Tiga daerah di Nusa Tenggara Timur (NTT) masuk kategori rawan politik uang atau money politic. Hal itu didapatkan berdasarkan hasil pemetaan Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) NTT.
"TPS yang terdapat riwayat praktik pemberian uang atau materi lainnya yang tidak sesuai ketentuan pada masa kampanye di sekitar lokasi TPS (sebanyak) 108 TPS, yang tersebar di Kota Kupang, Kabupaten Manggarai, serta Kabupaten Timor Tengah Selatan (TTS)," ujar Ketua Bawaslu NTT, Nonato Sarmento, di Kupang, Jumat (22/11/2024).
Nonato menambahkan kerawan ini berdasarkan delapan variabel dan 28 indikator pada 3.442 kelurahan/desa di 22 kabupaten/kota sesuai pelaporan dari bawaslu kabupaten/kota. Pengambilan data TPS rawan dilakukan selama enam hari, mulai 10 sampai 15 November 2024.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Selain rawan money politic, NTT juga rawan terhadap politisasi suku, agama, ras, dan antargolongan (SARA). Sesuai pemetaan Bawaslu NTT, ada di 71 TPS yang tersebar di Kabupaten Kupang serta Kabupaten Belu yang rawan politisasi SARA.
Untuk itu, langkah antisipasi serta strategi pencegahan dan pemetaan TPS rawan ini menjadi bahan bagi Bawaslu NTT, Bawaslu kabupaten/kota, KPU, pemerintah daerah, dan aparat penegak hukum untuk melakukan mitigasi. Tujuannya agar proses pilkada dapat berjalan dengan aman dan lancar.
"Pemetaan TPS rawan ini menjadi bahan bagi semua unsur termasuk masyarakat di seluruh wilayah Nusa Tenggara Timur untuk memitigasi agar pemungutan suara lancar tanpa gangguan yang menghambat pemilihan yang demokratis," jelas Nonato.
Terhadap data TPS rawan, Bawaslu NTT melakukan strategi pencegahan, yakni patroli pengawasan di wilayah TPS rawan dan mengimbau kepada KPU NTT untuk melakukan penguatan kapasitas kepada jajaran KPPS secara intensif.
Selain itu, Bawaslu NTT juga melakukan koordinasi dan konsolidasi kepada pemangku kepentingan terkait, menggelar sosialisasi dan pendidikan politik kepada masyarakat hingga berkolaborasi dengan pegiat kepemiluan, organisasi masyarakat dan pengawas partisipatif.
Bawaslu NTT juga menyediakan pos komando (posko) pengaduan di setiap level yang bisa diakses masyarakat, baik secara offline maupun online.
(iws/iws)