Kepala Balai Taman Nasional Komodo (Komodo) Hendrikus Rani Siga dan Direktur Pemanfaatan Jasa Lingkungan Kawasan Konservasi, Ditjen KSDAE Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), Nandang Prihadi, melakukan sosialisasi rencana penutupan Taman Nasional Komodo (TNK) dari aktivitas wisata.
Dalam sosialisasi yang berlangsung di Labuan Bajo, Senin (19/8/2024) sore itu, Hendrikus dan Nandang menegaskan tak ada penutupan permanen atau penutupan TNK dalam jangka waktu lama. Mereka menawarkan penutupan sehari dalam sepekan.
Namun, usulan yang ditawarkan itu bukan berdasarkan hasil kajian. Apa yang disampaikan dalam sosialisasi itu bukan hasil kajian. Saat ini rencana penutupan TNK masih dikaji akademisi dari IPB.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Hendrikus mengatakan sosialisasi itu untuk meluruskan informasi yang berkembang liar di publik terhadap rencana penutupan TNK. Menurutnya, rencana penutupan TNK yang diperbincangkan publik belakangan ini tidak sama dengan skema yang dirancang BTNK.
"Bahwa skema penutupan yang dibayangkan Bapak Ibu sekalian yang jangka panjang, satu tahun atau satu bulan atau enam bulan itu tidak ada dalam bayangan saya. Konsep yang kami diskusikan dalam berbagai forum mungkin, kalau memungkinkan, satu hari dalam seminggu kawasan itu diberikan kesempatan untuk beristirahat," tegas Hendrikus.
Sosialisasi itu dihadiri ratusan orang. Mereka adalah pelaku pariwisata dari berbagai asosiasi, forum peduli pariwisata Manggarai Barat, tokoh agama, masyarakat, hingga para pemuda.
Hendrikus menjelaskan penutupan TNK dalam rangka recovery atau penyelamatan ekosistem. Ia menegaskan penutupan bukan hanya TNK. Di seluruh dunia, Indonesia ada skema penutupan secara berkala.
"Sistem buka tutup itu diberlakukan. Itu kebutuhan oleh ekosistem," kayanya.
Ia mengatakan hampir 90 persen kunjungan wisatawan ke Labuan Bajo mengunjungi TNK. Tekanan terhadap kawasan menjadi sangat tinggi. Untuk mengurangi tekanan itu, Hendrikus melanjutkan, ada yang mengusulkan menerapkan carrying capacity dengan melakukan pembatasan kunjungan. Usulan itu bagus tapi perlu juga dilakukan penutupna.
"Penutupan juga perlu supaya pertama berikan kepada alam untuk istirahat. Kedua, orientasi kegiatan wisata bisa digeser ke mainland (destinasi di daratan), karena pemda sudah punya program menghidupkan desa-desa wisata, harusnya kita dukung. Tidak cukup imbauan. Harus ada intervensi kebijakan," katanya.
Hendrikus mengatakan saat dilakukan penutupan sehari dalam sepekan, waktu tersebut bisa dimanfaatkan oleh BTNK, pelaku wisata dan mitra TNK lainnya untuk membersihkan sampah di perairan TNK, atau memperbaiki fasilitas-fasilitas yang ada di sana.
Adapun Nandang mengatakan rencana penutupan sehari dalam sepekan masih bersifat usulan. Pihaknya masih menunggu hasil kajian. Sosialisasi yang dilakukan tadi sore, kata dia, terlalu cepat dilakukan karena hasil kajian belum ada. Namun, ia memastikan tidak ada penutupan permanen atau jangka waktu lama.
"Target kami hanya menjelaskan ke publik bahwa yang dimaksud Balai Taman Nasional Komodo bukan penutupan jangka panjang, bukan penutupan yang tahunan," tegasnya.
Peserta sosialisasi umumnya menerima tawaran penutupan sehari dalam sepekan. Ada yang mengusulkan ditetapkan hari penutupan dalam sepekan. Namun ada juga yang mengusulkan jadwal sehari penutupan dalam sepekan itu dibuat random. Tidak ditutup pada hari yang sama. Sebab jika ditentukan harinya wisatawan tidak berkunjung ke Labuan Bajo pada hari itu.
Adapula yang mengusulkan penutupan sehari dalam sepekan itu tidak dilakukan pada semua kawasan. Jika ada yang ditutup, yang lainnya tetap dibuka.
Merespons berbagai usulan itu, BTNK belum bisa memutuskan. Semuanya menunggu hasil kajian, yang ditargetkan selesai Desember mendatang.
"Kami harapkan Desember selesai kajian tapi dalam proses itu bisa saja ada dinamika yang terjadi, bisa molor bisa lebih cepat. Ini sedang dalam proses persiapan untuk melakukan kajian," kata Hendrikus.
(hsa/hsa)