Setelah 24 tahun berdiri, Pura Majapahit GWK yang berlokasi di area Revayah Plaza, Garuda Wisnu Kencana (GWK), Jalan Raya Uluwatu, Ungasan, Badung akhirnya dibongkar, Kamis (6/4/2023). Diketahui, lahan tempat pura itu berdiri adalah milik Revayah Plaza.
Pantauan detikBali di lokasi, sebelum dibongkar, dilakukan upacara persembahyangan untuk memindahkan pratima (benda-benda simbol keagamaan yang disucikan) pura.
Pemangku Pura Majapahit GWK Mangku Ketut Arnawa mengatakan pratima-pratima tersebut akan dilarung di Pantai Melasti karena tidak ada yang mau bertanggung jawab.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Iya tidak mau bertanggung jawab. Tadi pagi sudah ada yang mau itu dibawa ke Pura Majapahit di Puri Gading tapi setelah dilakukan komunikasi pengempon pelinggih ya disuruh taruh di sini karena ada alat berat, tapi saya merasa bertanggung jawab sehingga akan saya larung di Pantai Melasti," tutur Arnawa.
Sementara itu, General Affair Revayah Plaza Benny Ratu mengatakan masalah antara pemilik lahan bernama Sinyo Hendradinata dengan pengempon Pura Majapahit GWK sudah selesai. Maka dari itu, hari ini diputuskan pura dibongkar.
"Terkait pembongkaran Pura Majapahit dan bangunan sekitarnya, sebelumnya kami melaksanakan upacara untuk memindahkan peralatan yang ada di sini jadi semuanya sudah selesai dan saya sampaikan di sini sudah tidak ada masalah, sudah clear, kami selesaikan secara teknis dengan keagamaan," tandasnya.
Benny juga meminta maaf kepada masyarakat bahwa apa yang ia lakukan hanyalah perintah sebagai karyawan.
"Saya minta maaf atas tindakan saya di lapangan dan itu perintah sebagai karyawan," kata dia.
Sebelumnya, terjadi polemik jelang pembongkaran pura. Pengempon (warga desa adat yang memelihara pura) setempat menolak pembongkaran.
Rencananya, Revayah Plaza akan mengembangkan kawasan wisata di atas lahan yang dibongkar. Pengembangan kawasan wisata diklaim dapat membuka lapangan kerja baru bagi warga.
Pada Selasa (4/4/2023), aktivis Ni Luh Jelantik yang hadir dalam mediasi memohon agar pemilik lahan memberi waktu tiga hari untuk membiarkan bangunan tersebut berdiri. "Minta sedikit saja diberi waktu supaya bangunan ini berdiri," tuturnya.
Namun, permohonan Ni Luh tersebut sia-sia. Negosiasi buntu dan penggusuran tetap dilakukan oleh pemilik lahan.
(hsa/hsa)