I Nyoman Berata (49), mantan Ketua Lembaga Perkreditan Desa (LPD) Adat Ngis, Desa Tembok, Kecamatan Tejakula, Buleleng, divonis 8 tahun dan 6 bulan penjara atau 8,5 tahun dalam sidang di Pengadilan Tipikor Denpasar, Rabu (30/7/2025). Berata juga diwajibkan membayar uang pengganti kerugian negara sebesar Rp 13,3 miliar.
Saat membacakan amar putusan setebal 239 halaman, majelis hakim pimpinan Putu Gede Novyartha tegas menyatakan Berata bersalah melakukan tindak pidana korupsi yang merugikan negara Rp 13,3 miliar. Hal itu sesuai dengan fakta-fakta yang terungkap di persidangan.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Menjatuhkan pidana penjara terhadap terdakwa selama 8 tahun 6 bulan dikurangi selama terdakwa berada di dalam tahanan dan denda sebesar Rp 500 juta subsidair 3 bulan kurungan," kata Novyartha yang juga Kepala PN Tabanan itu.
Novyartha membeberkan perbuatan Berata terbukti melanggar Pasal 2 ayat (1) juncto Pasal 18 ayat (1) huruf a dan b UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tipikor sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tipikor junco Pasal 64 ayat (1) KUHP.
Uang pengganti yang wajib dibayarkan Berata lebih besar dari tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU) Ni Wayan Yusmati dkk, yakni sebesar Rp 10,4 miliar.
Hakim juga menyatakan jika Berata tidak membayar uang pengganti paling lama satu bulan sesudah putusan pengadilan memperoleh kekuatan hukum tetap, maka harta bendanya akan disita.
"Apabila terdakwa tidak mempunyai harta benda yang mencukupi untuk membayar uang pengganti maka diganti dengan pidana penjara selama 6 tahun," jelas Novyartha.
Meski uang pengganti lebih besar, tapi hukuman penjara yang diterima Berata lebih ringan dibandingkan dengan tuntutan jaksa. Sebelumnya, Berata dituntut dengan hukuman 10 tahun 9 bulan.
Atas putusan majelis hakim, Berata menyatakan menerima setelah berkomunikasi dengan penasihat hukumnya, I Nyoman Agung Sariawan. Sementara, jaksa menyatakan pikir-pikir.
Sebagaimana terungkap di persidangan, Berata didakwa atas 177 kredit fiktif yang membuat LPD Ngis merugi sebesar Rp 13,3 miliar. Berata melakukan pinjaman dengan modus kredit fiktif atas nama terdakwa sendiri, nama keluarga, dan nama orang lain yang tidak dilengkapi surat perjanjian pinjaman (SPP) maupun jaminan lainnya.
Berata juga menarik lalu menggunakan dana simpanan berjangka alias deposito milik nasabah LPD Desa Adat Ngis secara diam-diam tanpa sepengetahuan nasabah pemilik deposito.
Ia juga melakukan penarikan dana tabungan sukarela milik nasabah, tanpa sepengetahuan dan seizin pemilik tabungan. Berata yang juga berpengalaman sebagai kasir LPD Ngis sudah mengetahui mekanisme pengelolaan keuangan LPD tersebut. Akhirnya, Berata mengalami kesulitan membayar pokok angsuran dan bunga pinjaman.
Setelah kesulitan, Berata justru kembali melakukan pinjaman pada LPD menggunakan nama-nama keluarganya. Hal itu ia pergunakan untuk membayar pokok angsuran dan bunga pinjaman sebelumnya. Lantas, duit pinjaman yang masih tersisa digunakan untuk keperluan pribadi atau memperkaya diri sendiri.