Resensi adalah suatu penilaian terhadap sebuah karya seni seperti buku atau novel. Menulis resensi berarti menghargai tulisan atau menilai karya orang lain dengan memberikan komentar objektif berdasarkan kualitas karya tersebut.
Sebuah resensi buku biasanya terdiri dari kelebihan, kekurangan, dan informasi yang diperoleh dari buku untuk disampaikan ke masyarakat dan pembaca.
Untuk lebih memahaminya, simak penjelasan mengenai contoh resensi buku beserta unsur, tujuan, dan cara menulisnya berikut ini.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Tujuan Resensi Buku
Mengutip buku Kiat Mudah Menulis Resensi oleh Elisa Permata Sari, dkk., berikut adalah tujuan penulisan resensi buku.
- Memberikan pemahaman dan informasi secara komprehensif tentang isi buku
- Mengajak pembaca untuk mendiskusikan dan memikirkan masalah yang diangkat dalam buku tersebut
- Memberikan pertimbangan kepada pembaca bahwa buku itu layak atau tidak layak untuk dibaca
- Memberikan jawaban mengenai pertanyaan-pertanyaan dari pembaca ketika buku tersebut diterbitkan
- Memaparkan pendapat mengenai sebuah buku melalui sebuah pertimbangan atau penilaian dengan kriteria yang jelas
Unsur-unsur Resensi Buku
Dikutip dari modul Bahasa Indonesia oleh Sutji Harijanti, M.pd., beberapa hal yang dapat diulas dari sebuah karya adalah kualitas bahasa, isi, penampilan, unsur-unsur, dan manfaat bagi pembaca.
Berikut adalah unsur-unsur yang harus ada dalam menulis sebuah resensi buku.
1. Judul Resensi
Judul resensi harus sesuai dan mewakili keseluruhan isi resensi yang akan kamu tulis.
2. Identitas Buku
Identitas buku adalah semua informasi mengenai sebuah buku, seperti judul, jenis buku (fiksi dan non-fiksi), nama penulis/pengarang, penerbit, tahun terbit, cetakan ke-, tebal halaman, dan ukuran buku.
3. Pendahuluan
Pendahuluan alias pembuka merupakan bagian yang memuat tema maupun deskripsi singkat mengenai suatu buku. Bagian ini adalah landasan berpikir dari peresensi.
4. Isi Resensi
Isi resensi meliputi sinopsis, ulasan singkat buku dengan kutipan secukupnya, keunggulan buku, kelemahan buku, tinjauan bahasa, dan kesalahan cetak.
5. Penutup
Penutup resensi merupakan sebuah simpulan. Bagian ini peresensi akan mengemukakan hal-hal maupun nilai penting yang diperolehnya terhadap suatu karya kepada para pembaca.
Cara membuat Resensi Buku
Berikut adalah beberapa cara dan langkah-langkah dalam menulis resensi buku.
- Kenali identitas buku yang meliputi tema, profil penerbit, profil pengarang, bidang kajian atau genre yang dibahas
- Bacalah buku secara menyeluruh dan teliti
- Menandai bagian isi buku yang memerlukan perhatian khusus dan menarik untuk diulas
- Mulailah menulis intisari atau sinopsis dalam buku yang kamu baca
- Tentukan penilaian terhadap isi buku secara menyeluruh sesuai dengan kualitas buku tersebut
Contoh Resensi Buku
Dikutip dari berbagai sumber, berikut adalah contoh resensi buku yang bisa jadi referensi untuk kamu.
1. Contoh Resensi Buku Non Fiksi
Mengutip buku Membina Kompetensi Berbahasa dan bersastra Indonesia oleh Tika Hatikah, dkk., berikut ini adalah contoh resensi buku non fiksi.
Kisah-Membaca Seorang "Yogi Buku"
oleh A. Ferry T. Indratno
Judul Buku: Dari Buku ke Buku, Sambung Menyambung Menjadi Satu
Penulis P. Swantoro
Penerbit: Kepustakaan Populer Gramedia
Cetakan: 1
Tahun Terbit: 2002
Jumlah Halaman : XXV + 435 halaman
Bagi Polycarpus Swantoro yang ahli sejarah dan jurnalis senior, membaca buku seolah-olah seperti berolah yoga. Sebagaimana empu keris yang bekerja dalam waktu yang lama, dengan laku batin yang khusuk, tenaga yang prima dan teknik yang tinggi untuk menempa-lipat bahan yang bobotnya puluhan kilogram menjadi keris yang siap jadi dengan bobot hanya puluhan atau ratusan gram, begitulah yang telah dilakukan P. Swantoro.
Bedanya, P. Swantoro tidak melakukan pekerjaan menempa besi, tetapi membaca buku. Tentu saja ada ribuan judul buku yang sudah dibaca Pak Swan, tetapi dalam bukunya yang berjudul Dari Buku ke Buku, Sambung Menyambung Menjadi Satu ini "hanya" 200 judul buku yang ia "kisahkan" dengan cara yang menawan sehingga ia bagaikan seorang kakek yang baru pulang dari perkelanaan di negeri perantauan yang jauh, kemudian menceritakan pengalamannya kepada anak cucunya.
Sebagai seorang pengelana di dunia buku,tidaklah mengherankan jika buku-buku yang ia kisahkan merupakan buku-buku babon yang tua dan cukup langka, misalnya The History of Java karya Thomas S. Raffles yang terbit tahun 1817, Inleiding tot de Hindoe-Javaanche Kunst karya N.J Krom yang terbit tahun 1919, atau De Ijombok Kxpedie karya W Cool yang terbit tahun 1896.
Memang di sana-sini, untuk keperluan pendukung data, Pak Swan juga menggunakan cukup banyak sumber sekunder, suatu hal yang sebenarnya bisa agak mengganggu. Ketika membahas topik tentang PKI, misalnya, Pak Swan sebenarnya perlu menggunakan sumber yang lebih memadai.
Tema yang diangkat pun beraneka ragam, mulai cerita tentang lambang-lambang kota di Indonesia, cerita tentang penulis pertama buku komunis di Indonesia, cerita Pak Poerwa, cerita tentang meletusnya Gunung Merapi, cerita tentang para orientalis dan sarjana Indonesia, romantika para pendiri bangsa, serta ditutup dengan khayalan Pak Swan agar para pemimpin dan intelektual masa kini dapat beryogi. Bagi para pembaca "pemula", tema yang tumpang-tindih tanpa sistematika yang jelas ini bisa jadi cukup merepotkan.
Dalam membicarakan suatu bab, Pak Swan sering meloncat-loncat kian kemari. Kata demi kata mengalir tanpa jelas muaranya. Misalnya, ketika membicarakan tentang Teeuw, Yogi Sastra, Yogi Keris, Yogi Ilmu, pembaca benar-benar dituntut cermat untuk menginterpretasikan benang merah ide tulisan-tulisan ini. Namun, jika kita bersabar untuk menikmati buku ini sampai habis, tentu kita dapat menemukan keseluruhan ide Pak Swan dan kebingungan yang muncul di bab demi bab akan terjawab.
Buku Pak Swan ini bisa mengingatkan kita pada tiga jilid buku Nusa Jawa Silang Budaya karya Denys Lombard. Tulisan Lombard juga mengabaikan kronologi waktu sebagaimana dipersyaratkan dalam penulisan sejarah konvensional.
Namun, kecurigaan bahwa buku Pak Swan menggunakan pola yang sama dengan buku Denys Lombard tidak terbukti mengingat dalam menulis buku ini Pak Swan lebih mengandalkan memorinya," seperti pengakuan Pak Swan sendiri dalam pengantar. Karena mengandalkan memori, tentu saja tulisan yang dihasilkannya menggunakan pola penceritaan lisan.
Buku ini lebih merupakan buku sejarah walaupun temanya beraneka ragam. Pembaca yang baru akan masuk ke wacana sejarah Indonesia, akan sangat terbantu dengan membaca buku ini terlebih dahulu. Demikian pula para mahasiswa jurusan sejarah.
Buku ini sebenarnya akan lebih sempurna jika penulisnya, di samping membicarakan cara pandang para orientalis Barat, juga memberikan contoh buku-buku yang memuat cara pandang Timur. Sekadar contoh, dijelaskan tentang sebutan "Timur Tengah" untuk wilayah negara di jazirah Arab.
Mengapa orang Indonesia tidak menyebutnya sebagai "Barat Dekat", misalnya? Bukankah sebutan "Timur Tengah" adalah sebutan orang Barat yang melihat jazirah Arab dari sudut pandang wilayahnya? Pandangan seperti ini sangat diperlukan bagi para mahasiswa sejarah di Indonesia yang tampaknya semakin kesulitan membaca buku-buku sumber utama.
Untuk itu, demi keperluan studi para mahasiswa sejarah, akan sangat menggembirakan jika Pak Swan menceritakan juga buku Orientalism karya Edward W. Said yang terbit tahun 1979, juga buku yang berisi sikap kita terhadap tradisi Barat yang berjudul Oksidentalisme karya Hassan Hanafi yang diterbitkan Paramadina, Jakarta, tahun 2000.
Hal lain yang belum dibahas secara lengkap oleh Pak Swan sebagai seorang ahli sejarah dan pemerhati kebudayaan Jawa adalah tentang historiografi Jawa. Prof. C,C Berg memang sempat dimunculkan dalam bagian Babad: Kitab Dongeng? Namun, sayang sekali, karya C.C Berg yang berjudul Oavaanche Geschiedschrijving, yang terbit di Amsterdam tahun 1938, tidak dimunculkan sehingga gambaran mengenai penulisan sejarah di Pulau Jawa menjadi agak terabaikan.
Terlepas dari berbagai ketidaksempurnaannya, harus diakui bahwa buku pertama seorang "yogi buku" ini merupakan karya yang memikat. Bahkan, cara dan gaya pengungkapannya, dalam kadar tertentu, telah memberikan sentuhan sastra yang cukup enak dinikmati. Kita menantikan karya berikutnya.
2. Contoh Resensi Buku Novel
Berikut adalah contoh hasil resensi novel.
Judul : Filosofi Kopi
Penulis : Dewi "Dee" Lestari
Penerbit : Trudee Books & GagasMedia
Tahun Terbit : 2006
Halaman : xi, 134 halaman Β·
Jumlah Halaman : 134 Halaman
Sinopsis
Cerita utama dalam buku Filosofi Kopi bercerita tentang Ben dan Jody. Ben merupakan seorang barista, yang handal dalam meramu maupun meracik kopi. Ben dan Jody mendirikan suatu kedai kopi yang disebut 'Filosofi Kopi: Temukan Diri Anda di Sini.'
Ben telah memberikan sebuah gambaran singkat mengenai filosofi kopi, dari setiap ramuan kopi yang disuguhkan di kedai tersebut. Kedai menjadi sangat ramai yang penuh dengan pengunjung.
Suatu hari, seorang ada pria kaya menantang Ben untuk membuat sebuah ramuan kopi, yang apabila kopi itu diminum akan membuat kita menahan napas karena saking takjubnya, hingga dapat berkata "hidup ini sempurna".
Kemudian, Ben pun berhasil membuatnya dengan ramuan kopi yang disebut Ben's Perfecto. Ramuan tersebut telah menjadi minuman terenak, hingga pada suatu saat ada seorang pria datang dan mengatakan bahwa rasa kopi tersebut hanya "lumayan enak", dibandingkan kopi yang pernah dicicipinya di suatu lokasi di Jawa Tengah.
Ben dan Jody yang penasaran, kemudian langsung menuju lokasi tersebut. Sampai akhirnya mereka menemukan secangkir kopi tiwus, yang disuguhkan oleh pemilik warung gubuk di daerah tersebut. Ben dan Jody mencoba meminum kopi tersebut, tanpa berbicara sedikitpun. Kopi tersebut memiliki rasa yang sempurna dengan cerita serta filosofi yang menarik. Ben yang merasa gagal, lalu kembali ke Jakarta dengan putus asa.
Untuk mencari tahu cara menghibur temannya, Jody kembali menemui pemilik warung yang ada di Jawa Tengah tersebut. Sepulangnya dari sana, Jody pun menghidangkan Ben segelas kopi tiwus dengan sebuah kartu bertuliskan "Kopi yang anda minum hari ini adalah kopi tiwus, walau tak ada yang sempurna, hidup ini indah begini adanya".
Akhirnya Ben pun sadar, bahwa dia selama ini mengambil jalan hidup yang salah, dan menyadari bahwa hidup ini tidak ada yang sempurna. Dengan demikian, Ben kembali melanjutkan perjuangan serta hobinya di kedai filosofi kopi.
Penilaian
Keunggulan: Dapat memberikan pesan moral yang penuh makna. Seperti pengaruh positif dari sesuatu yang penuh perjuangan.
Kekurangan: Kekurangan dari novel ini adalah terdapat beberapa bagian yang menimbulkan kesan monoton, walaupun buku ini berisi kumpulan prosa.
Kesimpulan
Buku ini sebaiknya dibaca untuk usia SMA ke atas, karena dalam buku ini banyak memberikan pelajaran pesan moral, serta pengaruh positif.
Itulah penjelasan mengenai contoh resensi buku beserta tujuan, unsur, dan cara menulisnya. Bagaimana detikers, tertarik untuk membuatnya?
(inf/inf)