Banding, Eks Walkot Bima DIvonis 7 Tahun-Bayar Uang Pengganti Rp 1,4 M

Banding, Eks Walkot Bima DIvonis 7 Tahun-Bayar Uang Pengganti Rp 1,4 M

Ahmad Viqi - detikBali
Selasa, 06 Agu 2024 17:02 WIB
Muhammad Lutfi bekas Walikota Bima. Foto: (Ahmad Viqi/detikBali).
Foto: Muhammad Lutfi bekas Wali Kota Bima. (Ahmad Viqi/detikBali)
Mataram -

Hakim Pengadilan Tinggi (PT) Nusa Tenggara Barat (NTB) menjatuhkan vonis tujuh tahun penjara terhadap mantan Wali Kota Bima, Muhammad Lutfi. Sidang banding perkara korupsi itu digelar, Selasa (6/8/2024) dengan Hakim Ketua I Wayan Wirjana bersama dua Hakim Anggota Gede Ariawan dan Rodjai S. Irawan.

Vonis tersebut menguatkan vonis serupa yang dijatuhkan majelis hakim Pengadilan Tipikor Mataram. Namun, dalam vonis banding, PT NTB menambah hukuman terhadap Lutfi dengan kewajiban membayar uang pengganti sebesar Rp 1,4 miliar.

Dalam vonis di Pengadilan Tipikor, Lutfi dinyatakan hanya melakukan pemufakatan jahat. Kini dia dinyatakan terbukti melakukan pemufakatan jahat dan gratifikasi dalam pengadaan barang dan jasa di lingkup Pemerintah Kota (Pemkot) Bima tahun 2018-2022.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Majelis mengadili, menyatakan terdakwa terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi sebagaimana dalam dakwaan kesatu dan tindak pidana korupsi secara bersama-sama, beberapa kali yang masing-masing dipandang sebagai perbuatan yang berdiri sendiri, sebagaimana dalam dakwaan kedua," kata Wayan membaca vonis.

Majelis Hakim I Wayan Wirjana menjatuhkan vonis terdakwa dengan pidana penjara selama 7 tahun dan denda sebesar Rp 250 juta. Menurut Wayan, jika terdakwa tidak membayar denda, maka diganti dengan pidana kurungan.

"Dengan ketentuan, apabila denda tersebut tidak dibayar, diganti dengan pidana kurungan selama 6 bulan," ujarnya.

Wayan mengatakan dakwaan ke satu itu berkaitan dengan pemukatan jahat sesuai dengan Pasal 12 huruf i juncto Pasal 15 UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Sedangkan dakwaan kedua mengenai gratifikasi, sebagaimana diatur dalam Pasal 12 B juncto Pasal 18 UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP juncto Pasal 65 ayat (1) KUHP.

Dengan demikian, Lutfi dinyatakan terbukti melakukan gratifikasi oleh hakim PT NTB dengan menghukum terdakwa Muhammad Lutfi untuk membayar uang pengganti sebesar Rp 1,4 miliar.

Jika terdakwa tidak membayar uang pengganti paling lama putusan tersebut mempunyai kekuatan hukum tetap, maka harta bendanya disita dan dilelang jaksa untuk menutupi uang pengganti.

"Apabila tidak mempunyai harta benda yang mencukupi, maka dipidana dengan pidana penjara selama 1 tahun," kata Wayan.

Dalam putusannya, hakim PT NTB menetapkan masa penangkapan dan penahanan yang telah dijalani terdakwa dikurangkan dari pidana yang telah dijatuhkan tersebut. "Menetapkan agar terdakwa tetap berada dalam tahanan," sebutnya.

Hukuman pidana penjara 7 tahun yang dijatuhi hakim PT NTB itu, sama dengan putusan hakim Pengadilan Tipikor Mataram. Namun, yang menjadi pembeda ialah putusan hakim Pengadilan Tipikor Mataram yang tidak menghukum terdakwa untuk membayar uang pengganti sebesar Rp 1,4 miliar.

Putusan hakim tingkat banding dan pertama tersebut lebih ringan dari tuntutan jaksa penuntut dari Komisi Pemberantas Korupsi (KPK). Sebelumnya, jaksa penuntut meminta agar majelis hakim menjatuhkan terdakwa dengan pidana penjara selama 9 tahun 6 bulan kepada Lutfi.

Lutfi juga dituntut pidana denda sebesar Rp 250 juta subsidair 6 bulan. Dalam tuntutan jaksa lainnya, membebani agar terdakwa membayar uang pengganti sebesar Rp 1,950 miliar dikurangi Rp 30 juta. Sehingga uang pengganti yang harus dibayarkan terdakwa sebesar 1,920 miliar subsidair 1 tahun.




(hsa/iws)

Hide Ads