Terungkap fakta baru pada kasus dugaan penodaan Hari Raya Nyepi di Desa Sumberklampok, Kecamatan Gerokgak, Kabupaten Buleleng, Bali dalam persidangan di Pengadilan Negeri (PN) Singaraja. Parisada Hindu Dharma Indonesia (PHDI) Bali ternyata sempat bersurat mengenai kasus tersebut.
PHDI sempat berkirim surat ke Kepolisian Resor (Polres) Buleleng dan Kejaksaan Negeri (Kejari) Buleleng. Surat yang dikirimkan PHDI intinya memohon proses hukum dugaan penodaan Hari Raya Nyepi dilanjutkan.
Kepala Seksi Intelijen (Kasi Intel) Kejari Buleleng Ida Bagus Alit Ambara Pidada membenarkan adanya surat tersebut. Surat diterima sebelum penyerahan tersangka, barang bukti, dan berkas perkara dari penyidik Polres Buleleng ke Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejari Buleleng.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Di Kejaksaan kami terima sebelum tahap dua. Nggih (surat PHDI) salah satunya juga menjadi pertimbangan tidak melalui RJ," terang Alit, Kamis (1/2/2024).
PHDI dalam suratnya ke Kejari Buleleng meminta agar perkara penodaan Hari Raya Nyepi diselesaikan melalui proses persidangan. PHDI juga menilai proses hukum tidak hanya bisa memberikan efek jera kepada pelaku, tapi juga sebagai pembelajaran bagi masyarakat.
Penasihat Hukum (PH) terdakwa, Agus Samijaya menilai surat dari PHDI ke Polres Buleleng dan Kejari Buleleng sebagai bentuk intervensi terhadap peradilan.
"Ini sangat tidak boleh dan ini terungkap baik ke Polres dan Kejaksaan. Ini akhirnya kami mengambil kesimpulan jangan-jangan gagalnya restorative justice (RJ) gara-gara surat PHDI ini," katanya.
"Padahal PHDI kabupaten, PHDI kecamatan sudah menyetujui dan sepakat untuk penyelesaian secara restorative justice dan perdamaian di lapangan. Seperti yang disampaikan oleh kepala desa, penyelesaian ini diselesaikan diselesaikan secara desa mawacara (kekhasan desa setempat) dan desa kala patra (sesuai tempat, waktu, dan keadaan)," imbuhnya.
Agus Samijaya menyimpulkan tidak ada ujaran kebencian yang diungkapkan oleh para terdakwa atau kliennya. Kesimpulan itu ia ambil dari keterangan kepala desa (kades), bendesa, dan bakamda yang dihadirkan sebagai saksi di persidangan.
Menurutnya, yang terjadi dalam peristiwa tersebut hanya pembukaan portal TNBB secara paksa menuju Pantai Prapat Agung saat Nyepi. "Itu dikuatkan keterangannya oleh ketiga saksi, baik oleh pelapor maupun bendesa adat. Jadi dia hanya membuka tali portal dan membuka portal," jelasnya.
Seperti diketahui, Kades Sumberkelampok Wayan Sawitra Yasa, Bendesa Adat Sumberkelampok Putu Artana, dan Bakamda Desa Sumberkelampok Putu Sumerta bersaksi dalam sidang di PN Singaraja. Mereka bersaksi atas kasus dugaan penodaan Hari Raya Nyepi.
Ketiga saksi kompak meminta perkara dugaan penodaan Hari Raya Nyepi diselesaikan secara kekeluargaan. Mengingat desa adat telah menggelar paruman agung. Para pihak dalam paruman sepakat berdamai dan saling memaafkan. Laporan polisi juga telah dicabut.
(hsa/gsp)