Direktur-Sekretaris BUMDes di Bangli Dituntut 2 dan 1 Tahun Penjara

Direktur-Sekretaris BUMDes di Bangli Dituntut 2 dan 1 Tahun Penjara

Sui Suadnyana, Firizqi Irwan - detikBali
Kamis, 21 Agu 2025 22:41 WIB
Salah satu terdakwa korupsi BUMDes Jaya Giri, Desa Subaya, Kecamatan Kintamani, Bangli, dalam persidangan di Pengadilan Tipikor, Denpasar, Kamis (21/8/2025). (Dok. Tipikor Denpasar)
Foto: Salah satu terdakwa korupsi BUMDes Jaya Giri, Desa Subaya, Kecamatan Kintamani, Bangli, dalam persidangan di Pengadilan Tipikor, Denpasar, Kamis (21/8/2025). (Dok. Tipikor Denpasar)
Denpasar -

Direktur Badan Usaha Milik Desa (BUMDes) Jaya Giri, Desa Subaya, Kecamatan Kintamani, Bangli, Ni Nengah Suantari (31) dituntut selama dua tahun penjara. Sekretarisnya, Ni Putu Januartini (24), juga dituntut hukuman penjara selama satu tahun. Keduanya dituntut penjara lantaran korupsi dan merugikan keuangan negara hingga Rp 210 juta.

Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejaksaan Negeri (Kejari) Bangli, Kadek Teguh Dwi Putra Jayakesunu, menilai Suantari dan Januartini terbukti secara sah dan menyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi sesuai Pasal 3 juncto Pasal 18 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2021 sebagaimana dakwaan subsider penuntut umum.

Selain penjara, Suantari juga dituntut denda sebesar Rp 100 juta dan akan diganti hukuman penjara selama tiga bulan jika tidak dibayar. Tak cuma itu, JPU juga menuntut pidana tambahan, yakni membayar uang pengganti sebesar Rp 91.063.217. Jika tidak dibayar dalam satu bulan, maka harta bendanya disita oleh jaksa dan dilelang sebagai uang pengganti.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Bila hartanya tidak mencukupi, terdakwa akan menjalani pidana penjara pengganti selama 1 tahun," ungkap Teguh dalam persidangan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Denpasar, Kamis (21/8/2025).

Sementara itu, Januartini juga dituntut untuk membayar denda Rp 100 juta dengan ketentuan yang sama dengan Suantari. Namun, keponakan perbekel Desa Subaya yang juga menjabat sebagai Sekretaris juga Kepala Unit Simpan Pinjam BUMDes Jaya Giri itu tidak ada kewajiban untuk membayar uang pengganti.

ADVERTISEMENT

Kronologi Kasus

Kasus ini bermula dari pengelolaan uang BUMDes yang tidak beraturan sejak Januari 2021 hingga Desember 2023. Para terdakwa tidak melaksanakan mekanisme pencatatan kas dan penyimpanan anggaran.

BUMDes Jaya Giri yang berdiri sejak 16 Juli 2012 memiliki modal awal Rp 1,020 miliar dari Dana Gerbang Sadu Mandara Provinsi Bali serta tambahan penyertaan modal Rp 25 juta. Sempat bermasalah pada 2012-2019, dibentuklah panitia khusus penyelesaian pada 2020 untuk pembentukan pengurus baru.

Saat itu, Suantari ditunjuk sebagai direktur dan Juniartini sebagai sekretaris serta Ni Cening Miryani sebagai bendahara. Mereka bertiga ditetapkan lewat Surat Keputusan (SK) Perbekel pada 22 Desember 2020.

Menariknya, saat serah terima, pengelolaan tercium korupsi. Diawali Suantari yang menerima modal dan aset BUMDes sebesar Rp 1.021.471.640. Namun, dari jumlah itu, kas tunai yang diterimanya hanya Rp 50 juta, padahal berita acara serah terima dari panitia khusus kepada Perbekel tercatat Rp 53 juta.

"Selisihnya Rp 3 juta, itu belum pernah diserahkan perbekel Nyoman Diantara kepada Suantari," jelas Teguh.

Sejak Januari 2022, BUMDes Jaya Giri menjalankan usaha simpan pinjam dan peternakan sapi, serta membuka rekening di Bank BPD Bali. Pada awal 2021, Bendahara Ni Cening Miryani cuti melahirkan lalu mengundurkan diri pada Mei 2021. Jabatan yang kosong pun tidak pernah dibawa ke musyawarah desa untuk dicari penggantinya.

Hingga akhirnya, Suantari diminta untuk menjadi bendahara bersama Januartini. Dari sini, mulai ada ketidakbaikkan, laci filling cabinet dipegang bergantian baik Suantari, Januartini dan Kepala Unit Peternakan, Ketut Wiriata. Nahas, penyetoran tabungan nasabah senilai Rp 4.310.000 tidak dicatat di rekening BUMDes. "Hanya disimpan di laci terdakwa," lanjut Teguh.

Unit usaha simpan pinjam terdapat pencairan kredit sebesar Rp 1 juta kepada saksi Wayan Mertaasih pada Februari 2021 dan Rp 1 juta dari saksi atas nama Ni Ketut Suartini pada Maret 2021, tetapi tidak pernah dibayar maupun ditagih Januartini yang menjabat sebagai kepala unit.

Dana BUMDes juga digunakan membuka rekening BRI Link atas nama Ni Nengah Suantari, lalu disetor modal awal Rp 45 juta dari kas BUMDes, tetapi tanpa melalui mekanisme musyawarah desa.

"Terdakwa bersama Nyoman Diantara, meminjam sejumlah uang dari BUMDes untuk keperluan pribadi seperti membayar angsuran bank dan kegiatan adat tanpa pencatatan resmi," imbuh Teguh.

Semua kejanggalan akhirnya terungkap dalam musyawarah di Kantor Desa Subaya pada 17 Februari 2022. Para terdakwa dan I Ketut Wiriata mengakui telah menggunakan uang kas BUMDes untuk kepentingan pribadi dan juga menandatangani surat pernyataan utang. Masing-masing I Nyoman Diantara Rp 134.783.449, Ni Nengah Suantari Rp 85.200.000, Ni Putu Januartini Rp 35.000.000 dan I Ketut Wiriata Rp 5.800.000.

Mengenai pengembalian, I Nyoman Diantara mengembalikan Rp 15.715.000 pada Desember 2023, Ni Puti Januartini Rp 30 juta pada Juni 2022 dan Rp 19.352.000 pada Agustus 2024. Sedangkan I Ketut Wiriata membayar semua pada Februari 2022.

Menurut jaksa, para terdakwa melakukan ini untuk memperkaya diri, Ni Nengah Suantari sebesar Rp 89.063.267, I Nyoman Diantara Rp 119.783.449, Wayan Mertaasih Rp 1 juta dan Ni Ketut Suartini Rp 1 juta. Sehingga total kerugian negara mencapai Rp 210.846.716.

Halaman 2 dari 2


Simak Video "Video Bupati Pati Kembalikan Uang Dugaan Korupsi, KPK: Tak Hapus Pidananya"
[Gambas:Video 20detik]
(iws/iws)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Hide Ads