Posisi situs ini berada tepat di lahan pertanian dan perkebunan warga Desa Saneo, sekitar 1,5 kilometer dari pedesaan. Tidak ada plang atau papan nama yang dipasang di sekitar lokasi. Baik plang yang dibuat pemerintah desa maupun pemerintah Kabupaten, hanya terdapat plang sederhana.
Menurut warga sekitar, nama Wadu Nocu diambil dari bahasa Dompu yakni batu lesung. Penamaan itu ditandai dengan bentuknya yang menyerupai lesung ukuran besar. Selain itu, batu ini dipercaya sebagai tempat orang zaman dahulu menumbuk padi.
"Kami menamainya Wadu Nocu, yang berarti batu lesung. Nama ini bukan baru-baru ini tapi sudah ada sejak zaman jauh sebelum kami ada," kata ketua Pokdarwis Desa Saneo, Ilyas pada detikBali, Sabtu (26/8/2022).
Ilyas mengatakan, batu lesung berjumlah 3 buah dengan posisi sejajar dan berdekatan sekitar 5 meter dari satu ke lainnya. Namun kondisinya, dua batu masih utuh dan satu batu lainnya telah pecah.
"Ada tiga batu lesung, cuma satu sudah pecah. Menurut cerita rakyat, tiga batu ini masing-masing milik Dompu, Sumbawa dan Bima. Kalau yang pecah ini milik Sumbawa, yang tengah milik Dompu dan yang telah diselimuti oleh pohon beringin itu adalah milik Bima," jelas Ilyas.
Keberadaan batu lesung ini belum dilakukan penelitian oleh pemerintah baik dari Kabupaten Dompu maupun Balai Arkeolog Bali. Sehingga tidak diketahui pasti berapa usai batu yang berbentuk lesung tersebut dan bagaimana proses pembuatannya.
"Batu ini sudah ada sejak zaman Ncuhi, zaman sebelum Kerajaan Dompu. Batu ini digunakan untuk menumbuk padi orang-orang jaman dulu," kata salah seorang warga Arsyad (63).
(nor/nor)