Sebagai orang yang gemar berselancar di media sosial, saya cukup akrab dengan berbagai istilah pergaulan, seperti prank dan ghosting. Saya ingat betul bahwa keduanya saya jumpai pertama kali di Twitter. Ketika itu, ada seorang teman yang mengeluh atas banyaknya prank di YouTube. "Kok banyak video prank, sih, di YouTube?" Begitu kira-kira cuitnya. Pada waktu lain, ada teman yang mencurahkan isi hatinya setelah ia di-ghosting oleh seseorang. "Ujung-ujungnya ghosting doang," tulisnya.
Saya tidak segera paham dengan kedua istilah tersebut. Setelah menelusuri contoh-contoh penggunaannya, barulah saya mengerti bahwa prank adalah tindakan menjebak orang lain dengan tujuan hiburan. Istilah gaulnya ngerjain. Sementara itu, ghosting adalah tindakan menghilang tiba-tiba dalam hubungan asmara yang biasanya terjadi pada masa pendekatan.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Lantas, setelah beberapa lama, ada yang bertanya kepada saya tentang padanan sejumlah istilah pergaulan, termasuk prank dan ghosting. Sejujurnya, mencari padanan keduanya bukanlah hal yang mudah. Memang benar bahwa ada kata-kata yang artinya mirip. Misalnya, untuk prank, ada kata lelucon, candaan, dan kelakar. Akan tetapi, ketiganya tidak memuat makna 'jebakan' dan 'usil'. Padahal, kedua makna itulah yang membuat prank terasa khas.
Di sisi lain, saya hampir sama sekali tidak menemukan padanan yang tepat untuk ghosting. Tentu akan ganjil jika istilah itu dipadankan dengan menghantui meskipun ghost berarti 'hantu'. Bahwa orang yang meng-ghosting akan menghantui pikiran orang yang di-ghosting, ya, mungkin saja. Namun, ghosting itu sendiri tidak sama dengan menghantui.
Meskipun demikian, justru ghosting-lah yang padanannya saya temukan terlebih dahulu. Saya mengetahuinya dari dua orang yang berkecimpung dalam bidang bahasa: Ivan Lanin-Direktur Utama Narabahasa-dan Uu Suhardi-Redaktur Bahasa Tempo 1998 s.d. 2020. Dalam suatu siaran Tabah (Tanya Jawab Kebahasaan)-acara tanya jawab reguler pada akun Instagram Narabahasa, Ivan Lanin mengatakan bahwa padanan ghosting adalah 'menghilang'. Sementara itu, Uu Suhardi, dalam salah satu kirimannya di Facebook, menyatakan bahwa ghosting adalah 'maherat'. Maherat adalah kata kuno (arkais) yang berarti 'pergi (melarikan diri); hilang' (KBBI V Daring). Lalu, kata mana yang perlu dipilih: menghilang atau maherat? Penuturlah yang berhak menentukan.
Bagaimana dengan prank? Saya memiliki dua jawaban. Pertama, prank dapat diserap menjadi 'prank'. Pelafalannya mirip dengan pelafalan kata bank. Selain itu, bukankah kita tidak asing dengan sanksi yang sama-sama memiliki gugus konsonan nk?
Baca juga: Ghosting Belum Tentu Pengecut |
Nah, yang kedua, kita dapat menggunakan kata kejailan sebagai kata benda (nomina) dari prank. Dalam KBBI V, kejailan berarti 'perbuatan atau hal jail; kenakalan'. Saya rasa kata itu memuat makna 'jebakan' dan 'usil' sebagaimana yang saya singgung pada bagian sebelumnya. Lalu, sebagai bentuk kata kerjanya (verba), menjaili boleh menjadi pilihan meskipun kata itu berarti 'mengganggu atau menjahati (karena dengki, iri, dan sebagainya)' dalam KBBI V. Toh, sewaktu anak-anak, ketika menjaili seseorang, kita tidak melakukannya atas dasar dengki, iri, dan sebagainya. Kita melakukannya atas kesenangan dan untuk tujuan hiburan, sama seperti prank.
Sebenarnya ada alternatif lain. Kita dapat menulis prank dan ghosting dengan cara dimiringkan. Itu sudah sesuai dengan kaidah ejaan bahasa Indonesia. Namun, sebagai orang Indonesia, apa iya kita tidak mau melatih daya ungkap kita dalam berbahasa Indonesia? Jawabannya saya serahkan kepada para penutur.
(erd/erd)