Tidak semua stres buruk untuk kesehatan tubuh. Sebuah studi baru-baru ini mengungkap ada jenis stres yang justru baik untuk perkembangan fungsi otak.
Melansir Science Daily, Sabtu (6/8/2022), para peneliti yang berasal dari Youth Development Institute di University of Georgia menemukan bahwa tingkat stres rendah hingga sedang dapat mengembangkan ketahanan dan mengurangi risiko gangguan kesehatan mental, seperti depresi dan perilaku antisosial.
Selain itu, stres rendah hingga sedang juga dapat membantu individu untuk mengatasi stres yang akan terjadi di masa depan.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Penulis utama studi ini yang juga seorang profesor di College of Family and Consumer Sciences, Assaf Oshri, mengatakan, stres yang dimaksud dalam hal ini adalah stres yang disebabkan oleh belajar untuk persiapan ujian atau mempersiapkan pertemuan besar di tempat kerja atau hal yang membutuhkan waktu lama untuk mencapai kesepakatan.
Beberapa kegiatan lain yang menyebabkan stres rendah hingga sedang antara lain ditolak oleh penerbit. Penolakan ini membuat penulis memikirkan kembali gaya mereka.
Kemudian, dipecat dari tempat kerja dapat mendorong seseorang untuk mempertimbangkan kembali kekuatan mereka dan apakah mereka harus tetap di bidangnya atau mengembangkan sesuatu yang baru.
Namun demikian, kata Oshri, garis antara jumlah stres berat dan stres ringan hingga sedang ini sangat tipis.
Stres yang Baik Berfungsi sebagai Vaksin
Para peneliti menggunakan data dari Human Connectome Project, sebuah proyek nasional yang didanai oleh National Institutes of Health yang bertujuan untuk memberikan wawasan tentang bagaimana fungsi otak manusia.
Untuk penelitian ini, para peneliti menganalisis data proyek dari lebih dari 1.200 orang dewasa muda. Mereka melaporkan tingkat stres yang mereka rasakan menggunakan kuesioner yang biasa digunakan dalam penelitian untuk mengukur bagaimana orang yang tidak bisa mengendalikan dirinya dan mengalami stres.
Peserta menjawab pertanyaan tentang seberapa sering mereka mengalami pikiran atau perasaan tertentu, seperti "dalam sebulan terakhir, seberapa sering Anda kesal karena sesuatu yang terjadi secara tidak terduga?" dan "dalam sebulan terakhir, seberapa sering Anda menemukan bahwa Anda tidak dapat mengatasi semua hal yang harus Anda lakukan?"
Peneliti kemudian menilai kemampuan neurokognitif para responden menggunakan sejumlah tes untuk mengukur perhatian dan kemampuan terhadap rangsangan visual, fleksibilitas kognitif, dan memori urutan gambar.
Setelah itu, para peneliti membandingkan temuan tersebut dengan jawaban peserta dari berbagai ukuran perasaan cemas, masalah perhatian dan agresi, masalah perilaku, dan emosional lainnya.
Hasil analisis menunjukkan, tingkat stres rendah hingga sedang secara psikologis justru bermanfaat. Stres jenis ini berpotensi bertindak sebagai semacam inokulasi terhadap pengembangan gejala kesehatan mental.
"Sebagian besar dari kita memiliki beberapa pengalaman buruk yang sebenarnya membuat kita lebih kuat," kata Oshri.
Dalam hal ini, stres rendah hingga sedang bertindak sebagai vaksin terhadap efek kesulitan yang bakal terjadi di kemudian hari. "Ada pengalaman khusus yang dapat membantu Anda mengembangkan atau mengembangkan keterampilan yang akan mempersiapkan Anda untuk masa depan," ucap pemimpin UGA Youth Development Institute ini.
Namun, kata Oshri, masing-masing individu memiliki kemampuan untuk menoleransi stres dan kesulitan yang berbeda-beda. Penelitian ini telah diterbitkan dalam Psychiatry Research.
(kri/nwy)