Hasil ekspor komoditas dari sistem tanam paksa diharapkan dapat menutupi kekosongan kas Belanda akibat membiayai perang kemerdekaannya dengan Belgia dan perang Diponegoro. Sistem kerja paksa ini diusulkan Gubernur Jenderal Hindia Belanda Johannes van den Bosch (1830-1834).
Jenis tanaman yang menjadi fokus sistem tanam paksa yaitu tanaman kopi, tebu, dan indigo (nila). Tembakau dan kina juga jadi tanaman penting di sejumlah daerah, seperti di Rembang, Surabaya, Madiun, Kediri, Blitar, dan Priangan.
Komoditas tersebut penting di Eropa pada masa itu, seperti dikutip dari Sejarah Nasional Indonesia Jilid 4: Kemunculan Penjajahan di Indonesia oleh Marwati Djoened Poesponegoro dan Nugroho Notosusanto.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Jenis Tanaman di Sistem Tanam Paksa
Indigo
Indigo adalah tanaman bahan baku pewarna biru yang biasanya digunakan untuk mewarnai tekstil. Tanaman ini melalui pemrosesan di pabrik untuk jadi bahan pewarna.
Jauh sebelum sistem tanam paksa berjalan, produksi indigo sebagai bahan pewarna sudah dilakukan di Jawa, termasuk di Cirebon, seperti dikutip dari Industri Indigo di Kabupaten Cirebon pada Masa Sistem Tanam Paksa (1830-1870), karya penelitian Awaludin Nugraha dkk. dari Universitas Padjajaran (Unpad) di Jurnal Sosiohumaniora.
Menurut catatan Raffles, Cirebon merupakan penghasil besar indigo, kopi, dan kayu jati. Alhasil, produksi indigo diintensifkan lagi di masa sistem tanam paksa sejak tahun 1830 sampai tahun 1864.
Tekanan paling berat terdapat di daerah tanaman indigo, terutama di daerah Parahyangan ini. Contohnya, setelah indigo diperkenalkan di sana, laki-laki dari beberapa desa di distrik Simpur dipaksa bekerja di perkebunan indigo 7 bulan terus-menerus.
Di samping jauh dari aturan awal yang tidak lebih dari waktu tanam padi atau 3 bulan, tanam paksa tanaman-tanaman ekspor tersebut mengakibatkan petani tidak diberi waktu menggarap sawah atau tanahnya sendiri. Alhasil, terjadi kelaparan di Cirebon, Purwodadi, Demak, dan Grobogan.
Kopi, Gula, dan Kina
Kopi menjadi salah satu tanaman penting yang menjadi fokus van den Bosch di tanam paksa, di samping tebu untuk menghasilkan gula, serta kina. Tanah yang dipakai luas dan membutuhkan tenaga rakyat yang sangat banyak.
Contoh, 450.000 orang dikerahkan untuk menggarap penanaman kopi pada 1856. Sementara itu, sekitar 300.000 orang dipekerjakan paksa untuk penanaman tebu, dan 110.000 orang dijadikan pekerja paksa di perkebunan kina.
Para pekerja paksa ini juga menerima upah rendah, beban pajak berat yang tidak sesuai peraturan awal, beban menanggung gagal panen, dan kekerasan di lingkungan kerja, seperti dikutip dari Pengetahuan Sosial Sejarah 2 oleh Drs. Tugiyono Ks., dkk.
Kelak, kecaman berbagai pihak memaksa pemerintah Belanda menghapus tanam paksa secara bertahap. Tanam paksa lada dihapus tahun 1860. Tanam paksa nila dan teh dihapus tahun 1865.
Kemudian, tanam paksa semua jenis tanaman dihapus, kecuali kopi di Priangan pada tahun 1870. Kebijakan senada diterapkan di daerah lain, seperti di Sumatra Barat dan Minahasa.
(twu/kri)