Kisah Inspiratif

Perjuangan Kelompok Nelayan Membangkitkan Lagi Kampoeng Kepiting

Triwidiyanti - detikBali
Minggu, 16 Okt 2022 14:07 WIB
Kampoeng Kepiting di Kelurahan Tuban, Kuta, Badung, Bali, terlihat mangkrak, Minggu (16/10/2022). Foto: Triwidiyanti/detikBali
Badung -

Kelompok Nelayan Wanasari diketuai Made Sumasa (56), warga asli Tuban, Kuta, Badung, Bali, tengah berjuang membangkitkan lagi Ekowisata Mangrove Bali, atau lebih dikenal Kampoeng Kepiting.

Made Sumasa sebagai penggagas Kampoeng Kepiting menceritakan, awalnya ia termotivasi mengembangkan tanaman mangrove agar dicintai masyarakat, khususnya nelayan di lingkungan Wanasari, Tuban.

"Tadinya di sini mangrove tipis dan gundul. Tapi sekarang masyarakat ikut menjaga, astungkara sekarang banyak dan bisa sebagai penahan angin dan arus laut," ucapnya kepada detikBali, ditemui di Ekowisata Mangrove Wanasari Bali, atau lebih dikenal dengan Kampoeng Kepiting, Jalan By Pass Pass Ngurah Rai, Minggu (16/10/2022).

Pria lulusan SI Hukum di Universitas Dwijendra tahun 2007 ini, sejak 2009 fokus mengembangkan Kampoeng Kepiting yang merupakan kawasan wisata berkonsep konservasi tanaman mangrove. Dulunya kawasan itu merupakan hutan bakau yang habis ditebang oleh nenek moyangnya.

Diceritakan Made Sumasa, lahan yang ia dirikan sebagai kawasan konservasi mangrove seluas satu hektare ini merupakan tanah negara yang dikelola nelayan Wanasari, Kelurahan Tuban. "Dulu di sini marak eksploitasi alam oleh nenek moyang kami, dulu itu petani garam, nelayan tangkap yang mencari batu kapur di laut untuk pengganti semen," terangnya.

"Dahulu kan tidak ada semen, kemudian penebangan masif terjadi, hingga tahun 2009 saya ubah pola pikir masyarakat untuk mulai menanam mangrove," sambung pria yang juga menjadi Pengelola Gedung Benoa Square ini.

Karena saat itu belum ada Jalan By Pass, air laut sampai ke darat, sehingga Made Sumasa membentuk Kelompok Nelayan Wanasari tahun 2009, yang kini anggotanya berjumlah 90 KK. Merekalah yang saat ini menjaga lahan tersebut, hingga berdirilah Ekowisata Mangrove Bali atau Kampoeng Kepiting.

"Karena kondisi saat itu saya lihat sendiri di Teluk Benoa, khususnya Desa Adat Tuban tidak ada yang memperhatikan sampah kotor dan bau. Saya mencoba menghimpun masyarakat leluhur nelayan (tangkap) untuk memperbaiki itu," ujarnya.

Tahun 2009, Made Sumasa mengaku berat mengajak masyarakat membuat kawasan tersebut supaya menghasilkan nilai ekonomi dengan cara beternak kepiting bakau. Mulanya banyak cibiran dari warga atas ide tersebut, namun berkat sosialisasi, budidaya kepiting itu berhasil di tahun 2010.

"2011 kami sempat booming, ekspor ya awalnya bagus. Tapi 2012 kami stag budidaya karena tertipu supplier itu pengepul dari Jakarta, waktu itu kepiting hendak dikirim ke Singapura, China, Malaysia. Begitu setahun kami kirim, tidak ada pembayaran dari sana, kami kecewa dan stres," bebernya.

Akhirnya pihaknya menghentikan pengiriman ekspor kepiting. "Ya saya coba kembalikan ke kondisi seperti ini. Saya ajak para warga nelayan Wanasari untuk beternak kepiting," kata Made Sumasa, yang menyabet penghargaan Pahlawan untuk Indonesia tahun 2014.

Baca kisah selengkapnya di halaman selanjutnya...




(irb/hsa)

Berita Terkait
Berita detikcom Lainnya
Berita Terpopuler

Video

Foto

detikNetwork