Ditunjuk Jadi Panglima TNI Tapi Tak Pernah Dilantik, Siapakah Dia?

ADVERTISEMENT

Ditunjuk Jadi Panglima TNI Tapi Tak Pernah Dilantik, Siapakah Dia?

Tim detikcom - detikEdu
Kamis, 04 Nov 2021 07:30 WIB
museum PETA
Museum PETA di Bogor (Foto: Muchamad Irfan /d'Traveler)
Jakarta -

Teka-teki siapakah calon Panglima TNI akhirnya terjawab dengan surat yang dikirimkan Presiden Joko Widodo pada Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). Surat yang diserahkan Menteri Sekretaris Negara Pratikno itu berisi nama Kepala Staf Angkatan Darat (KSAD) Jenderal (TNI) Andika Perkasa.

"Presiden dalam suratnya hanya mengusulkan satu nama calon Panglima kepada DPR RI untuk mendapat persetujuan. Karena itu melalui Pak Mensesneg, Presiden menyampaikan Surpres mengenai usulan calon Panglima atas nama Jenderal Andika Perkasa," ujar Ketua DPR Puan Maharani, di kompleks parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (3/11/2021)

Ketua DPR Puan Maharani mengatakan setelah menerima surat presiden tersebut, DPR akan segera memproses surat tersebut untuk mempersiapkan uji kelayakan dan kepatutan. Untuk diketahui, Panglima TNI Marsekal Hadi Tjahjanto akan memasuki usia pensiun pada 8 November mendatang.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Tahukah kamu, ada sosok prajurit legendaris yang pernah ditunjuk Presiden Sukarno menjadi Panglima TNI yang dulu bernama Tentara Keamanan Rakyat (TKR), tapi tak pernah dilantik.

Kisahnya berawal dari pembentukan Badan Keamanan Rakyat (BKR) sesaat setelah proklamasi kemerdekaan. Organisasi ini kemudian diganti namanya menjadi TKR pada 5 Oktober 1945 yang kini dikenal sebagai hari lahir TNI.

ADVERTISEMENT

Dikutip dari buku Politik Militer Indonesia 1945-1967 Menuju Dwi Fungsi ABRI karya Ulf Sundhaussen, saat pembentukan TKR diumumkan, pada hari itu juga bekas Mayor KNIL Oerip Soemohardjo diangkat sebagai Kepala Markas Besar Umum TKR.

"Karena di kalangan orang-orang bekas PETA (Pembela Tanah Air), terutama di Jawa Timur dan Jawa Tengah terdapat perasaan tidak senang terhadap bekas opsir KNIL, maka ia (Oerip) tidak diangkat menjadi Panglima Tentara," tulis Ulf dalam bukunya.

Ternyata hari berikutnya, jabatan Panglima TNI (TKR) diberikan pada perwira PETA legendaris yang memimpin pemberontakan di Blitar, Jawa Timur yang meletus pada Februari 1945 bernama Supriyadi.

Ulf menganalisis pengangkatan tersebut hanya simbolis belaka. Pasalnya sejak meletusnya pemberontakan melawan Jepang, Supriyadi tak pernah terlihat lagi.

Saat itu kabar keberadaan Supriyadi memang simpang siur. Ada yang mengatakan prajurit kelahiran 13 April 1923 itu tewas di tangan Jepang.

Namun menurut T.B. Simatupang yang pernah menjabat Kepala Staf Angkatan Perang (KASAP) dalam autobiografinya Laporan dari Banaran, lebih banyak lagi yang percaya bahwa Supriyadi masih hidup dan pasti akan muncul apabila telah tiba waktunya.

"Bahkan ada juga cerita-cerita, Supriyadi sedang memimpin pertempuran di sejumlah tempat, mulai dari Jawa Barat hingga Jawa Timur," tulis T.B Simatupang.

T.B. Simatupang juga menyebut sebuah kamar yang terletak di bagian depan sisi sebelah kiri Markas Besar juga telah disiapkan untuk Panglima Besar Supriyadi sebagai ruang kerja.

Simatupang melanjutkan,"Ruang itu dibiarkan kosong. Walaupun staf dan perwira di Markas Besar memerlukan ruangan namun kamar itu tidak pernah dipakai, sampai Pak Dirman diangkat menjadi Panglima Besar."

Selanjutnya Pemberontakan yang Gagal dan Misteri Supriyadi >>>

Supriyadi adalah anak BUpati Blitar, Darmadi. Ia merupakan lulusan pertama pelatihan Tangerang Seinen Dojo seangkatan dengan Zulkifli Lubis dan Kemal Idris. Setelah itu, ia mengikuti pelatihan instruktur PETA di Bogor.

Mereka yang dilatih di Bogor adalah calon perwira komandan batalion (daidanco), komandan kompi (chudanco), komandan peleton (shodanco), dan komandan regu (budanco).

Dalam Senarai Kiprah Sejarah, Zulkifli menuturkan saat di Bogor itulah awalnya Supriyadi tidak senang pada Jepang. "Gambaran dulu bahwa Jepang itu terbaik, tidak ada lagi. Banyak Jepang yang rusak. Mereka mengajar sambil lalu," ujar Zulkifli.

Zulkifli menirukan kata-kata Supriyadi padanya,"Kalau begini, ya, Jepang sama saja. Tidak bisa kita harapkan." Supriyadi juga menyebut Jepang tidak bisa lagi dipercaya.

Saat kembali ke Blitar sebagai shodanco, Supriyadi melihat Jepang memaksa rakyat menyerahkan beras. Rakyat yang sedang susah ditekan melalui romusha. "Di situ memuncak antipati Supriyadi. Timbullah semangat untuk mengatur pemberontakan."

Pemberontakan PETA Blitar meletus pada 14 Februari 1945. Namun tidak berjalan sesuai rencana. Supriyadi gagal menggerakkan satuan lain untuk memberontak dan rencana ini pun terbukti telah diketahui oleh pihak Jepang.

Dalam waktu singkat, Jepang mengirimkan pasukan militer untuk memadamkan pemberontakan PETA. Sejumlah perwira PETA dijatuhi hukuman mati. Supriyadi sendiri menghilang berselimut misteri hingga kini. Baik keberadaan atau makamnya tak pernah diketahui.

Adik tiri Supriyadi yang bernama Suroto meyakini kakaknya tewas ditangan pasukan Jepang. "Kami keluarganya yakin, saudara kami telah meninggal dunia. Dia tewas bersama anak buahnya di Alas (Hutan) Maliran," ujar Suroto beberapa waktu lalu.



Simak Video "Video Prabowo Bicara Nama Mirip Kapolri-Panglima TNI: Alamat Nggak Diganti"
[Gambas:Video 20detik]

Ranking PTN

Berikut daftar 5 Perguruan Tinggi terbaik Indonesia
Hide Ads