhman dkk (2017), pembentukan Budi Utomo berawal dari gagasan dr Wahidin untuk menggalang dana belajar bagi pelajar bumiputera yang memiliki kekurangan secara ekonomi. Ide dari dr Wahidin disambut baik oleh para pelajar STOVIA atau sekolah kedokteran di Batavia.
Kemudian, gagasan dari dr Wahidin ditindaklanjuti oleh para pelajar STOVIA dengan menyelenggarakan pertemuan pada tanggal 20 Mei 1908 di Batavia. Dalam hasil pertemuan tersebut, didirikanlah organisasi Budi Utomo.
Awalnya, Budi Utomo bukanlah partai politik. Budi Utomo semula memiliki tujuan dalam memajukan Hindia Belanda dan memunculkan benih-benih semangat nasional bagi bangsa. Budi Utomo pun menjadi pelopor kebangkitan nasional dan kemudian berkembang di dalam Sarekat Islam maupun Indische Partij.
Pernah Hampir Putus Sekolah
Dikutip dari buku Kisah 124 pahlawan & pejuang Nusantara oleh Gamal Komandoko (2006), pria yang lahir pada 7 Januari 1852 ini pernah hampir putus sekolah dasar (SD).
Akan tetapi, beruntungnya dr Wahidin bertemu dengan seorang Belanda yang baik hati dan membuat pendidikannya bisa berlanjut. Ia adalah Frits Kohle, seorang administrator di pabrik gula Wonolopo, Sragen.
Setelah lulus dari SD Ongko Loro, dr Wahidin melanjutkan sekolah ke Lagere School di Yogyakarta. Kemudian, ia memasuki Tweede Europese Lagere School yang menjadi bekal dirinya bisa bersekolah di STOVIA atau sekolah kedokteran pada masa itu.
Beberapa tahun belajar di STOVIA, akhirnya ia menyandang gelar dokter dan menjadi asisten di STOVIA. Selain sebagai dokter, dr Wahidin memiliki kepedulian yang tinggi terhadap pendidikan bangsa Indonesia.
Berjuang untuk Pendidikan Indonesia
Tidak hanya menjadi seorang dokter, dr Wahidin menaruh perhatian kepada pendidikan masyarakat Indonesia. Dalam menyerukan kepeduliannya, ia menerbitkan majalah Retno Doemilah pada tahun 1905 untuk meneruskan gagasannya kepada masyarakat secara lebih luas.
Khusus dalam menyerukan pendidikan kesehatan, dr Wahidin menerbitkan majalah Goeroe Desa yang isinya mengupas tentang masalah kesehatan berdasarkan ilmu pengetahuan. Majalah Goeroe Desa pun menjadi alat bagi dr Wahidin dalam melawan hal-hal berbau tahayul yang saat itu beredar dalam masyarakat.
Ia pun mendirikan Studiefonds yang bertujuan untuk menggalang dana pendidikan bagi anak-anak cerdas namun terbatas karena biaya. Studiefonds ini kemudian menjadi cikal bakal lahirnya organisasi Budi Utomo yang melatarbelakangi peringatan Hari Kebangkitan Nasional setiap tanggal 20 Mei.
Itulah profil dr Wahidin, sosok penting di balik Hari Kebangkitan Nasional. Mari kita hargai jasa-jasa pahlawan pergerakkan nasional dengan belajar dan bersikap baik ya!
(faz/faz)