Sidang kasus penganiayaan Komang Juliartawan alias Basir (31), warga Desa Sepang, Kecamatan Busungbiu, Buleleng, kembali digelar di Pengadilan Militer III-14 Denpasar, Rabu (8/10/2025). Dalam sidang yang mengagendakan pemeriksaan saksi tersebut, keluarga korban meminta agar hakim militer memecat 10 anggota TNI yang menjadi terdakwa.
Sebanyak 10 terdakwa merupakan anggota TNI aktif dari Yonif Raider 900/SBW. Mereka adalag Kadek Susila Yasa (terdakwa 1), I Putu Agus Herry Artha Wiguna (terdakwa 2), Kadek Harry Artha Winangun (terdakwa 3), Martinus Moto Maran (terdakwa 4), Yulius Katto Ate (terdakwa 5), Komang Gunadi Buda Gotama (terdakwa 6), Franklyn Sandro Iyu (terdakwa 7), Devi Angki Agustino Kapitan (terdakwa 8), Muhardan Mahendra Putra (terdakwa 9), I Gusti Bagus Keraton Arogya (terdakwa 10).
Dalam sidang yang dipimpin Hakim Letkol Chk IGM Suryawan, didampingi hakim anggota Kapten Kum Hendra Arihta dan Kapten Chk (K) Dianing Lusia Sukma, ada 6 saksi yang dihadirkan Oditur Militer Letkol Chk I Dewa Putu Martin.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Saksi-saksi merupakan kakak dan adik korban, kedua orang tua terdakwa II dan terdakwa III, serta satu anggota TNI yang merupakan senior dari terdakwa I. Dua orang saksi yakni I Gede Kamar Yadnya dan I Ketut Juniarti (kakak-adik korban) diberikan kesempatan memberikan keterangan di awal persidangan.
"Saya mohon dengan sangat agar para terdakwa diberi hukuman seadil-adilnya dan dipecat dari anggota TNI," ujar kakak dan adik korban Basir.
Di sisi lain, keduanya mengakui jika Basir melakukan perbuatan yang salah karena diduga menggelapkan sepeda motor milik orang tua terdakwa I dan II. Namun begitu, perbuatan para terdakwa yang menyiksa hingga menyebabkan korban meninggal dunia tidak seharusnya dilakukan.
"Sebelum kejadian, saya sudah menyarankan kepada orang tua terdakwa I dan II untuk melaporkan korban ke polisi, tapi mereka tidak mau," terang Ketut Juniarti.
Ibu terdakwa I dan II disebut saksi sempat meminta uang Rp 15 juta dan akan menyerahkan BPKB ke saksi sebagai pengganti motor yang digadaikan korban di wilayah Kecamatan Pupuan, Tabanan. Di situ, Juniarti menyebut keluarganya meminta waktu sebulan agar uang bisa diserahkan sebagai tebusan.
"Saya bukan tidak menyanggupi, saya sanggup tapi saya meminta waktu satu bulan," sambung Juniarti.
Tidak lama, salah satu terdakwa menemukan sepeda motor yang dibawa korban. Terdakwa lantas menghubungi saksi dan diketahui jika motor digadaikan di Pupuan, Tabanan. "Saat itu saya diminta untuk menebus motor Rp 2,2 juta," lanjutnya.
Juniarti lalu menghubungi pacarnya dan melalui pacarnya, uang dikirim ke salah satu terdakwa sesuai nominal yang diminta untuk menebus motor. Adik perempuan korban juga menyebut sebelum motor ditemukan, orang tuanya sudah sempat bertemu keluarga terdakwa I dan II untuk meminta maaf. Namun, ia dan keluarganya tidak mengetahui jika Basir telah meninggal akibat disiksa.
Kakak korban, I Gede Kamar Yadnya juga menerangkan jika dirinya tidak tahu Basir sudah meninggal. Namun ia mendapat kabar jika adiknya sudah di RSUD Buleleng dan meninggal dunia. "Sampai rumah sakit saya tidak dikasih lihat jenazah oleh dokter. Saat di rumah, saya lihat badannya sudah hancur dari kepala keluar darah, seperti orang habis disiksa," tutur Yadnya.
Penganiayaan itu terjadi pada Minggu (23/3/2025) pukul 23.15 Wita. Para terdakwa melakukan aksi bersama-sama dan terencana. Kadek Susila dan Putu Agus bertemu dengan Basir di depan GOR Lila Bhuana, Denpasar.
Di sana, Kadek Susila menampar wajah Basir tiga kali, disusul Putu Agus sebanyak empat kali ditambah dengan satu tendangan. Putu Agus lalu menyeret korban ke dalam mobil Nissan Grand Livina DK 1724 LCD silver. Di dalam mobil, ada dua terdakwa dan satu saksi sebagai sopir.
Mereka lalu berangkat menuju ke Singaraja. Namun, di pertengahan jalan tepat di kawasan Gitgit, Buleleng mereka berhenti tak lama mereka melanjutkan perjalanan menuju asrama di Jalan Sudirman, Desa Banyuasri, Buleleng.
Di asrama, korban didorong hingga terjatuh di ruang tamu. Di sana, Kadek Harry menginterogasi Basir dengan nada kasar. Korban lalu dipukul menggunakan selang plastik biru sebanyak tiga kali ke punggung dan satu kali menampar wajah korban.
Basir sempat berteriak kesakitan, tetapi tidak ada yang menghentikan penganiayaan. Bahkan di lokasi, beberapa saksi menyaksikan hal itu, tapi memilih keluar karena takut. Ada 16 saksi dalam penganiayaan hingga korban meninggal. Tak hanya itu, Putu Agus sempat meminta salah satu saksi untuk mengambil selang lainnya.
Salah satu saksi lalu mengambil selang kompresor merah untuk kemudian diarahkan ke punggung korban sebanyak lima kali. Basir yang terus merintih kesakitan, lalu dibawa ke toilet. Badannya dibasahi air oleh Putu Agus.
Namun, di toilet, Basir kembali mendapat siksaan, kali ini Kadek Harry memukul dengan tangan sebanyak lima kali menggunakan tangan mengepal baik di wajah, dada dan perut lalu menendang pinggang korban dua kali. Akibatnya, korban tersungkur di lantai dapur dengan kondisi menahan sakit.
Penyiksaan terus dilakukan berulang kali, baik Kadek Susila dan Putu Agus. Sementara, terdakwa Martinus empat kali menginterogasi korban. Lantaran kesal, ia ikut memukul tangan Basir dan melakukan penganiayaan dengan tali skipping sebanyak dua kali lalu meninggalkan lokasi. Serangkaian penyiksaan dilakukan oleh terdakwa hingga kembali ke rumah masing-masing.
Pada Senin (24/3/2025) pagi, Basir dibaaw Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Buleleng. Saat diperiksa dokter, korban sudah tewas. Mendengar itu, para terdakwa panik.
Keluarga lalu melaporkan kejadian itu ke Subdenpom Singaraja, hingga tim Subdenpom mengamankan satu pe rsatu terdakwa. Walaupun ada yang tidak ikut melakukan penganiayaan. Namun, mereka mengetahui peristiwa dan turut membantu menghilangkan barang bukti dengan cara dibakar seperti bantal, kasur, dan seprai yang digunakan Basir untuk tidur. Selanjutnya para terdakwa lalu ditahan di Staltahmil Pomdam IX/Udayana terkait kasus tersebut.