Kisah Layangan Bebean Metaksu dari Banjar Ketapian Kelod Denpasar

I Dewa Made Krisna Pradipta - detikBali
Sabtu, 09 Agu 2025 23:30 WIB
Layangan bebean bermotif hitam putih atau poleng dari Banjar Ketapian Kelod, Desa Sumerta, Denpasar, Bali. (Foto: Dok. Istimewa)
Denpasar -

Bagi orang Bali, bermain layang-layang tak hanya untuk bersenang-senang. Layang-layang berkaitan dengan tradisi agraris sekaligus ekspresi budaya. Bahkan, beberapa komunitas atau sekaa meyakini layang-layang yang mereka buat memiliki taksu atau energi yang tidak bisa dijelaskan secara logika.

Salah satunya layangan bebean di Banjar Ketapian Kelod, Desa Sumerta, Denpasar. Layangan bermotif hitam putih atau poleng itu merupakan tetamian atau warisan para pendahulu warga setempat dan dianggap memiliki energi spiritual yang kuat.

I Komang Tri Antara, pria asli Banjar Ketapian Kelod, kini mewariskan layangan sakral tersebut dari mendiang ayahnya. Menurutnya, layangan bermotif poleng itu pertama kali dibuat pada tahun 1970an.

Ayah Komang Tri, (alm) Wayan Puja, semula membuat layangan bebean berukuran sekitar 4 meter. Pada era tersebut, warga setempat merakit layangan menggunakan tali yang dibuat menggunakan bambu. Prosesnya pun cukup rumit. Bambu diraut sedemikian rupa kemudian disambung.

Semula, Komang Tri berujar, proses pembuatan layang-layang itu berjalan seperti biasa. Namun, dalam perjalanan, layang-layang yang dirakit ayah Komang Tri tiba-tiba ketakson atau memiliki energi spiritual.

"Saat proses penukuban (pemasangan sampul) diberilah bunga emas bekas duwe sesuhunan di Banjar Ketapian Kelod. Kebetulan saat itu diganti, dari pada dibuang, makanya ditaruh di layangan hitam putih itu," ujar Komang Tri kepada detikBali, Selasa (5/8/2025).



Simak Video "Video Motif Penusukan di Denpasar: Pelaku Tersinggung Ditatap Korban"


(iws/iws)
Berita Terkait
Berita detikcom Lainnya
Berita Terpopuler

Video

Foto

detikNetwork