Lapangan Serasuba atau yang juga dikenal sebagai Lapangan Merdeka di Kota Bima, Nusa Tenggara Barat (NTB), menjadi pusat ngabuburit saat Ramadan. Selain menjadi tempat bersantai menjelang berbuka puasa, lokasi ini juga menjadi sentra jajanan dan takjil di Kota Tepian Air.
Menjelang waktu berbuka, kawasan ini dipadati warga yang datang untuk menikmati suasana sore, berburu takjil, hingga membeli makanan berat. Tidak hanya warga Kota Bima, pengunjung juga berasal dari Kabupaten Bima, Dompu, bahkan dari Sumbawa dan Pulau Lombok.
Pantauan detikBali, Minggu (9/3/2025) sore, di sebelah timur Serasuba berjejer lapak pedagang yang menjual berbagai takjil dan makanan. Beragam menu dijajakan, mulai dari kolak pisang, gorengan, bubur kacang hijau, es campur, es teler, hingga urap dan plecing. Lauk pauk siap saji seperti ikan palumara dan sayur kelor juga tersedia.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Selain itu, makanan khas Bima seperti salome, kagape, karawiti, dan kopa sahe turut meramaikan pilihan kuliner. Harga jualnya bervariasi, mulai dari Rp 1.000 per biji hingga Rp 20 ribu per porsi.
Ramlin (54), warga Desa Leu, Kecamatan Bolo, Kabupaten Bima, rutin datang ke Serasuba setiap Ramadan untuk berbuka puasa. Ia menilai lokasinya strategis karena memiliki fasilitas lengkap, termasuk Museum ASI Mbojo dan lapak-lapak penjual makanan.
"Di sini juga ada Masjid Sultan Salahuddin Bima, warisan peninggalan Kesultanan Bima untuk salat Magrib dan Isya," ujarnya.
Meski demikian, ia berharap Pemerintah Kota (Pemkot) Bima dapat menyediakan toilet umum di sekitar Serasuba. "Yang kurang di sini hanya toilet saja. Semoga ke depannya bisa dibangun," harapnya.
Nurhayati (40), penjual aneka gorengan, mengaku sudah empat tahun membuka lapak di Serasuba setiap Ramadan. Ia mulai berjualan sejak pukul 15.30 Wita, dengan puncak keramaian terjadi satu jam sebelum berbuka puasa.
"Tetap ramai setiap hari. Kadang-kadang juga sepi kalau turun hujan seperti dua hari terakhir ini," katanya.
Menurutnya, jumlah pedagang di Serasuba terus bertambah setiap tahun. "Dulu sekitar 50 atau 60 pedagang. Sekarang jumlahnya ratusan," imbuhnya.
(dpw/dpw)