Tuntut Penambahan Kuota Pendaki, Warga-Pelaku Wisata Demo di Balai TNGR

Mataram

Tuntut Penambahan Kuota Pendaki, Warga-Pelaku Wisata Demo di Balai TNGR

Sui Suadnyana, Ahmad Viqi - detikBali
Selasa, 08 Apr 2025 21:15 WIB
Ratusan warga, TO, pelaku pariwisata lingkar Gunung Rinjani dari Kecamatan Senaru, Lombok Utara, berdemonstrasi untuk menuntut penambahan kuota pendaki di Kantor Balai TNGR, Selasa (8/4/2025). (Ahmad Viqi/detikBali)
Foto: Ratusan warga, TO, pelaku pariwisata lingkar Gunung Rinjani dari Kecamatan Senaru, Lombok Utara, berdemonstrasi untuk menuntut penambahan kuota pendaki di Kantor Balai TNGR, Selasa (8/4/2025). (Ahmad Viqi/detikBali)
Mataram -

Ratusan warga, tour operator (TO), serta pelaku pariwisata lingkar Gunung Rinjani dari Kecamatan Bayan, Lombok Utara, berdemonstrasi di Kantor Balai Taman Nasional Gunung Rinjani (TNGR), Mataram, Nusa Tenggara Barat (NTB). Mereka menuntut agar kuota pendakian Gunung Rinjani dari jalur Desa Senaru, Lombok Utara, NTB, ditambah.

Ketua Asosiasi Tour Operator Senaru (ATOS), Munawir, mengatakan kuota TO di Kecamatan Senaru mencapai 240 pendaki. Rinciannya, 60 persen untuk pendaki mancanegara dan 40 persen pendaki lokal atau domestik.

"Itu dahulu kebijakan kepala balai yang lama. Sekarang kuota hanya dibatasi di Senaru hanya 150 orang per hari," kata Munawir seusai berorasi di Kantor Balai TNGR, Mataram, Selasa (8/4/2025).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Menurut Munawir, kebijakan baru ini sangat merugikan masyarakat lokal, TO, serta pelaku pariwisata di lingkar Gunung Rinjani wilayah Desa Senaru, Kecamatan Bayan, Lombok Utara. Maka dari itu, dia meminta Kepala Balai TNGR yang baru bisa mengevaluasi pemberlakuan kuota pendakian khusus di jalur Desa Senaru.

"Kuota ini tidak cukup bagi kami. Makanya kami melakukan pendekatan ke kepala balai, tetapi tidak pernah diatensi," terang Munawir.

ADVERTISEMENT

Ikrana, Pemangku Adat Sasak Desa Bayan, mengecam Kepala Balai TNGR. Dia khawatir persoalan terbatasnya kuota pendaki akan berdampak kepada eksistensi masyarakat adat Desa Bayan.

"Terutama masalah pendakian di Gunung Rinjani. Kami meminta ada pelibatan masyarakat adat dalam mengelola Gunung Rinjani," tegas Ikrana.

Menurut Ikrana, harus ada masyarakat adat Bayan yang ditugaskan menjaga alam Gunung Rinjani. Masalahnya, banyak masyarakat adat yang melakukan ritual-ritual adat di Gunung Rinjani.

"Kami berharap Balai TNGR segera berkomunikasi agar ini diatensi banyak ritual-ritual yang dilakukan masyarakat adat di Rinjani yang dilakukan oleh tokoh-tokoh adat tertentu. Ini harus dijaga," pinta Ikrana.

Kepala Balai TNGR, Yarman, mengatakan tidak pernah menutup pintu bagi semua masyarakat lingkar Gunung Rinjani untuk berdemonstrasi terkait tuntutan yang mereka bawa. "Tadi kami sudah audiensi. Mereka memprotes soal kuota pendakian," kata Yarman.

Dalam audiensi tersebut, Yarman melanjutkan, Balai TNGR tidak alergi dengan jumlah kuota pendakian ke Gunung Rinjani. Tetapi, penambahan kuota harus berdasarkan kajian-kajian ilmiah.

"Kami tidak bisa menambah kuota bebas-bebas begitu. Kenapa? Karena Rinjani adalah kawasan konservasi," jelas Yarman.

Balai TNGR, jelas Yarman, tidak hanya mengatur soal pariwisata, tetapi juga mengatur konservasi, ekosistem, dan keberadaan masyarakat lingkar Gunung Rinjani. Oleh karena itu, Yarman meminta masyarakat yang berdemonstrasi menuntut penambahan kuota untuk melakukan kajian. Hasil kajian dapat diserahkan ke Balai TNGR.

Menurut Yarman, penambahan kuota pendakian di jalur Desa Senaru pasti akan berdampak pada akses daya dukung dan daya tampung pendaki di Gunung Rinjani. "Masa kita mau paksa kalau daya tampung 10 orang kita paksa 30 atau 40 orang? Ini bukan wisata di tempat yang enak, ini tempat yang ekstrem, berhubungan dengan fisik," ujar Yarman.

"Kita juga tidak mau menjadikan gunung Rinjani ini pasar. Kita mau mencoba Rinjani ini menjadi lokasi pendakian berkualitas. Sesuai arahan Gubernur NTB," lanjut Yarman.

Yarman menyarankan kepada para TO dan pelaku wisata Gunung Rinjani agar tidak menjual paket pendakian dengan harga murah. Selain itu, para TO diminta untuk tidak menjual paket pendakian secara dadakan. Walhasil, para pendaki harus memesan tiket jauh-jauh hari.

"Terkait yang lain-lain soal fasilitas dan lain-lain kami masih berusaha memperbaiki juga," jelas Yarman.




(hsa/hsa)

Hide Ads