Islam mengalami puncak kejayaan di bidang ilmu pengetahuan pada zaman Dinasti Abbasiyah. Pada masa ini, lahir seorang cendekiawan muslim di bidang ilmu tafsir terkemuka, Ibnu Jarir ath-Thabari.
H. Abu Achmadi dan Sungarso menjelaskan dalam buku Sejarah Kebudayaan Islam, ilmu tafsir sendiri sudah dirintis sejak masa Dinasti Umayyah. Para mufassir yang menumbuhkembangkan ilmu tafsir pada masa kekhalifahan tertua ini di antaranya Ibnu Abbas bin Abdul Muttalib, Ibnu Mas'ud, dan Mujahid bin Jabir.
Sementara itu, pada masa Dinasti Abbasiyah, sejumlah cendekiawan muslim atau dikenal sebagai ulama tafsir mulai bermunculan. Ilmu tafsir pada masa Dinasti Abbasiyah mencapai puncaknya dengan lahirnya Ibnu Jarir ath-Thabari.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Ibnu Jarir ath-Thabari menulis sebuah buku tafsir yang berjudul Jami' al-Bayan fi Tafsir al-Qur'an yang dikenal dengan Tafsir Thabari. Berikut sosoknya.
Sosok Ibnu Jarir Ath Thabari
Ibnu Jarir ath-Thabari (224-310 H/838-923 M) adalah guru besar para ahli tafsir. Ia lahir di Tabaristan, sebuah kota di Turkmenistan, selatan Laut Kaspia dengan nama lengkap Abu Ja'far Muhammad bin Jarir ath-Thabari.
Menurut Husein Muhammad dalam buku Ulama-ulama yang Menghabiskan Hari-harinya untuk Membaca, Menulis, dan Menebarkan Cahaya Ilmu Pengetahuan, Ibnu Jarir ath-Thabari dididik langsung oleh orang tuanya.
Ayahnya adalah orang yang sangat mencintai ilmu dan menginginkan anaknya menjadi ulama besar. Oleh karena itu, Ibnu Jarir ath-Thabari sejak kecil sudah diajari dan dibimbing menghafal al-Qur'an dan ilmu Islam tradisional pada umumnya. Bahkan, ia sudah hafal al-Qur'an saat masih usia 7 tahun.
Ibnu Jarir ath-Thabari menguasai berbagai keilmuan Islam. Ia dikenal sebagai imam mujtahid mutlak, ahli tafsir, ahli hadits, sejarawan, ahli fiqih, ahli ushul fiqh, dan ahli bahasa.
Ia telah menulis puluhan buku selama 40 tahun. Kecintaannya terhadap ilmu pengetahuan dan kegemarannya dalam menulis membuatnya memilih melajang sampai akhir hayatnya.
Abu Hamid al-Isfirayini, seorang ahli fiqh terkemuka mazhab Syafi'i, pernah menganjurkan kepada para ulama untuk mencari kitab tafsir Ibnu Jarir ath-Thabari. Jika perlu, katanya, sampai ke negeri Tiongkok.
Sebagai cendekiawan muslim di bidang ilmu tafsir terkemuka, Ibnu Jarir ath-Thabari begitu dikagumi oleh banyak ulama. Salah satunya Khatib al-Baghdadi, penulis buku Tarikh al-Baghdad.
Menurut Khatib al-Baghdadi, Ibnu Jarir ath-Thabari adalah salah satu ulama besar yang pendapat-pendapatnya menjadi rujukan umat dan masyarakat, karena pengetahuannya yang mendalam dan luas, serta keluhuran budi pekertinya.
Menurutnya, Ibnu Jarir ath-Thabari memiliki berbagai ilmu pengetahuan yang tidak dimiliki orang lain pada zamannya.
"Ia hafal al-Qur'an dan memahami isinya dengan sangat baik. Ia seorang ahli fiqh, menguasai hadits-hadits nabi secara mendalam dan luas pula. Selain itu, ia paham dengan baik pendapat-pendapat para sahabat nabi dan generasi sesudahnya," kata Khatib al-Baghdadi, seperti dikutip Husein Muhammad dalam buku Para Ulama dan Intelektual yang Memilih Menjomblo.
Selain menulis kitab tafsir, Ibnu Jarir ath-Thabari juga menulis sejarah para nabi yang berhasil ia rampungkan pada tahun 303 H. Isinya mulai dari Nabi Adam AS, para raja, hingga bangsa-bangsa di dunia. Kitab ini ia beri nama Tarikh al-Rusul wa al-Anbiya wa al-Muluk wa al-Umam.
Karya-karya Ibnu Jarir ath-Thabari yang sangat populer lainnya antara lain Jami' al-Bayan an Ta'wil Ayi al-Qur'an (30 jilid), Tarikh al-Rusul wa al-Anbiya' wa al-Muluk wa al-Umam (8 jilid), Tahdzib al-Atsar, Ikhtilaf al-Ulama al-Anshar, Adab al-Qadhi, dan lainnya.
Ibnu Jarir ath-Thabari wafat tahun 310 H dan dikebumikan di kediamannya. Saat kepergiannya itu, ribuan orang disebut hadir dalam prosesi pemakamannya. Kemudian, selama beberapa bulan setelahnya, banyak orang berdatangan ke makamnya untuk salat dan mendoakannya.
Selain Ibnu Jarir ath-Thabari, beberapa cendekiawan muslim di bidang ilmu tafsir adalah Ibnu Athiyah al-Andalusy, Muqatil bin Sulaiman, Ibnu Abbas, Ibnu Ishak, dan Ibnu Katsir.
(kri/lus)