Seekor balita gajah Sumatra yang belakangan viral karena belalainya terputus, akhirnya mati. Anak gajah berusia satu tahun itu kehilangan separuh belalainya karena jebakan pemburu liar.
Balita gajah itu sebelumnya ditinggalkan kawanannya dan ditemukan oleh penduduk desa di Aceh Jaya. Penduduk kemudian membawanya ke lembaga konservasi untuk dirawat.
Salah satu staf konservasi mengatakan, pihaknya sudah berusaha menyelamatkan bayi gajah tersebut dengan mengamputasi belalainya. Namun, akhirnya bayi gajah itu mati dua hari kemudian karena infeksi lukanya.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Kami tidak bisa menyelamatkannya karena lukanya parah dan terinfeksi," kata Kepala Balai Konservasi Sumber Daya Alam Aceh, Agus Rianto seperti dilansir dari BBC News pada Sabtu (20/11/2021).
Gajah Sumatra juga digolongkan sebagai salah satu hewan terancam punah akibat peningkatan deforestasi yang tinggi di habitatnya, Borneo dan Sumatra. Gajah jantan juga rentan jebakan pemburu liar karena tingginya harga gading di pasar ilegal.
Kembali pada kasus bayi gajah yang mati akibat kehilangan separuh belalainya, kenapa hewan ini tidak bisa hidup tanpa anggota badan tersebut? Simak ulasannya.
Mengapa Gajah Tidak Bisa Hidup Tanpa Belalai?
Melansir dari National Geographic, sebelumnya juga ada kejadian serupa di Taman Nasional Kruger Afrika Selatan. Saat itu seekor bayi gajah kehilangan belalainya tanpa penyebab yang jelas.
Belalai gajah sendiri dikenal dengan nama proboscis. Belalai gajah digunakan untuk bernapas, mandi, memasukkan air ke dalam mulutnya, serta mengambil makanan.
Seorang pakar gajah di Universitas Negeri Colorado mengatakan, gajah juga kerap menggunakan belalainya untuk melakukan kontak sosial. Sederet fungsi ini menjadikan alasan bahwa gajah yang belalainya terputus seperti di Taman Nasional Kruger Afrika Selatan itu kemungkinan besar tidak bisa bertahan hidup
(nah/nwy)