Kebutuhan uang tunai di Nusa Tenggara Timur (NTT) selama periode Nataru 2022 menurun dibanding tahun sebelumnya. Salah satu penyebab penurunan karena masyarakat cenderung berhemat sehingga konsumsi rumah tangga melemah.
"Periode 2022 Rp 1,86 triliun, sedangkan realisasi 2021 mencapai Rp 2,34 triliun, terjadi penurunan outflow sebesar 21,1 persen," jelas Kepala Perwakilan Bank Indonesia (BI) NTT Donny Heatubun dalam keterangan yang diterima detikBali, Selasa (17/1/2023).
Ia menjelaskan Indeks Keyakinan Konsumen (IKK) di NTT tahun 2022 hanya sebesar 129,5, lebih rendah daripada tahun sebelumnya yang mencapai 140,0. Hal ini menurutnya dipengaruhi pesimisme masyarakat terhadap ekonomi mendatang, sehingga mereka cenderung menahan konsumsi dan lebih berhemat.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Penyebab penurunan selanjutnya, inflasi tinggi yang mencapai 6,65% (yoy), sementara tahun lalu hanya sebesar 1,67% (yoy). Donny menyebut, kondisi ini mengakibatkan pelemahan daya beli masyarakat dan turunnya kebutuhan uang tunai di Nataru 2022.
"Atas dasar perkiraan beberapa faktor itu, kami tetap mengimbau masyarakat dapat berperilaku belanja bijak sesuai kebutuhan, berhemat, dan merawat rupiah guna mendorong kesadaran masyarakat untuk semakin cinta, bangga, dan paham rupiah," pungkasnya.
Donny menerangkan realisasi kebutuhan uang tunai Rp 1,86 triliun itu merupakan uang kartal BI yang ditarik perbankan NTT. Berdasarkan wilayah penarikan uang,Kota Kupang tertinggi mencapai Rp 814 miliar atau 43,71 persen.
Selanjutnya penarikan di kas titipan BI di Pulau Flores mencapai Rp 342 miliar atau 18,4 persen; Pulau Sumba sebesar Rp 292 miliar atau 15,7 persen; Alor dan Lembata Rp 134 miliar atau 7,2 persen; dan perbatasan Atambua sebesar Rp 127 miliar.
(irb/bir)