Ratusan Pakar Hukum Tata Negara Bahas Konstitusialisme Digital di Labuan Bajo

Ratusan Pakar Hukum Tata Negara Bahas Konstitusialisme Digital di Labuan Bajo

Ambrosius Ardin - detikBali
Sabtu, 06 Des 2025 08:32 WIB
Ratusan Pakar Hukum Tata Negara Bahas Konstitusialisme Digital di Labuan Bajo
Pembukaan Konferensi Nasional ke-4 Asosiasi Pengajar Hukum Tata Negara dan Hukum Administrasi Negara (APHTN-HAN) di Labuan Bajo, Manggarai Barat, NTT, Jumat (5/12/2025). (Foto: Ambrosius Ardin/detikBali)
Manggarai Barat -

Konstitusionalisme digital (digital constitutionalism) menjadi salah satu topik yang dibahas dalam Konferensi Nasional ke-4 Asosiasi Pengajar Hukum Tata Negara dan Hukum Administrasi Negara (APHTN-HAN) di Labuan Bajo, Manggarai Barat, Nusa Tenggara Timur (NTT), 5-8 Desember 2025. Pertemuan ini diikuti ratusan pengajar Hukum Tata Negara dan Hukum Administrasi Negara dari berbagai perguruan tinggi di Indonesia.

Sekjen APHTN HAN Bayu Dwi Anggono mengungkapkan topik ini diangkat karena perkembangan teknologi kini tak terpisahkan dengan dinamika hukum. Ia pun menyinggung Tuvalu, sebuah negara digital pertama di metaverse yang dideklarasikan sekitar dua tahun lalu.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Topik ini dipilih dengan pertimbangan tentu kita tahu bersama isu perkembangan teknologi menjadi suatu hal yang tidak dapat dipisahkan, yang kita ketahui bersama akan memicu bagaimana dinamika dan perkembangan hukum yang ada," kata Bayu dalam sambutannya pada pembukaan Konferensi Nasional ke-4 APHTN-HAN di hotel Meruorah Labuan Bajo, Jumat (5/12/2025) malam.

"Dalam apa yang kami siapkan, kami menemukan bahwa perkembangan teknologi digital sudah memasuki pada aras yang sifatnya, meminjam Thomas Khun, paradigmatik," imbuhnya.

ADVERTISEMENT

Bayu pun mencontohkan deklarasi negara digital Tuvalu yang bisa berpengaruh terhadap tata negara dan konstitusi negara kepulauan yang terletak di antara Hawaii dan Australia di Samudra Pasifik tersebut. Diketahui, wilayah daratan Tuvalu berpotensi hilang karena naiknya permukaan air laut akibat perubahan iklim.

"Tahun 2023, Bapak/Ibu mungkin tahu Tuvalu, negara yang berpotensi mengalami hilangnya teritori atau teritorial karena kenaikan air laut akibat perubahan iklim. Mereka mendeklarasikan diri sebagai the first digital nations," ungkap Bayu.

"Deklarasi Tuvalu tersebut tentunya akan banyak berpengaruh dari segi, mulai dari ilmu negara dalam hal pemenuhan teritori selaku unsur konstitutif yang menjadi syarat negara. Jadi ini pertama kali the first digital nations," sambungnya.

Bayu mengatakan deklarasi negara digital itu melahirkan banyak pertanyaan tentang ketatanegaraan sebuah negara digital. Sebab, negara tersebut tanpa teritori fisik.

"Kemudian bagaimana administrasi negara hingga administrasi publiknya ketika Tuvalu betul-betul kehilangan teritorinya dan sepenuhnya bertransformasi menjadi negara digital," kata Bayu.

"Ini tentu perkembangan yang tidak bisa kita abaikan bagaimana kemudian perubahan iklim bisa menghilangkan teritori suatu negara," tambah dia.

Menurut bayu, hal itulah yang membuat pembahasan tentang konstitusi digital perlu didiskusikan. Sebab, dia melanjutkan, demokrasi dan teknologi bisa mempengaruhi satu sama lain.

"Segenap perkembangan tersebut menunjukkan urgensi memperbincangkan seputar digital konstitusional atau digital constatitualism, bagaimana teknologi dan juga demokrasi saling mempengaruhi satu sama lain," terang Bayu.

Pembukaan Rakernas itu dihadiri Ketua Mahkamah Agung (MA) Sunarto dan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Suhartoyo. Selain konstitusionalisme digital, pertemuan tersebut juga membahas regulasi Pemilihan Umum (Pemilu) dan Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) hingga pengelolaan investasi negara.

Halaman 3 dari 2


Simak Video "Video: Imbauan Kemenpar untuk Pelaku Wisata Labuan Bajo"
[Gambas:Video 20detik]
(iws/iws)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Hide Ads