Perusahaan Tutup Jalan Bikin Nelayan Tak Bisa Melaut, Mahasiswa-Warga Demo

Kota Kupang

Perusahaan Tutup Jalan Bikin Nelayan Tak Bisa Melaut, Mahasiswa-Warga Demo

Sui Suadnyana, Yufengki Bria - detikBali
Senin, 09 Des 2024 16:34 WIB
Mahasiswa bersama masyarakat Kelurahan Namosain saat melakukan demonstrasi di DPRD Kota Kupang, NTT, Senin (9/12/2024). (Dok. PMKRI Cabang Kupang)
Foto: Mahasiswa bersama masyarakat Kelurahan Namosain saat melakukan demonstrasi di DPRD Kota Kupang, NTT, Senin (9/12/2024). (Dok. PMKRI Cabang Kupang)
Kupang -

Sebanyak 117 kepala keluarga (KK) yang bermata pencaharian sebagai nelayan di RT 22, RW 05, Kelurahan Namosain, Kota Kupang, Nusa Tenggara Timur (NTT), tak bisa melaut. Musababnya, PT NAM menutup akses jalan menuju pantai dengan alasan pengamanan aset.

Merespons persoalan itu, sekitar 100 orang mahasiswa dan warga yang tergabung dalam Aliansi Pembela Akar Rumput berdemonstrasi di Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kota Kupang, Senin (9/12/2024). Mereka terdiri dari PMKRI Cabang Kupang, Ikatan Paguyuban Flotirosa, Milenial Rumah 7, Pemuda Katolik Kota Kupang, dan masyarakat Namosain.

"Penutupan jalan tersebut mengakibatkan masyarakat yang mata pencahariannya sebagai nelayan tidak punya akses jalan menuju pantai. Sehingga kami melakukan aksi massa agar menuntut Pemerintah Kota (Pemkot) Kupang untuk menyelesaikan persoalan yang dialami oleh para nelayan," ungkap Koordinator Lapangan (Korlap) Aliansi Pembela Akar Rumput, Yuni Tefa, Senin sore.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Yuni menjelaskan kasus itu berawal saat pemilik PT NAM berinisial LAA membeli tanah milik Chornelia Sula Henuk dengan ukuran 1.500 meter persegi pada 2016. Tanah tersebut berada di RT 22, Kelurahan Namosain, dengan bagian utara berbatasan dengan pantai, bagian selatan dengan Jalan M Praja, bagian timur dengan jalan dekat sungai, dan bagian barat dengan tanah milik LAA.

Pada 1 Agustus 2016, dilakukan penyerahan hak atas tanah dengan kesepakatan di bagian timur terdapat jalan seluas 5 meter menjadi akses publik untuk masyarakat menuju ke pantai. Sebab, masyarakat yang notabenenya adalah nelayan memerlukan akses jalan.

Kemudian, pada 21 Maret 2024, LAA menutup akses jalan menuju pantai dengan alasan pengamanan aset sehingga mengakibatkan ratusan nelayan itu tidak punya akses jalan menuju pantai. Yuni berujar masyarakat berupaya melakukan komunikasi dengan LAA terkait persoalan itu, tetapi tidak ditanggapi secara baik.

Selain itu, masyarakat juga sempat melakukan komunikasi langsung dengan PT NAM hingga dilakukan pengukuran ulang oleh Badan Pertanahan Nasional (BPN) Kota Kupang. Ditemukan ada ketidaksesuaian antara sertifikat awal dan sertifikat baru yang belakangan baru diketahui masyarakat pada saat mediasi.

Kemudian, perwakilan nelayan, yaitu Marthen Henuk dan Thius Ledoh, melayangkan surat audiensi kepada kelurahan untuk dilakukan mediasi. Mediasi pun berlangsung pada 24 April 2024 yang dihadiri oleh kelurahan dan perwakilan masyarakat. Sedangkan LAA diwakili anak buahnya, Irwanto Diaz dan Sulistyowati.

"Mediasi saat itu tidak ada titik temu sehingga dari pihak kelurahan merekomendasikan masalah tersebut untuk ditindaklanjuti ke pemerintah Kecamatan Alak, tetapi sampai hari ini tidak ada informasi lanjutan," jelas perempuan berusia 23 tahun itu.

Yuni mengatakan demonstrasi hari ini, mendapat respons baik dari DPRD Kota Kupang. "Anggota DPRD Kota Kupang langsung turun mengecek lokasi yang bermasalah," kata Yuni.

Adapun poin tuntutan Aliansi Pembela Akar Rumput, yaitu:

  • Mendesak DPRD kota Kupang untuk segera melakukan mediasi antara pengusaha dan masyarakat.
  • Mendesak agar BPN Kota Kupang segera mengukur ulang sertifikat tanah nomor SHM 4157.
  • Menuntut agar Pemkot Kupang dengan otoritasnya untuk segera membuka akses jalan masyarakat Namosain menuju pantai.
  • Menertibkan pengusaha yang mengklaim sempadan pantai adalah milik pribadi.
  • Mendesak Pemkot Kupang untuk memperhatikan pembangunan tata ruang kota (pesisir pantai).

Anggota DPRD Kota Kupang, Yafet Horo, mengatakan Komisi I DPRD Kota Kupang dan massa aksi langsung menuju ke lokasi yang bermasalah.

"Dalam waktu 2x24 jam akan dilakukan rapat dengar pendapat (RDP) dengan BPN Kota Kupang dan pemilik tanah untuk segera membuka akses jalan masyarakat dari jalan umum menuju pantai," kata politisi Partai Golongan Karya (Golkar) itu.




(hsa/hsa)

Hide Ads