Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejari Buleleng menuntut terdakwa tindak pidana perdagangan orang (TPPO) Ida Susanti dengan hukuman sembilan tahun penjara.
Dalam amar tuntutan yang dibacakannya, JPU Made Heri Pratama menyebut terdakwa terbukti melakukan tindak pidana sebagaimana dakwaan kesatu melanggar Pasal 4 juncto Pasal 48 UU Nomor 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.
"Menjatuhkan pidana penjara selama sembilan tahun dikurangi selama terdakwa ditahan dengan perintah terdakwa tetap berada di tahanan," kata Heri dalam siaran pers, Kamis (15/6/2023).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Selain itu, wanita asal Desa Kayu Putih, Kecamatan Banjar, Buleleng itu juga dituntut membayar restitusi pengganti kerugian kepada korban sebesar Rp 42,1 juta dengan subsider 10 bulan penjara. Serta pidana denda sebesar Rp 400 juta subsider 10 bulan penjara.
Heri menjelaskan Susanti didakwa karena telah melakukan penipuan terhadap seorang perempuan berinisial NKL. Terdakwa menjanjikan NKL bekerja sebagai terapis spa di Hill Top Garden Resort And Spa, Sri Lanka.
NKL juga dijanjikan dengan gaji yang menggiurkan yakni sebesar 500 USD per bulan. Dengan biaya pemberangkatan sebesar Rp 21 juta.
Namun sesampainya di Sri Lanka, NKL justru dijadikan sebagai pekerja seks komersial (PSK) di spa plus-plus. "Terdakwa tidak menjelaskan bahwa di tempat spa terapis itu juga dapat memberikan pelayanan hubungan badan layaknya suami istri," jelasnya.
Heri menyebut selama berada di Sri Lanka, NKL mengalami eksploitasi dan ancaman psikis akibat dipekerjakan di tempat spa terapis plus-plus. Tempat tersebut tertutup dan dijaga ketat oleh keamanan.
Karena tidak mau memberikan layanan seksual, NKL pun tidak mendapat gaji. "Setelah dua minggu bekerja, saksi korban berhasil melarikan diri dan telah kembali ke Indonesia pada 3 November 2021," pungkasnya.
Heri menuturkan dalam kasus ini terdakwa bekerja sama dengan Muhamad Syeikh Hanifa asal Sri Langka dan seorang perempuan bernama Nurhayati Hendrayani alias Rara dalam merekrut calon pekerja. Namun, keduanya hingga saat ini belum ditangkap dan masih dalam daftar pencarian orang (DPO).
(nor/iws)