Mimpi buruk adalah hal yang mengerikan dan dapat membuat seseorang tiba-tiba terbangun di tengah malam. Sebagian orang mungkin hanya mengalami mimpi buruk sekali atau dua kali saja. Namun, bagaimana jika seseorang mengalaminya berkali-kali?
Beberapa psikolog mempercayai bahwa mimpi buruk termasuk ke dalam indikator proses psikopatologis. Secara keseluruhan, studi menunjukkan perempuanlah yang lebih banyak mengalami mimpi buruk ketimbang laki-laki.
Menurut dosen psikologi Gary L. Wenk, PhD dari Ohio State University, mimpi buruk adalah gejala khas dari post-traumatic stress disorder (PTSD) atau gangguan stres pascatrauma.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Meski begitu, sambungnya, masalah trauma tidak bisa dijadikan indikator penyebab gangguan tidur pada semua orang, seperti dikutip dari dalam situs Psychology Today.
Menurut studi, gangguan mimpi buruk lebih sering dialami oleh perokok berat, penderita diabetes mellitus tipe 2, orang dengan gangguan kecemasan, dan konstipasi.
Regulasi Otonom yang Berubah
Penelitian Tomascek V dkk di European Archives of Psychiatry and Clinical Neuroscience menunjukkan, regulasi otonom yang berubah adalah penyebab mimpi buruk. Salah satu bagian sistem saraf otonom ini adalah sistem saraf simpatik dan parasimpatik.
Sistem saraf simpatik adalah jaringan saraf yang membantu aktivasi respons fight or flight (hadapi atau kabur) saat stres, dalam bahaya, atau bergerak aktif.
Sementara itu, sistem saraf parasimpatik membantu tubuh rileks kembali setelah periode stres atau bahaya, serta membantu pencernaan dan proses hidup di tubuh saat seseorang merasa aman dan tenang.
Penelitian ini mendapati, orang-orang yang sering mengalami mimpi buruk mengindikasikan dirinya mengalami aktivasi sistem saraf simpatik dan pelemahan sistem saraf parasimpatik.
Tomacsek V dkk sebelumnya memantau aktivitas sistem saraf parasimpatik seseorang selama mimpi buruk, bangun, dan melakukan tugas menantang secara emosional.
Wenk menjelaskan, sistem saraf simpatik dan parasimpatik seseorang normalnya berada pada kondisi Yin-Yang atau sempurna. Di saat yang satu menurun, maka yang lain pun akan ikut menurun secara seimbang dan simetris.
Para peneliti menduga bahwa sistem saraf parasimpatik orang yang mengalami mimpi buruk sedang kurang aktif, bahkan saat diharuskan melakukan tugas menantang secara emosional.
Lebih lanjut, kondisi detak jantung orang yang sering mengalami mimpi buruk mengalami peningkatan selama tidur.
Disfungsi Hipotalamus
Tomacsek dkk menyimpulkan bahwa mimpi buruk tidak secara langsung disebabkan oleh trauma, melainkan adanya disregulasi sistem saraf parasimpatik.
Disregulasi ini diperkirakan terjadi karena disfungsi struktur sistem limbik seperti hipotalamus atau amigdala di otak. Keduanya berfungsi mengontrol aktivitas sistem saraf otonom.
(twu/twu)