Ali bin Abi Thaib bin Abdul Muththalib bin Hasyim lahir di Mekkah pada tanggal 13 Rajab. Ali lahir pada tahun ke-32 dari kelahiran Nabi Muhammad SAW.
Ada juga yang menyebutkan jika Ali dilahirkan pada 21 tahun sebelum hijriah.
Ayahnya adalah paman dari Nabi Muhammad SAW, Abu Thalib bin Abdul Muthalib bin Hasyim bin Abdi Manaf bin Qushay. Sedangkan ibunya bernama Fathimah binti Asad bin Hasyim bin Abdi Manaf.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Melihat dari garis keturunan kedua ayah ibunya, Ali merupakan keturunan berdarah Hasyimi yang dikenal sebagai keluarga yang mulia, penuh kasih sayang, pemegang kepemimpinan masyarakat, dan memiliki sejarah cemerlang di masyarakat Mekkah.
Ibunya memberi nama Haidarah (macan) pada Ali, diambil dari nama kakek Ali, Asad. Dengan harapan, anaknya dapat tubuh menjadi seorang laki-laki pemberani. Namun, ayahnya memberinya nama Ali (yang leluhur), hingga sekarang nama Ali-lah yang lebih dikenal masyarakat luas.
Ali bin Abi Thalib telah memeluk Islam sejak ia masih kecil, bahkan dari buku tulisan Mustafa Murrad, ia bisa disebut sebagai orang pertama yang masuk Islam.
Rasulullah SAW telah mengasuh, mendidik, dan mengajarinya sejak kecil. Kasih sayang dan kemuliaan Rasulullah SAW inilah yang membentuk karakter Ali saat dewasa.
Semasa hidupnya, Ali hidup dengan sederhana. Ia cukup makan dengan lauk cuka, minyak, dan roti kering yang dipatahkan dengan lututnya.
Pakaian yang digunakan Ali juga pakaian yang kasar, yakni pakaian ala kadarnya untuk menutupi tubuh saat cuaca panas dan terpaan hawa dingin, seperti yang dikutip dari tulisan Sayyid Ahmad Asy-Syalaini dalam bukunya yang berjudul Kumpulan Khotbah Ali Bin Abi Thalib.
Bahkan di rumahnya, tidak telihat sebuah kasur sama sekali atau pun bantal tempatnya untuk berbaring.
Melansir dari buku Kisah Hidup Ali Ibn Abi Thalib karya Mustafa Murrad, sebagai pemimpin, Ali bin Abi Thalib dikenal sebagai orang yang senantiasa berakhlak baik, bahkan sejak ia masih anak-anak. Ia pun suka berkeliling sekadar untuk menantikan siapa pun yang menghampirinya guna meminta bantuan atau bertanya padanya.
Pada sebuah siang yang terik, orang-orang di pasar sibuk melakukan aktivitasnya masing-masing. Tibalah seorang Ali bin Abi Thalib dengan mengenakan dua lapis pakaian, gamis sebatas betis, sorban melilit tubuhnya, dan bertumpu pada sebatang tongkatnya.
Ia berjalan mengelilingi pasar untuk berdakwah, mengingatkan manusia untuk bertakwa kepada Allah SWT dan melakukan transaksi jual beli dengan baik.
Sebagaimana yang dikisahkan oleh penulis Zaidan, Ali bin Abi Thalib memiliki kebiasaan berjalan ke pasar seorang diri. Biasanya ia menasihati orang yang tersesat, menunjukkan arah kepada orang yang kehilangan, menolong orang yang lemah, hingga menasihati para pedagang dan penjual sayur.
Ali bersikap zuhud dari dunia karena ia merasa hari-hari di dunia hanyalah sekejap.
Dikisahkan pada suatu malam yang dingin, Ali tidak menggunakan sehelai selimut yang tebal. Seorang laki-laki mendapati tubuh Ali menggigil seperti demam dan hanya mengenakan selimut beludru yang rusak. Laki-laki itu kemudian berkata,
"Wahai Amirul Mukminin, sesungguhnya Allah telah menerapkan bagimu dan keluargamu bagian dari Baitul Mal, tetapi aku melihatmu menggigil karena berselimut beludru butut?"
Kemudian Ali menjawab, "Demi Allah, aku tak mau sedikit pun mengambil harta kalian (kaum muslim), dan kain beludru ini aku bawa dari rumahku."
Dalam sebuah kisah yang diceritakan oleh Abu Ghissin, seorang budak, Ali pernah terlihat membeli pakaian murah pada seorang pedagang pakaian. Kemudian Ali mengenakan pakaian yang dibelinya tersebut, ternyata panjangnya hanya sampai tengah betisnya.
Klik halaman selanjutnya
Namun, Ali tetap membayar sebesar 4 dirham sesuai dengan harga yang diberikan oleh pedagang tersebut.
Pada satu kesempatan, diceritakan Ali melihat baju zirah (baju besi) miliknya yang telah lama hilang dikenakan oleh seorang Nasrani. Ali berusaha meminta dan menjelaskan bahwa baju zirah tersebut adalah miliknya, namun Nasrani tersebut bersikukuh baju itu adalah miliknya.
Akhirnya keduanya datang ke pengadilan dan berakhir pada kemenangan sang Nasrani.
Namun, belum jauh dari tempat pengadilan, sang Nasrani kembali mendatangi Ali dan berkata,
"Aku bersaksi bahwa tidak ada Tuhan selain Allah dan bahwa Muhammad adalah hamba dan Rasul-Nya. Baju zirah ini, demi Allah, adalah baju zirahmu, wahai Amirul Mukmini. Aku mengikuti pasukan dan saat itu kau pergi ke Shiffin (sebelah timur wilayah Syam) dan aku mengambil beberapa barang dari kendaraanmu," kata dia.
Ali pun meminta kepada seorang Nasrani tersebut untuk membawa baju zirah tersebut. Kemudian Nasrani tersebut membawanya pulang dengan senang.
Meski menduduki posisi yang dihormati, tidak pernah terlewat bagi Ali bin Abi Thalib untuk menyebar kebaikan dan beramah tamah dengan siapa pun, tidak terkecuali dengan rakyatnya.
Nah, detikers, jika Ali bin Abi Thalib yang seorang pemimpin saja bisa bergaul dan ramah dengan siapa pun yang dijumpainya, kenapa kita tidak bisa?