Kabupaten Belu adalah sebuah wilayah yang ada di Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) dan merupakan satu dari lima kabupaten yang berada di Pulau Timor. Kabupaten Belu berada paling ujung timur atau yang terdepan berbatasan dengan wilayah negara Timor Leste.
Pusat pemerintahan wilayah ini berpusat di Kota Atambua. Menelisik nama Belu, tidak lepas dari sejarah perkembangan suku Tetun yang cukup lama mendiami wilayah tersebut. Selain suku Tetun, juga ada suku lain yaitu Kemak, Bunaq (Bunak), dan Dawan, akan tetapi secara mayoritas adalah suku Tetun.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
A. Asal Usul Nama Belu
Sebagian besar mengenal wilayah Kabupaten Belu didiami oleh masyarakat dari suku Belu. Namun orang setempat merasa tidak lazim dengan sebutan itu, melainkan mereka adalah orang-orang suku Tetun.
Penduduk di Kabupaten Belu, pada umumnya berbahasa Tetun. Sumber lain, seperti dikutip dari buku berjudul "Etnografi Suku Tetun di Daerah Perbatasan Kabupaten Belu Provinsi Nusa Tenggara Timur", dijelaskan bahwa orang Belu sering juga disebut orang Tetun, Tettum atau Teto.
Pada masa kolonial Belanda menduduki Tanah Air, orang Belanda menyebut dan menulis sebutan suku Tetun dengan kata "Tettum". Akan tetapi, orang Tetun sendiri tidak mengenal huruf dan bunyi "M" pada setiap akhir kata dalam bahasa maupun dialeknya.
Beberapa sebutan lain di antaranya Emma Tetun atau orang Tetun, Lia Tetun (bahasa Tetun), Dale Tetun (berbicara Tetun), dan Rai Tetun (tanah atau wilayah Tetun). Seiring waktu, bahasa suku Tetun pun menggema.
Dalam ulasan itu juga terungkap pengucapan kata "Belu" yang mulai familiar di kalangan orang-orang Belanda. Kata "Belu" akhirnya kerap diucap oleh orang Belanda untuk memanggil orang yang tidak dikenal di kawasan itu.
Kebiasaan ini, konon meniru orang suku Dawan yang menyapa dengan sebutan "Hoi Belu" yang berarti "hai sahabat". Namun demikian, sapaan itu tidak biasa atau tidak boleh digunakan terhadap para sahabat dekat, karena panggilan tersebut mempunyai konotasi mengasingkan diri sehingga dikhawatirkan akan merusak hubungan baik antar sesama orang suku Tetun.
Di sisi lain, ada juga versi yang menyebut bahwa kata "Belu" adalah nama yang diberikan oleh orang Atoni, sedangkan Teto untuk Tetun adalah nama yang diberikan oleh orang Portugis. Hanya saja mereka sendiri lebih suka menyebut dirinya orang Tetun.
B. Terbentuknya Kabupaten Belu
Dikutip dari portal resmi Pemkab Belu, Kabupaten Belu berdiri pada 20 Desember 1958 berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 69 Tahun 1958 dengan kota Atambua sebagai ibukota kabupaten. Pada awal pembentukannya, Kabupaten Belu terdiri dari 6 kecamatan.
Sebelum itu, sistem pemerintahan di Belu terkait dengan munculnya kerajaan Wesei Wehali yang dalam tuturan lisan disebut "Wesei Wehali Wato Maubesi" dan berpusat di Laran, Belu Selatan dan kerajaan-kerajaan lainnya. Seperti Fialaran/Fehalaran dan Futuaruin.
Pada awalnya, kesatuan pemerintahan masyarakat Timor adalah tiap-tiap suku dan kepalanya bertindak sebagai pemerintah. Kedatangan bangsa Eropa terutama Portugis dan Belanda pun mengubah sistem pemerintahan atau kekuasaan tradisional yang ada di NTT, termasuk di Belu menjadi sistem pemerintahan barat.
Antara Portugis dan Belanda terjadi persaingan dan masing-masing berusaha mengadakan persekutuan dengan para penguasa lokal. Dengan kekuatan dan taktiknya Belanda berhasil menggeser pengaruh Portugis di pulau Flores dan Timor bagian barat, seperti dikutip dari Etnografi Suku Tetun di Daerah Perbatasan Kabupaten Belu Provinsi Nusa Tenggara Timur.
Pada 6 Juni 1735 Belanda berhasil mengadakan perjanjian sepihak dengan raja-raja Timor, Solor, dan Sumba yang memberikan monopoli dagang pada Belanda dan mengakui kedaulatan Belanda. Usaha-usaha tersebut terus dilanjutkan sehingga dari 1900 sampai tahun 1927 telah terjadi 73 buah kontrak Korte Verklaring dengan raja-raja kecil di NTT.
Untuk mengatasi persaingan maka diadakan perjanjian Lisbon antara Portugis dan Belanda pada 10 Juni 1893 yang ditandatangani pada 1 Oktober 1904 dengan menetapkan pembagian wilayah yakni Portugis menguasai daerah Timor Timur dan Belanda Timor bagian barat atau yang sekarang wilayah NTT.
Dalam melaksanakan pemerintahan di NTT, Belanda berdasarkan Zelf Beestur tahun 1909, 1919 dan 1938 yang tercantum Indische Staatblad nomor 331 dan nomor 372 Tahun 1916 menetapkan terbentuknya wilayah pemerintahan Karesidenan Timor dan sekitarnya (Residentie Timar en Onderhorigheden) dengan ibukotanya di Kupang.
Pada 24 Desember 1946 sebagai hasil Konferensi Denpasar maka berdirilah Negara Indonesia Timur (NIT), dengan demikian Belu juga termasuk wilayah NIT. Kemudian berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 21 tahun 1950 terbentuk Provinsi Sunda Kecil, seluruh wilayah NTT termasuk Belu jadi bagiannya.
Sementara berdasarkan Undang-Undang Darurat Nomor 9 Tahun 1954, nama Sunda Kecil diubah Nusa Tenggara. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 64 Tahun 1958, Provinsi Nusa Tenggara dibagi menjadi tiga daerah Swatantra Tingkat I, yakni Bali, Nusa Tenggara Barat dan Nusa Tenggara Timur.
Kemudian berdasarkan Undang-Undang Nomor 69 Tahun 1958 tentang pembentukan Daerah Tingkat II, maka untuk Daerah Tingkat I NTT terdiri dari 12 daerah Tingkat II. Salah satunya adalah Belu dengan ibukotanya di Atambua.
(nor/nor)