World Mental Health Day: Data Kesehatan Mental Indonesia dari UGM dan YKIS

ADVERTISEMENT

World Mental Health Day: Data Kesehatan Mental Indonesia dari UGM dan YKIS

Trisna Wulandari - detikEdu
Selasa, 12 Okt 2021 21:00 WIB
10 Twibbon Hari Kesehatan Mental Sedunia, Cocok Untuk Status Medsos
World Mental Health Day 2021. Foto: (dok World Health Organization)
Jakarta -

World Mental Health Day 2021 kembali diperingati pada tanggal 10 Oktober. World Federation for Mental Health mengangkat tema "Mental Health in an Unequal World", atau kesehatan jiwa di tengah dunia yang tidak setara.

Kepala Centre for Public Mental Health (CPMH) Fakultas Psikologi UGM, Diana Setiyawati, PhD, Psikolog, mengatakan, penelitian mendapati kondisi di sistem kesehatan mental yang tidak setara di Indonesia. Ia menekankan, dampak pandemi pada kesehatan anak dan remaja tetap perlu dicegah dan ditangani di tengah ketidaksetaraan kesehatan mental di Indonesia.

Diana menjelaskan, perubahan pola asuh karena wafatnya orang tua dan perubahan ekonomi keluarga saat pandemi sangat berpotensi berakibat pada mental anak jangka panjang. Para ahli perkembangan, lanjutnya, juga memprediksikan bahwa anak-anak dan remaja akan mengalami 'the longest and the darkest effect of pandemic' yang harus diantisipasi dan dikelola.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Pandemi membawa masalah pendidikan, masalah kemiskinan, dan juga mengakibatkan banyak anak-anak yang kehilangan ayah-ibunya. Dampak psikisnya mungkin belum terlihat sangat signifikan saat ini, meski tekanannya sangat terasa nyata," kata Diana dalam laman UGM, Selasa (10/10/2021)

Psikolog dan peneliti dari UGM ini mengatakan, kesehatan jiwa anak, remaja, dan dewasa berkaitan dengan kualitas hidup, produktivitas, dan wajah generasi masa depan anak bangsa. Ia menjelaskan, membangun sistem kesehatan jiwa, berarti mengupayakan kualitas hidup yang lebih baik, lebih maju dan produktif.

ADVERTISEMENT

"No health without mental health. Kesehatan jiwa merupakan bagian yang tak terpisahkan dari kesehatan fisik. Kesehatan jiwa tidak hanya terkait masalah manajemen orang dengan gangguan jiwa," tegasnya.

Data Kesehatan Mental di Indonesia

Sejalan dengan tema World Mental Health Day 2021, "kesehatan jiwa di tengah dunia yang tidak setara", Yayasan Kemitraan Indonesia Sehat (YKIS) bersama CPMH Fakultas Psikologi UGM didukung UNICEF bekerjasama dengan dinas kesehatan kabupaten/kota se-Indonesia memetakan kondisi sistem kejiwaan di Indonesia. Berikut data sementara penelitian YKIS dan UGM yang tengah berlangsung.

Faktor-Faktor Risiko Pengembangan Gangguan Jiwa di Indonesia

Diana menjelaskan, penelitian mendapati faktor umum yang memperbesar risiko pengembangan gangguan jiwa di Indonesia yakni:

  • Kemiskinan
  • Pendidikan atau literasi kesehatan jiwa yang rendah
  • Dari literasi kesehatan jiwa yang rendah, muncul faktor risiko pola asuh orang tua yang tidak berorientasi pada kesejahteraan psikis anak
  • Pola asuh orang tua menimbulkan faktor risiko kekerasan terhadap anak di rumah
  • Faktor-faktor di atas menimbulkan faktor kekerasan antar remaja
  • Faktor-faktor di atas menimbulkan faktor bullying di sekolah.

Diana mengatakan, kesemua faktor di atas dapat berhubungan dan memperparah risiko bunuh diri.

Ketidaksetaraan Pemenuhan SDM Antarpuskesmas Se-Indonesia

Diana memaparkan, akses bantuan ke Puskesmas terdekat bagi masyarakat terkadang masih sulit dan mahal di beberapa wilayah di Indonesia. Di samping itu, lanjutnya, belum semua puskesmas di wilayah Indonesia memiliki pelayanan kesehatan jiwa karena minimnya SDM terlatih dan kompeten dalam kesehatan jiwa.

Ia mencontohkan, terdapat kabupaten dengan 35 psikolog klinis bekerja di 25 puskesmas. Daerah tersebut memiliki SDM yang bertanggung jawab khusus dengan program Kesehatan jiwa, sehingga bervariasi pendekatan promosi, prevensi, kurasi dan rehabilitasi Kesehatan jiwanya.

"Sementara di wilayah Indonesia yang lain, ada kabupaten yang memiliki 11 Puskesmas, namun hanya 1 orang dokter umum yang pernah mendapatkan training Kesehatan jiwa, bertanggung jawab terhadap program kesehatan jiwa bersama seabreg beban kerja di bidang kesehatan lainnya," jelas Diana.

Akibatnya, kata Diana, daerah-daerah di Indonesia memiliki kesenjangan sistem kesehatan mental yang ekstrim. Di satu daerah, promosi kesehatan jiwa sampai ke legislasi, literasi kesehatan jiwa yang tinggi, serta ranah program kesehatan jiwa yang variatif bagi keluarga, sekolah, hingga komunitas.

"Namun masih banyak daerah dengan faktor resiko tinggi, tetapi belum memiliki program dan pelayanan dasar kesehatan jiwa yang memadai," imbuhnya.

Ketidaksetaraan Literasi Kesehatan Mental

Diana menambahkan, kesenjangan literasi kesehatan mental antar orang-orang yang bergerak di sistem kesehatan di berbagai wilayah Indonesia juga terlihat. Ia menjelaskan, penelitian UGM dan YKIS mendapati aturan dan distribusi bantuan terkait dukungan untuk tenaga kesehatan jiwa belum merata, baik berupa pendanaan maupun fasilitas atau infrastruktur, termasuk pemerataan rumah sakit jiwa (RSJ).

Sementara itu, lanjut Diana, keluarga dan komunitas masih tidak tidak memahami deteksi dini masalah kesehatan mental serta manajemen orang gangguan jiwa setelah treatment (perawatan) di RS. Ia menjelaskan, masalah ini membuat masih adanya praktik pemasungan bagi orang dengan masalah dan gangguan kesehatan mental.

"Di sisi lain, tidak kuatnya keluarga menjalani treatment, sulitnya akses pelayanan kesehatan jiwa, dan stigma untuk ODGJ dan keluarga menambah faktor resiko pemasungan," kata Diana.

PR Kesetaraan Kesehatan Mental di Indonesia

Diana menjelaskan, tugas Indonesia untuk mencapai sistem kesehatan jiwa komprehensif yaitu terwujudnya kondisi sebagai berikut:

  • Terpenuhinya SDM kesehatan jiwa
  • Sistem rujukan yang terjalin rapi antar potensi masyarakat dan sistem kesehatan
  • Orientasi program dari promosi, prevensi, kurasi dan rehabilitasi
  • Pendekatan seumur hidup lewat kerja sama dengan semua sektor masyarakat, seperti sekolah, organisasi kerja dan elemen masyarakat lain tempat nadi kehidupan masyarakat berjalan.
  • Pendekatan program secara mikro lewat penguatan individu dan keluarga serta makro lewat penguatan masyarakat hingga elemen pemerintah.

"Kesehatan jiwa adalah urusan semua jiwa. Mari kita bergandengan tangan mewujudkannya," pungkas Diana.

Selamat memperingati World Mental Health Day, detikers. Yuk, jaga dan rawat kesehatan mental satu sama lain.




(twu/pal)

Ranking PTN

Berikut daftar 5 Perguruan Tinggi terbaik Indonesia
Hide Ads