Arkeolog Temukan Jenazah Elite Kekaisaran Mongol gegara Permafrost Mencair

ADVERTISEMENT

Arkeolog Temukan Jenazah Elite Kekaisaran Mongol gegara Permafrost Mencair

Novia Aisyah - detikEdu
Sabtu, 15 Apr 2023 09:00 WIB
Patung Genghis Khan di alun-alun Kota Ulanbataar (Yoga Endrayanto/TRANS7)
Foto: Patung Genghis Khan di alun-alun Kota Ulanbataar (Yoga Endrayanto/TRANS7)
Jakarta -

Lapisan permafrost pegunungan Eurasia bagian timur perlahan-lahan mencair. Rupanya hal ini membantu arkeolog dalam mengungkap jenazah-jenazah Kekaisaran Mongol sekaligus obsesi mereka akan susu yak.

Berkaitan dengan hal tersebut, para ahli telah mempelajari sisa-sisa kuburan di tempat yang disebut situs Khorig, berlokasi di Pegunungan Khovsgol. Penanggalan di sana menunjukkan bahwa pemakaman itu digunakan pada abad ke-13, kira-kira saat penyatuan Kekaisaran Mongol pada 1206 M.

Pada saat itu Jenghis Khan diproklamirkan sebagai penguasa seluruh bangsa Mongol. Dengan dukungan pasukan penunggang kuda yang tak kenal takut, dia meluncurkan serangkaian kampanye militer berdarah di seantero Asia. Peristiwa ini menjadi dasar bagi kerajaan darat terbesar dalam sejarah yang membentang dari pantai Pasifik Asia hingga Eropa Timur.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Gaya Hidup Orang Elite Mongol

Sebelumnya pada 2018 dan 2019, kerangka dari 11 orang Mongol ditemukan di situs pemakaman elite setelah sebagiannya terungkap akibat permafrost yang mencair. Mayat-mayat itu rupanya dalam kondisi yang terbilang sangat baik, meskipun sudah berusia lebih dari 800 tahun. Ini disebabkan suhu di bawah nol yang mengawetkan sisa-sisa jenazah tersebut.

Orang-orang yang dikubur itu diperkirakan memiliki status sosial yang tinggi. Mereka dikubur di samping barang-barang yang mewah dan didandani dengan bahan-bahan berkualitas.

ADVERTISEMENT

Sementara pada studi yang diterbitkan baru-baru ini, para peneliti sangat tertarik untuk menganalisis jenazah bangsawan-bangsawan Mongol itu guna memahami gaya hidup dan pola makan mereka. Melalui observasi protein yang ditemukan dalam kalkulus gigi (karang gigi), para arkeolog menemukan bukti bahwa jenazah-jenazah itu semasa hidup meminum susu kuda, domba, kambing, sapi, dan terutama yak .

Bagi yang belum tahu, dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), yak didefinisikan sebagai sejenis lembu yang hidup di Pegunungan Himalaya.

Yak memainkan peran yang sangat penting dalam budaya masyarakat di daerah dataran tinggi Eurasia timur. Mereka juga sangat bermanfaat bagi orang yang hidup di lingkungan yang keras itu. Yak menyediakan sumber makanan berkalori tinggi, rambut tebal untuk bahan tekstil yang hangat, dan lemak untuk membuat komoditas berguna seperti lilin.

"Temuan kami yang paling penting adalah adanya seorang wanita elit yang dimakamkan dengan topi kulit kayu birch yang disebut bogtog dan jubah sutra yang menggambarkan naga emas bercakar lima. Analisis proteomik kami menyimpulkan bahwa dia minum susu yak selama hidupnya," ungkap Alicia Ventresca-Miller, asisten profesor Antropologi di University of Michigan dalam sebuah pernyataan, mengutip dari, IFL Science.

Penemuan tersebut menurut Ventresca-Miller membantu timnya dalam memverifikasi pemanfaatan yak dalam jangka panjang di wilayah tersebut dan kaitannya dengan penguasa elite Mongol.

"Bejana keramik diubah menjadi lentera yang terbuat dari produk susu. Ini mengungkapkan ide-ide religius yang telah lama ada sekaligus kehidupan sehari-hari para elite Kekaisaran Mongol," tambah J. Bayarsaikhan, seorang peneliti di Max Planck Institute for the Science of Human History dan the National Museum of Mongolia.

Lelehnya Permafrost Bikin Rawan Jarahan

Meskipun lapisan es yang mencair telah membantu para ilmuwan menemukan mayat-mayat itu, hal ini juga membuat sisa-sisa sejarah lebih rentan terhadap penjarahan. Jika suhu terus meningkat dan permafrost semakin menurun, maka dikhawatirkan beberapa peninggalan arkeologi yang membeku, baik di sini maupun di tempat lain, akan hancur sebelum dapat diapresiasi dengan baik.

"Tingkat penjarahan yang kami saksikan ini belum pernah terjadi sebelumnya. Hampir setiap pemakaman yang kami temukan di permukaan baru-baru ini, telah dihancurkan oleh aktivitas penjarahan," jelas Julia Clark, seorang arkeolog di Nomad Science.

Studi ini dipublikasikan dalam jurnal Communications Biology pada 31 Maret 2023 lalu.




(nah/pal)

Ranking PTN

Berikut daftar 5 Perguruan Tinggi terbaik Indonesia
Hide Ads