RA Kartini: Biografi dan Pemikirannya dalam Memperjuangkan Emansipasi Wanita

ADVERTISEMENT

RA Kartini: Biografi dan Pemikirannya dalam Memperjuangkan Emansipasi Wanita

Nur Afifah Auliyah Sulasmi - detikEdu
Jumat, 21 Apr 2023 16:45 WIB
Pahlawan Nasional RA Kartini
Foto: Arsip Nasional RI
Jakarta -

Raden Ajeng (RA) Kartini merupakan salah satu tokoh pahlawan wanita yang cukup terkenal di Indonesia. Ia juga dikenal sebagai sosok yang sangat berjasa dalam memperjuangkan emansipasi wanita pribumi.

Untuk menghormati jasa-jasa RA Kartini, masyarakat Indonesia menetapkan tanggal 21 April sebagai Hari Kartini.

Lantas, seperti apa biografi serta pemikiran RA Kartini dalam memperjuangkan emansipasi wanita? Simak penjelasan lengkapnya berikut ini.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Biografi RA Kartini

Raden Ajeng Kartini adalah tokoh pahlawan wanita yang berasal dari keluarga bangsawan Jawa. Kartini lahir di Jepara, Jawa Tengah pada tanggal 21 April 1879.

Ayahnya bernama Raden Mas Adipati Ario Sosroningrat serta Ibunya bernama M.A. Ngasirah. Ayah Kartini merupakan seorang patih yang kemudian diangkat menjadi bupati Jepara saat setelah Kartini dilahirkan.

ADVERTISEMENT

Kartini merupakan anak ke lima dari sebelas bersaudara dan merupakan anak perempuan tertua. Salah satu saudaranya yang cukup terkenal adalah Sosrokartono yang merupakan intelektual di bidang bahasa.

Saat berusia 12 tahun, Kartini diperbolehkan bersekolah di ELS (Europese Lagere School) untuk belajar bahasa Belanda.

Akan tetapi, setelahnya ia diharuskan untuk tinggal dirumah karena sudah memasuki masa pingitan. Pingitan merupakan salah satu tradisi Jawa yang harus dijalankan oleh pengantin wanita.

Selama berada di rumah, Kartini mulai belajar sendiri dan menulis surat kepada teman-teman korespondensinya yang berasal dari Belanda, salah satunya yaitu Rosa Abendanon.

Kartini kemudian tertarik dengan kemajuan cara berpikir perempuan Eropa dan timbul keinginannya untuk ikut memajukan perempuan pribumi yang masih berstatus rendah pada saat itu.

Selanjutnya, pada tanggal 12 November 1903, Kartini akhirnya menikah dengan seorang Bupati Rembang yang bernama KRM Adipati Ario Singgih Djojo Adhiningrat.

Sang suami sangat mendukung penuh mimpi-mimpi Kartini, salah satunya yaitu keinginan untuk membangun sebuah sekolah khusus wanita di sebelah timur pintu gerbang kantor bupati Rembang.

Pada tanggal 13 September 1904, keduanya kemudian dikaruniai seorang bayi laki-laki yang diberi nama Soesalit Djojoadhiningrat.

Namun, empat hari setelah melahirkan, Kartini menghembuskan nafas terakhirnya pada tanggal 17 September 1904. Ia kemudian dimakamkan di Desa Bulu, Kecamatan Bulu, Rembang.

Pemikiran-pemikiran RA Kartini dalam Memperjuangkan Emansipasi Wanita

Pemikiran-pemikiran Kartini tentang keadaan dan harapan untuk meningkatkan derajat kaum wanita Indonesia selalu ia tuangkan dalam sebuah surat.

Surat-surat ini ia tujukan kepada teman-temannya yang berada di Eropa untuk saling bertukar pikiran tentang keadaan kaum wanita di masing-masing negara.

Berikut penjelasan lengkap mengenai pemikiran-pemikiran RA Kartini dalam memperjuangkan emansipasi wanita pribumi.

Pemikiran RA Kartini tentang Aturan Budaya Jawa

Sebagian besar surat-surat Kartini menceritakan tentang keadaan kaum wanita Indonesia yang masih sangat tertinggal pada waktu itu.

Hal ini tergambar dari aturan budaya Jawa yang menempatkan wanita dalam posisi yang lebih rendah dibandingkan dengan pria.

Dalam susunan aturan budaya Jawa, peranan wanita hanya berpusat pada tiga tempat yaitu di sumur (mencuci dan bersih-bersih), di dapur (memasak) dan di kasur (melayani suami).

Karena peranan yang dianggap remeh ini, wanita dipandang tidak perlu mendapatkan pendidikan yang tinggi.

Karena keresahannya ini, Kartini akhirnya menulis surat kepada temannya yang bernama Stella Zeehandelaar pada tanggal 25 Mei 1899.

Dalam surat tersebut Kartini menulis, "...we girls, so far as education goes, fettered by our ancient traditions and conventions, have profited but little by these advantage. It was a great crime against the customs of our land that we should be taught at all, and especially that we should leave the house every day to go to school. For the custom of our country forbade girls in the strongest manner ever to go to outside of the house...".

(...kami para gadis, sejauh pendidikan berjalan, terbelenggu oleh tradisi dan konvensi kuno, kami hanya mendapat sedikit keuntungan dari keuntungan ini. Merupakan kejahatan besar terhadap adat istiadat tanah kami bahwa kami harus diajari sama sekali, dan terutama bahwa kami harus meninggalkan rumah setiap hari untuk pergi ke sekolah. Karena kebiasaan negara kita melarang gadis-gadis dengan cara yang paling kuat untuk pergi ke luar rumah...)

Pemikiran RA Kartini untuk Menjadi Wanita Maju melalui Pendidikan yang Tinggi

Dalam surat yang ditulis oleh Kartini, ia juga mengungkapkan bahwa dirinya ingin menjadi wanita yang maju seperti wanita Eropa dan perlu meminta pertolongan kepada Stella Zeehandelaar.

Kartini menyadari bahwa keinginannya untuk maju hanya bisa ditempuh melalui pendidikan yang tinggi.

Kartini akhirnya mengajukan permohonan kepada ayahnya untuk melanjutkan pendidikan ke sekolah HBS di Semarang. Akan tetapi permohonan itu ditolak mentah-mentah oleh ayahnya.

Selanjutnya, Kartini kembali meminta izin ingin melanjutkan studi ke Eropa, mendengar hal itu, ayah Kartini hanya diam dan tidak memberikan respon apa-apa.

Kartini akhirnya menyimpulkan bahwa ayahnya tidak keberatan jika ia melanjutkan studinya ke Eropa.

Ia akhirnya mengirim surat kepada pemerintah agar dirinya diberi bantuan biaya untuk melanjutkan studi ke Eropa. Namun surat ini baru direspon setelah dua tahun lamanya.

Pemerintah bersedia untuk memberikan bantuan biaya sebesar 4.800 Gulden, akan tetapi Kartini tidak lagi antusias menerima balasan tersebut sebab ia akan segera menikah dengan Bupati Rembang yaitu RM Joyo Adiningrat.

Pemikiran RA Kartini tentang Maraknya Kasus Poligami di Kalangan Wanita

Salah satu bentuk ketidakadilan terhadap wanita yang juga menyita perhatian Kartini adalah maraknya kasus poligami.

Ia berpendapat bahwa poligami adalah salah satu tindakan pria yang berlaku secara sewenang-wenang terhadap wanita.

Hal penting yang menarik perhatian Kartini terhadap kasus poligami adalah adanya dorongan orang tua agar anaknya mendapat suami dari kaum bangsawan. Hal ini bertujuan tujuan untuk memperoleh kehormatan dan kemewahan.

Dalam suratnya kepada Stella Zeehandelaar tanggal 25 Mei 1899, Kartini juga menuliskan kisahnya ketika mengalami masa pingitan.

"When I reach the age of twelve, I was kept at home. I had to go into the box. I was locked up, and cut off from all communication with the outside world, toward which I might never turn again save at the side of bridegroom, a stranger, an unknown man whom my parents would choose for me, and to whom I should betrothed without my own knowledge..."

(Ketika saya mencapai usia dua belas tahun, saya dikurung di rumah. Saya harus masuk ke dalam kamar. Saya dikurung, dan terputus dari semua komunikasi dengan dunia luar, yang mungkin tidak akan pernah saya tuju lagi kecuali di sisi mempelai laki-laki, orang asing, pria tak dikenal yang akan dipilih orang tua saya untuk saya, dan kepada siapa saya harus bertunangan tanpa sepengetahuanku...)

Bagi Kartini masa-masa pingitan merupakan masa-masa kelam dalam perjalanan hidupnya, apalagi dia kemudian mengetahui bahwa orang tuanya telah mempersiapkan seorang laki-laki yang tidak ia kenal sebagai calon suaminya.

Kartini memiliki prinsip bahwa seorang calon suami seharusnya sudah lebih dulu dikenal oleh gadis yang akan diperistri.

Ini merupakan sebuah tradisi yang amat menyakitkan bagi gadis modern yang memiliki kemauan untuk melawan tradisi dan konstruksi budaya Jawa.

Namun bentuk budaya Jawa yang demikian kuat masih mengakar di dalam mindset masyarakat. Hal ini juga diungkapkan oleh Kartini dalam suratnya kepada Mevrouw Van Kol pada bulan Agustus 1901.

Pemikiran RA Kartini tentang Konsep Feminisme

Selain itu, Kartini juga berkomunikasi dengan tokoh feminis Belanda Stella Zeehandelaar. Akhirnya secara tidak langsung ia telah terpengaruh oleh konsep-konsep feminisme barat.

Hal ini dapat dilihat dari impiannya yang ingin membebaskan perempuan dari kebutaan pendidikan dan pengetahuan dengan cara mendirikan sekolah khusus wanita.

Impian ini memiliki tujuan agar hak perempuan untuk mengikuti pendidikan setara dengan hak pendidikan untuk laki-laki.

Kartini menulis, "...Our idea is open, as soon as we have the means, an institute for the daughter of native officials, where they will be fitted for practical life and will be taught as well the things which elevate the spirit, and ennoble the mind...."

("... Ide kami terbuka, segera setelah kami memiliki sarana, sebuah lembaga untuk putri pejabat pribumi, di mana mereka akan cocok untuk kehidupan praktis dan akan diajarkan juga hal-hal yang mengangkat semangat, dan memuliakan pikiran....")

Ia menyadari bahwa untuk membuat kaumnya maju, maka seluruh wanita harus bisa melakukan segala hal dari segi apapun, 'tidak boleh tidak' adalah prinsip yang ia pelajari dari dunia Barat.

Peradaban barat yang memiliki pemikiran maju semakin membangkitkan semangat Kartini untuk belajar demi membebaskan kaum wanita pribumi dari ikatan adat budaya Jawa yang telah menaruh kedudukan wanita di bawah kedudukan pria.

Itulah penjelasan tentang biografi RA Kartini dan pemikiran-pemikirannya yang masih bermanfaat hingga saat ini. Semoga menambah pengetahuanmu ya, detikers.




(inf/inf)

Ranking PTN

Berikut daftar 5 Perguruan Tinggi terbaik Indonesia
Hide Ads