Saat ini, kita memasuki penghujung Ramadan. Bulan suci yang penuh berkah ini telah berada di ujung sinarnya. Masih ada beberapa hari untuk bertafakur, menggenapi malam-malam panjang Ramadan dengan bersujud kepada Allah. Lantunan ayat-ayat suci al-Qur'an semakin panjang, tarawih dan salat malam semakin khusyu' dan rintihan doa orang-orang mukmin menggenangi malam Ramadan.
Kita semua, umat muslim di seluruh dunia, sedang berlomba mengejar kebaikan yang berlimpah ruah di penghujung Ramadan. Kita semua sedang berebut menuju jalan Tuhan, dengan memacu ibadah kita agar mendapat berkah sebelum garis finis Ramadan, sebelum bulan Syawal menyapa lagi.
Maka, inilah saatnya kita menikmati ibadah kita dengan ketenangan paripurna. Bagi yang masih bekerja, tentu pekerjaan bisa menjadi sarana ibadah. Apapun pekerjaan itu, yang penting halal prosesnya dan bertujuan baik, dengan diiringi niat baik, tentu akan mendapat keberkahan tersendiri. Bahkan, pekerjaan yang dilambari dengan niatan ibadah, membantu keluarga, membantu orang lain, akan menjadi sarana mendekat kepada Allah juga.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Hari-hari ini, kita semua memasuki penghujung Ramadan. Bagi yang meresapi nikmat Ramadan, berpisah dengan bulan penuh hikmah ini memang terasa berat. Apalagi, mereka yang malam dan siangnya di Ramadan ini dipenuhi dengan cahaya-cahaya ibadah, mengisi waktu dengan kegitan produktif seraya tetap menghadirkan karya terbaik dari pikiran, tenaga dan kapasitas personalnya.
Di akhir Ramadan ini, masyarakat Indonesia mengakrabi mudik. Ritual mudik ini sangat khas Indonesia, jutaan orang berbondong-bondong kembali menuju tanah kelahiran setelah lama bekerja di perantauan. Mudik ini untuk bercengkerama dengan orang tua, keluarga besar dan juga teman-teman masa kecil. Inilah silaturahmi kolosal khas Indonesia.
Maka tidak heran apabila pemerintah Indonesia mempersiapkan mudik ini dengan sungguh-sungguh. Ini tidak hanya peristiwa budaya dan agama, tapi juga terkait dengan politik, ekonomi dan pendidikan. Mudik telah melintas ruang, menjadi kebersamaan semua.
Alhamdulillah, dari tahun ke tahun hingga saat ini, pelayanan untuk mudik terus meningkat. Infrastruktur fisik sektor transportasi meningkat drastis. Perbaikan layanan kendaraan darat, laut dan udara, betul-betul terasa manfaatnya. Infrastruktur digital juga membaik, yang menopang komunikasi antar warga hingga di pelosok desa dan lintas kepulauan.
Intinya, kita merayakan mudik secara lahiriah dengan ketenangan. Dan dengan perasaan gembira, sudah seharusnya kita membawa kebaikan dan juga perbaikan untuk desa kita, tanah kelahiran kita semua.
Mudik batiniyah
Lalu, bagaimana dengan mudik batiniyyah kita? Selain mudik lahiriyyah, penting bagi kita semua untuk mudik menuju diri sendiri. Kita perlu melakukan jeda, untuk memberi waktu bagi diri sendiri menemukan kembali relung terdalam di diri sendiri: di ruang batin dan hati kita. Mudik menuju diri sendiri, inilah yang seringkali terlupakan.
Apa yang perlu kita cari dari diri sendiri? Yakni kejujuran untuk terus menjadi hamba Allah. Bahwa, setiap manusia terlahir suci sebagai hamba, yang ditugaskan untuk sujud dan beribadah. Dan dengan demikian, kita perlu mereset aktifitas kita, bahwa segala sesuatu yang kita lakukan itu haruslah diniati ibadah, membawa manfaat, dan tegak lurus menuju-Nya.
Khairunnas anfa'ahum linnas, sebaik-baik manusia adalah yang bermanfaat untuk umat manusia. Ini merupakan pondasi bagi kita semua untuk tetap bersandar pada aspek kemanfaatan atas segala yang kita lakukan. Apapun pekerjaan dan posisi kita, kemanfaatan itu utama. Apa gunanya manusia yang menduduki jabatan tinggi tapi tidak menebar manfaat, lupa dengan kebutuhan orang-orang di sekitarnya, lalai dengan tugas dasarnya serta melupakan keberkahan dari kecerdasan dan tenaga mudanya?
Maka, kita perlu memaksimalkan segala kenikmatan yang kita miliki menjadi keberkahan. Saya teringat nasihat gurunda Maulana Habib Luthfi bin Yahya. Suatu ketika, beliau berpesan: "Jika lisan terbiasa berdzikir, maka buahnya adalah kata-kata yang baik."
Tentu ini petuah yang indah, jika lisan, mata, telinga, otak, hati, tangan dan seluruh anggota badan kita terbiasa digunakan untuk berdzikir, bershalawat dan beribadah, tentu akan menghasilkan perbuatan yang baik, pikiran yang jernih, dan karya indah. Dengan sendirinya, aspek kebermanfaatan akan tercapai.
Marilah kita mudik menuju diri sendiri, meresapi relung hati terdalam kita. Ajak seluruh anggota tubuh untuk berdzikir dan latihlah untuk membantu orang lain, bermanfaat bagi sesama. Kiranya ini petuah terbesar untuk diri saya sendiri, juga ajakan kebaikan bagi keluarga dan sahabat-sahabat semua.
Inilah mudik terbaik yang ingin saya gapai pada Ramadan tahun ini. Bismillah.(*).
Dr. M. Hasan Chabibie
Penulis adalh Pengasuh Pesantren Baitul Hikmah, Depok Jawa Barat; Plt. Ketua Umum MATAN; Pengurus LP Maarif PBNU.
Artikel ini merupakan kiriman pembaca detikcom. Seluruh isi artikel menjadi tanggungjawab penulis. (Terimakasih - Redaksi)
(erd/erd)