Gugatan Praperadilan ke Polres Klungkung soal Dugaan Penyiksaan Ditolak

Ni Komang Ayu Leona Wirawan - detikBali
Rabu, 06 Agu 2025 21:04 WIB
Foto: Sidang putusan praperadilan kasus dugaan penyiksaan I Wayan Suparta oleh aparat Polres Klungkung. (Ni Komang Ayu Leona Wirawan)
Klungkung -

Sidang praperadilan dengan nomor perkara 4/Pid.Pra/2025/PN Srp atas dugaan salah tangkap dan penyiksaan terhadap I Wayan Suparta (48) yang dilakukan oleh Polres Klungkung resmi berakhir. Hakim tunggal Agewina memutuskan menolak gugatan Suparta dalam sidang di Pengadilan Negeri (PN) Semarapura, Rabu (6/8/2025).

"Hakim menilai bahwa seluruh tuntutan dan permohonan praperadilan yang diajukan pemohon bukanlah objek dan wewenang dalam ruang lingkup praperadilan. Dengan demikian permohonan praperadilan haruslah dinyatakan tidak dapat diterima," ucap Agewina saat membacakan amar putusan berjumlah 100 halaman itu.

Alasannya, pemeriksaan atas diri pemohon, Agewina menilai, masih dalam proses penyelidikan dan belum adanya proses penangkapan, penahanan, penggeledahan ataupun penyitaan terhadapnya. Dengan ini, petitum (tuntutan pemohon) otomatis tidak lagi relevan untuk dimohonkan lewat lembaga praperadilan.

"Melihat fakta persidangan bahwa pemohon dalam proses penyelidikan mengalami sejumlah kekerasan atau tindakan kesewenang-wenangan dari aparat Polres Klungkung, hakim berpendapat pemohon dapat mengajukan tuntutan baik perdata maupun pidana. Namun, bukan melalui lembaga praperadilan," tutur Agewina.

Agewina menyebut dirinya sebagai hakim hanya mempertimbangkan alat bukti yang mempunyai relevansi terhadap perkara sehingga alat bukti yang dinilai tidak relevan akan dikesampingkan. Begitu pula dengan aspek formil permohonan dan isi petitum yang diajukan oleh pemohon yang menjadi bahan pertimbangan prioritas.

Untuk itu, amicus curiae (analisis hukum sahabat pengadilan) yang berasal dari lembaga kajian hukum dan peradilan serta organisasi masyarakat sipil seperti LeIP, Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada, KontraS, dan Rechforma tidak turut menjadi pertimbangan, melainkan hanya melihat fakta persidangan.

Adapun fakta persidangan bersumber dari alat bukti yang dihadirkan pihak pemohon berupa 30 alat bukti surat, dua orang saksi, dan satu orang ahli pidana maupun pihak termohon yang berupa 28 alat bukti surat dan satu orang ahli pidana.

"Kami merasa penting dalam permohonan ini hakim bisa melihat bahwa kasus-kasus pelanggaran KUHAP, tindakan polisi dalam melakukan upaya paksa atau serupa itu banyak sekali dilakukan di luar tahapan penyidikan. Ini justru jadi permasalahan karena orang tidak mendapatkan keadilan," ujar Rezky Pratiwi, salah satu kuasa hukum pemohon yang berasal dari Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Bali.

Rezky menambahkan bahwa akan menjadi kebingungan di masyarakat untuk melaporkan kejadian serupa pada masa mendatang jika lembaga praperadilan sendiri menganggap itu bukan bagian dari kewenangannya.

Kendati menghormati putusan hakim, dia mengungkapkan kekecewaannya karena hakim tidak memanfaatkan ruang yang tersedia untuk melakukan penemuan hukum.

"Putusan tersebut tentu akhirnya tidak bisa memberikan keadilan. Bukan hanya pada Suparta selaku korban penyiksaan polisi, tetapi gagal memberikan keadilan bagi korban-korban serupa yang mengalami kejadian yang sama," sambung Rezky.



Simak Video "Video: Praperadilannya Ditolak, Nadiem Kembali Diperiksa Kejagung"


(hsa/hsa)
Berita Terkait
Berita detikcom Lainnya
Berita Terpopuler

Video

Foto

detikNetwork