Bekas Wali Kota (Walkot) Bima, Nusa Tenggara Barat (NTB), Muhammad Lutfi, mengajukan banding terkait putusan tujuh tahun penjara. Vonis itu didapatkannya dalam perkara korupsi pengadaan barang dan jasa di lingkup kerja Pemerintah Kota (Pemkot) Bima periode 2018-2022.
Juru Bicara Pengadilan Negeri (PN) Mataram Kelik Trimargo mengatakan Muhammad Lutfi mengajukan upaya hukum banding melalui penasihat hukumnya Abdul Hanan atas putusan Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada PN Mataram Nomor 3/Pid.Sus-TPK/2024/PN Mtr tertanggal 3 Juni 2024.
"Muhammad Lutfi melalui penasihat hukumnya sudah menyatakan banding atas putusan pengadilan tingkat pertama," kata Kelik, Selasa (11/6/2024).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Selain terdakwa, jaksa penuntut umum (JPU) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) juga mengajukan banding. Namun, PN Mataram belum menerima memori banding, baik dari penasihat hukum Muhammad Lutfi maupun JPU KPK.
"Baru menyatakan banding saja, untuk memori belum diajukan. Memori banding, masih bisa diajukan belakangan, sebulan setelah putusan, itu masih bisa," kata dia.
Sebelumnya, Ketua Majelis Hakim PN Tipikor Mataram Putu Gde Hariadi mengadili dan menjatuhkan pidana terhadap terdakwa Muhammad Lutfi dengan pidana penjara selama tujuh tahun.
"Terdakwa divonis 7 tahun penjara. Selain pidana kurungan, majelis menjatuhkan pidana denda Rp 250 juta subsider 6 bulan kurungan pengganti," kata Hariadi didampingi hakim karier Agung Prasetyo dan hakim ad hoc Tipikor Mataram Djoko Soepriyono dalam sidang vonis, Senin (3/6/2024).
Hakim menjatuhkan vonis demikian kepada terdakwa dalam masa jabatan sebagai Walkot Bima periode 2018-2023 telah terbukti melakukan pemufakatan jahat, baik secara langsung maupun tidak langsung dengan sengaja turut serta dalam pemborongan, pengadaan, atau persewaan.
Dalam hal pemufakatan jahat, hakim menerangkan dalam pertimbangan putusan, Muhammad Lutfi melakukan hal tersebut secara bersama-sama dengan Eliya (istri terdakwa), Muhammad Maqdis, Muhammad Amin, Iskandar Zulkarnain, Agus Salim, dan Fahad.
Terdakwa didakwa melanggar Pasal 12 huruf i juncto Pasal 15 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tipikor. Aturan itu sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 tahun 2001.
Dakwaan tersebut menguraikan tentang Pasal 12 B juncto Pasal 18 UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tipikor sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP juncto Pasal 65 ayat (1) KUHP.
(hsa/dpw)