Wahana Lingkungan Hidup Provinsi Nusa Tenggara Barat (Walhi NTB) tegas menolak pembangunan kereta gantung di bawah kaki Gunung Rinjani. Proyek senilai Rp 2,2 T tersebut telah dimulai sejak Minggu (18/12/2022).
Berikut sederet alasan Walhi NTB menolak pembangunan kereta gantung Rinjani.
1. Pemerintah Dinilai Mendahului Kajian FS
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Direktur Utama Walhi NTB Amri Nuryadin menilai pemerintah terkesan mendahului proses kajian feasibility study (FS) proyek kereta gantung Rinjani. Selain itu, pihaknya juga menilai, groundbreaking tersebut melanggar Undang-Undang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (PPLH) Nomor 32 tahun 2009.
"Memang kami tidak menolak kereta gantung. Tapi kita punya namanya penyelenggaraan kehutanan. Di sana sudah jelas ada DED yang harus dilihat, FS dan analisis mengenai dampak lingkungan (Amdal). Rangkaian ini tidak dilakukan oleh pemerintah daerah," kata Amri, Selasa (20/12/2022).
2. Diduga Gunakan Landasan UU Cipta Kerja
Amri menduga bahwa pembangunan kereta gantung Rinjani menggunakan landasan hukum Undang-Undang Cipta Kerja. Alasannya, dalam beberapa pasal UU Cipta Kerja menyebutkan bahwa proses kajian Amdal boleh dilakukan antara pemerintah dan investor.
"Tapi kan UU Cipta Kerja ini belum bisa dijadikan landasan utama. Buktinya kajian Amdal itu harus melibatkan tahura, masyarakat desa, Pemrakarsa, Ahli Lingkungan. Kami duga ini yang tidak dilakukan," katanya.
3. Pemerintah NTB Mengangkangi Perda-Perizinan
Dari semua masalah tersebut rupanya pemerintah NTB dalam hal ini Gubernur NTB dan Dinas Lingkungan Hidup dan Dinas Perizinan Modal Terpadu Satu Pintu (PMPTSP) NTB telah mengangkangi kegiatan groundbreaking kereta gantung Rinjani yang dilakukan pada 18 Desember 2022 kemarin.
"Kita punya namanya pengaturan daerah, perizinan dan kajian. Inilah yang dikangkangi. Izin seperti apa? Kemudian bagaimana dampak kedepannya? Bagaimana tanggung jawab investor? Ini harus kaji secara mendalam. Inilah yang tidak dilakukan," kata Amri.
Menurut Amri dalam maklumat Walhi tentang pemulihan hutan Indonesia semestinya pembangunan kereta gantung Rinjani mematuhi aturan dalam proses perizinan dan perlindungan hutan kawasan.
"Jelas ada sanksi administratif kalau kita berpatokan ke UU PPLH. Karena nanti kan itu kereta gantung akan merubah bentangan alam merubah fungsi hutan di dekat kawasan Taman Nasional Gunung Rinjani," katanya.
"Belum lagi bicara terkait laju kerusakan hutan di NTB. Ini memberikan kita gambaran kerusakan hutan 400 ribu hektar hutan kritis di NTB akan terus bertambah," ujarnya.
(nor/hsa)