Tumbuhan lumut adalah tumbuhan yang hidup di hutan lembap, lahan basah, pegunungan, dan tundra. Siapa sangka, tumbuhan nonvaskular alias tidak punya pembuluh kayu dan tapis ini bisa menjadi solusi dari efek rumah kaca.
Efek rumah kaca sendiri merupakan proses pemanasan Bumi akibat radiasi Matahari bergelombang pendek. Radiasi itu masuk ke Bumi dan menembus atmosfer yang berfungsi seperti atap kaca pada sebuah rumah kaca.
Namun, proses industri dan transportasi melepaskan gas rumah kaca ke atmosfer terus menerus. Salah satu dampaknya adalah perubahan iklim.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Para ilmuwan dan pegiat lingkungan bahu membahu mencari solusi dari kondisi ini. Terobosan dari Universitas Tampere dan Universitas Helsinki bisa jadi jawabannya.
Dalam studi oleh Institut Sumber Daya Alam Finlandia universitas tersebut, menunjukkan bahwa selokan yang tertutup lumut menghasilkan emisi metana yang sangat rendah. Metana termasuk dalam salah satu komponen gas rumah kaca.
Lumut Jadi Solusi Perubahan Iklim
Dalam penelitian itu, dijelaskan bahwa Methanotrophs, bakteri pemakan metana, hidup di dalam dan di atas lumut. Mereka mengonsumsi metana sebelum dilepaskan ke atmosfer.
"Kami melakukan pengukuran ruang untuk emisi metana dan mengumpulkan data pengukuran sebelumnya mengenai berbagai jenis selokan dari total 21 wilayah studi di Finlandia," kata Antti Rissanen, Rekan Peneliti Akademi di Universitas Tampere, dikutip dari laman Phys.org.
"Berdasarkan penelitian sebelumnya, kami dapat membuat asumsi bahwa emisi metana dari selokan bergantung pada jenis selokan dan terutama pada tipe vegetasi di selokan," kata Rissanen.
Penelitian sebelumnya mendapati, hasil emisi metana selokan lahan gambut dari hutan yang dikeringkan mencapai 8.600 ton metana per tahun. Jumlah itu 63 persen lebih rendah daripada tingkat gas rumah kaca saat ini.
Para peneliti mengusulkan agar temuan ini dimanfaatkan dalam inventarisasi gas rumah kaca.
(twu/twu)