"Anak kecil bahkan mohon maaf, tukang ojek saja punya handphone untuk komunikasi. Jadi penggunaan handphone dengan merek tertentu bukan standar dijadikan acuan anak tersebut tidak diloloskan pada jalur afirmasi," ungkap Ismul saat ditemui detikBali di kediamannya, Jumat (15/7/2022).
Ismul menegaskan, dirinya berani membuktikan dengan semua siswa lain yang lolos pada jalur afirmasi sama-sama menggunakan handphone meskipun dengan merek yang berbeda-beda.
"Saya pikir kalau memakai handphone dijadikan mereka acuan sehingga anak itu tidak lolos jalur afirmasi. Mari kita lihat anak-anak yang lain yang lolos pada jalur afirmasi itu. Saya meyakini mereka punya handphone semua. Kalau mereknya itu bukan sebuah ukuran," tegasnya.
Lebih jauh Ismul menjelaskan, di era sekarang ini handphone atau telepon seluler bukan lagi menjadi ajang untuk gaya-gayaan. Akan tetapi dijadikan sebagai kebutuhan dan bahkan alasan orangtua memberikan anaknya handphone agar bisa dikontrol pergaulan dan memudahkan komunikasi.
"Handphone sekarang ini bukan lagi untuk gaya-gayaan, tapi untuk kebutuhan. Beda ketika awal muncul handphone untuk gengsi dan hanya orang yang punya uang saja yang bisa beli. Mereka tidak boleh menjadikan handphone sebagai tolak ukur menyatakan seseorang itu mampu karena handphone. Ini sebuah kebutuhan untuk kita berkomunikasi, mengontrol dan mengawasi anak-anak," tegasnya lagi.
(nor/nor)