Kondisi itu pun dikeluhkan Tomy Taufik Rafiqul Hadi, guru yang mengajar di SMP Satap tersebut. Tomy harus melewati jalan pegunungan bebatuan, terkadang berlumpur ketika musim hujan demi bisa mengajar.
Setiap hari, kata Romy, dia harus menempuh jarak 30 kilometer dari Kota Praya ke sekolah. Ketika masuk ke jalan Desa Mekar Sari, dia terlebih dahulu harus menempuh jalan rusak bebatuan sekitar 3 kilometer.
"Jalannya rusak parah sepanjang 3-4 kilometer," bercerita kepada detikBali via WhatsApp, Sabtu malam (25/11/2023).
Akses dan Fasilitas Terbatas
![]() |
Tomy menceritakan akses dan fasilitas di SD SMP 6 Satap sangat terbatas. Selain kondisi jalan yang memilukan, fasilitas sekolah juga sangat minim. Mulai ruang kelas hingga sinyal untuk mengakses internet.
"Sinyal itu kadang datang kadang tidak. Tidak bagus. Maklum karena di perbukitan mungkin ya," ujar dia.
Jumlah murid di SD/SMP 6 Satap Mekar Sari tercatat sebanyak 98 orang. Untuk jenjang SMP terdapat 35 murid, sisanya di jenjang SD. Semua siswa berasal dari desa setempat.
"Saya pikir mengajar di sana ada dua kendalanya. Ada faktor eksternal dan internal," jelas Tomy.
Tomy menjelaskan faktor eksternal selama mengajar di SMP 6 Satap Mekar Sari ada di kalangan orang tua. Banyak dari kalangan orang tua menganggap belajar di sekolah tidak terlalu penting.
Banyak orang tua siswa justru tidak meminta anaknya sekolah dengan alasan ekonomi. Mereka lebih memilih anaknya menggembala sapi, garap sawah, dan alasan lain.
"Anak jadi menganggap sekolah itu tidak penting. Lebih baik menikah dan menggarap sawah di sana," ungkapnya.
Dia pun berharap agar jalan menuju ke sekolah diperbaiki oleh pemerintah setempat.
Terpisah, Ketua Tastura Mengajar (komunitas pegiat pendidikan di Lombok Tengah) Lalu Gitan Prahana mengritik kondisi jalan dan fasilitas di SD/SMP 6 Satap. Menurutnya infrastruktur menjadi salah satu sarana penunjang pendidikan. Selain peralatan pendidikan yang memadai dan kualitas pengajaran.
"Belum lagi persoalan para murid di sana. Kami pernah mengajar ke sana menemukan beberapa siswa terpaksa harus berjalan kaki satu jam untuk sampai di sekolah," cerita Gitan.
Di sisi lain, pihaknya menilai dengan pesatnya pembangunan industri pariwisata di KEK Mandalika justru berbanding terbalik dengan kondisi pembangunan sumber daya manusia (SDM) di Mekar Sari kawasan ring 1 KEK Mandalika.
"Bagaimana kita dapat mencetak SDM unggul, jika fasilitas pendidikan di wilayah-wilayah pelosok masih tak dapat sama rata dengan di KEK Mandalika," kritiknya.
Kondisi tersebut, lanjut Gitan, sangat berimplikasi dengan masyarakat di sekitar KEK Mandalika. Dia pun meminta agar pemerintah NTB dan Lombok Tengah memberikan perhatian khusus akses dan fasilitas pendidikan di SD/SMP 6 Satap.
"Kami yang akhirnya terpinggirkan dari arus pembangunan (KEK Mandalika) dikarenakan kualitas SDM yang minim untuk bekerja di pos-pos strategis," pungkas Gitan.
(nor/nor)