Seorang anak asal Kabupaten Karangasem, Bali, menjadi korban tindak pidana perdagangan orang (TPPO). Perempuan berusia 12 tahun itu diupah Rp 300 ribu untuk melayani wisatawan domestik maupun warga negara asing (WNA) saat meminum bir.
"Anak ini baru berumur 12 tahun dari Karangasem. Kasihan juga baru berumur 12 tahun melakukan pekerjaan seperti itu," ungkap Kepala Unit Pelaksana Tugas Daerah Perlindungan Perempuan dan Anak (UPTD PPA) Provinsi Bali Luh Hety Vironika saat mengisi lokakarya pemberitaan kekerasan seksual di Kabupaten Badung, Jumat (15/9/2023).
Menurut Hety, anak korban TPPO itu memiliki latar belakang orang tua yang cuek dan sejak kecil sudah terbiasa menghidupi dirinya sendiri. Sebab, ayah dan ibu kandungnya cerai dan masing-masing dari mereka sudah tiga kali menikah.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Bapaknya sudah tiga kali (menikah), ibunya sudah tiga kali. Akhirnya, anaknya benar-benar tidak dihiraukan," ujar Hety.
Karena terbiasa mandiri, anak itu sudah tidak meminta uang kepada orang tuanya begitu menginjak bangku sekolah menengah pertama (SMP). Dari sanalah anak itu mendapat tawaran bekerja melayani tamu.
"Akhirnya dia keluar ada temannya ngerayu 'ayok kerja sama aku yuk, kerjanya gampang lho, enak, nemenin tamu Rp 300 ribu sekali temenin'. Maulah dia ke sana," tutur Hety.
"Yang ngajak ini kebetulan sudah besar (berusia dewasa). Jadi waktu ditangkap oleh polisi, dia enggak kena (aturan anak) karena dia sudah 21," tambahnya.
Sayangnya, Hety tak menjelaskan secara detail kapan peristiwa dugaan TPPO itu terungkap. Ia hanya menyebut bahwa anak itu akhirnya memilih untuk berhenti sekolah. "Dia sampai bilang kayak gini 'untuk apa Bu saya sekolah, sekolah juga nanti cari duit, sekarang saya juga cari uang'," ungkap Hety.
Kasus itu akhirnya ditangani oleh UPTD PPA Provinsi Bali. Anak korban TPPO itu kemudian dititipkan di sebuah yayasan dan mendapatkan konseling secara berkelanjutan.
Tak hanya melakukan penitipan dan konseling, UPTD PPA Provinsi Bali juga memberikan fasilitas pendidikan dengan sistem kejar paket kepada anak itu. "Anak-anak penyitaan kekerasan yang kami titipkan itu tidak dibiarkan begitu saja, harus tetap mereka punya skill," tandas Hety.
(iws/iws)