Anggota DPR RI Akan Temui Kapolri Bahas Pemecatan Ipda Rudy Soik

Anggota DPR RI Akan Temui Kapolri Bahas Pemecatan Ipda Rudy Soik

Simon Selly - detikBali
Selasa, 15 Okt 2024 16:13 WIB
Ipda Rudy Soik saat memberikan keterangan kepada wartawan di Kupang, Selasa (15/10/2024).
Foto: Rudy Soik. (Yufengki Bria/detikBali)
Kupang -

Anggota DPR RI Rahayu Saraswati Djojohadikusumo menyoroti pemecatan Ipda Rudy Soik sebagai anggota Polri oleh Polda Nusa Tenggara Timur (NTT). Rahayu bersama anggota DPR lain akan bertemu Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo untuk membahas masalah itu.

Saraswati menduga masih banyak kasus serupa seperti yang dialami Rudy Soik di seluruh Indonesia.

"Menurut saya kalau bisa, semua kasus yang mungkin ada indikasi hal serupa terjadi di Indonesia di mana polisi bagus dan lurus serta bersih kemungkinan dikorbankan karena kepentingan oknum harus ditelusuri," terang Saraswati dalam rilis media yang dikonfirmasi ulang detikBali, Selasa (15/10/2024).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Saya sudah sampaikan kepada para kolega yang kemungkinan besar akan bermitra dengan Kapolri," tambah anggota DPR dari Partai Gerindra itu.

Menurut Saras -sapaannya- putusan Pemberhentian Tidak dengan Hormat (PTDH) terhadap Rudy Soik yang berupaya mengungkap jaringan mafia bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi di NTT menjadi kemunduran bagi Polri. Seharusnya, Saras menegaskan, Rudy mendapat apreasiasi, bukan malah dipecat.

"Ini merupakan kemunduran institusi penegak hukum. Seharusnya kepolisian memberikan apresiasi atas kerja-kerja anggota polisi seperti Saudara Rudy Soik, yang banyak membuka tabir kasus-kasus yang merugikan banyak orang," beber keponakan presiden terpilih Prabowo Subianto itu.

Saraswati menilai Rudy memiliki latar belakang yang baik dan dikenal sebagai polisi berintegritas dan pemberani karena kerap mengungkap kasus penting. Menurutnya, Rudy dikenal berhasil dalam menangani kasus-kasus perdagangan orang di Kupang. Saras menduga ada pihak-pihak yang merasa terancam dengan penyelidikan Rudy karena bisnisnya terganggu.

"Saudara Rudy memiliki track record yang baik dalam menjalankan tugas-tugasnya sebagai anggota kepolisian," tegas Saras.

Menurut Saras, indikasi Rudy dianggap 'mengganggu' salah satunya ketika dia dipindahkan ke bagian lain saat mengungkap kasus perdagangan orang di NTT. Saras mengatakan Rudy dianggap mengobrak-abrik ketenangan bisnis 'bajual manusia' alias perdagangan orang yang perputaran uangnya besar.

"Penyidikan Rudy yang cepat dan tidak memikirkan ada oknum-oknum tertentu yang mem-back up bisnis yang melanggar hukum tersebut dinilai jadi alasan Rudy dimutasi," ulas Saras.

Demikian pula ketika Rudy berupaya membongkar jaringan mafia BBM yang diduga dibekingi oleh oknum pemerintah dan penegak hukum. Saras mengatakan Rudy justru dipermasalahkan dan dinilai melanggar kode etik Polri.

Dia pun sangat menyayangkan PTDH yang dijatuhkan kepada Rudy Soik. Menurutnya, PTDH terjadi jika anggota kepolisian melakukan tindakan pelanggaran hukum yang berat.

"Pelanggaran berat apa yang dilakukan bersangkutan sehingga layak diberhentikan dengan tidak hormat?" cecar Saras.

Untuk itu, Saras meminta Polri melakukan evaluasi terhadap putusan PTDH Rudy Soik. Ia mendukung langkah Rudy mengajukan banding atas putusan Komisi Kode Etik Profesi (KKEP) Polri Polda NTT tersebut.

"Saya mengimbau seharusnya kepolisian, khususnya tim etik melakukan evaluasi pelanggaran seperti apa sehingga sampai pada pemberhentian," tegas anggota DPR Fraksi Gerindra dari Daerah Pemilihan (Dapil) Jakarta III itu.

Sementara itu, Mabes Polri belum berencana mengambil alih kasus Ipda Rudy Soik yang mendapat putusan Pemberhentian Tidak dengan Hormat (PTDH) alias dipecat dalam sidang Komisi Kode Etik Polri (KKEP) di Polda Nusa Tenggara Timur (NTT). Kadiv Propam Polri Irjen Abdul Karim menegaskan PTDH terhadap Rudy Soik merupakan kewenangan Polda NTT.

"Itu wewenang Polda, kami hanya asistensi saja," ujar Abdul Karim singkat saat diwawancarai di Jakarta, dikutip dari video 20Detik, Selasa.

Sebelumnya, Polda NTT membantah pemecatan terhadap Ipda Rudy Soik karena pemasangan garis polisi di rumah warga bernama Ahmad Ansar dan Algajali Munandar. Dia dipecat karena mekanisme prosedur penanganan penyelidikan BBM yang tidak sesuai prosedur operasi standar (SOP).

"Kami tegaskan bukan karena pasang garis polisi baru PTDH, tetapi penyelidikan BBM tidak sesuai SOP yang berlaku. Sehingga dari hasil itu kami lakukan pemeriksaan dengan menghadirkan sejumlah saksi, ternyata bukan penegakan hukum tetapi penertiban dengan kata penertiban, maka dia melakukan tindakan sewenang-wenang memasang garis polisi," ujar Kabid Propam Polda NTT Kombes Robert Anthoni Sormin saat konrensi pers di Mapolda NTT, Minggu (13/10/2024).

Menurut Sormin, alasan pemecatan itu karena terdapat tujuh kasus yang memberatkan mantan KBO Satreskrim Polresta Kupang Kota, itu. Salah satunya pernah diproses pidana pada 2015 dengan mendapat vonis empat bulan kurungan.

"Hal-hal itu yang menjadi pemberatan di dalam proses sidang KKEP Polri kemarin. Sehingga kami putuskan PTDH," jelas Sormin.

Akibat dari pemasangan garis polisi, Sormin berujar, Algajali mengalami gangguan psikologi. Ahmad juga demikian. Pekerjaannya pun diberhentikan sementara karena mereka dituduh melakukan tindak pidana penimbunan BBM jenis solar subsidi.




(hsa/hsa)

Hide Ads