Ribuan krama atau warga adat Batur, Kecamatan Kintamani, Bangli, siap mengiringi prosesi palebon Palinggih Dane Jero Gede Kawanan (Alitan) Batur, Jumat (24/1/2025). Pantauan detikBali, ribuan pasang mata sudah berkumpul di depan Puri Kawan Batur sejak pukul 08.00 Wita.
Pangemong Pura Ulun Danu Batur, Jero Penyarikan Duuran Batur, mewakili Jero Gede Duhuran Batur, menerangkan bahwa iring-iringan berlangsung pukul 12.00 Wita. Ribuan warga dari 10 desa sekitar Batur yang disebut Batun Sendi Batur bertugas untuk menggotong bade (tempat mengusung jenazah) setinggi 22 meter menuju Tunon atau setra.
"Prosesi palebon Palinggih Dane Jero Gede Kawanan diiringi ribuan krama dari Batur dan 10 desa Batun Sendi. Ada sebanyak 1.150 orang dari warga Batun Sendi yang bertugas menggotong bade ke setra," jelas Jero Penyarikan Duuran Batur, jelang prosesi.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Menurut Jero Penyarikan, pelaksanaan palebon Palinggih Dane Jero Gede Kawanan/Alitan menggunakan bade tumpang sia atau tingkat sembilan dengan patulangan (tempat pembakaran jenazah) Ikan Kaang. Kata dia, ini merupakan sarana yang spesial bagi mendiang yang merupakan pangemong atau tokoh yang dihormati masyarakat Batur.
Nantinya iring-iringan akan berjalan dari Puri Kawan Batur sejauh 670 meter menuju setra. Dalam iring-iringan akan dilengkapi dengan berbagai prosesi dan tari-tarian dan gamelan yang sama seperti pelaksanaan Pepada Agung saat Usaba.
"Yakni ada pemakaian Gong Gede, tari Baris Batur, sarana uparangga, dan dilanjutkan dengan iringan patulangan dan juga bade tumpang sia," jelasnya.
Jero Penyarikan menerangkan bahwa Patulangan Kaang dan Bade Tumpang Sembilan digunakan sebagai penghormatan terakhir ketika Palinggih Dane Jero Gede Alitan Batur Alitan lebar atau wafat. Hal itu tersurat di dalam lontar Pratekaning Usana Siwa Sasana yang adalah salah satu bagian dari lontar Rajapurana Pura Ulun Danu Batur.
"Pada lembar 19 lontar Pratekaning Usana Siwa Sasana dijelaskan bahwa Jero Gede Batur yang merupakan panyunggi Ida Bhatara Sakti Batur merupakan seorang danghyang (orang suci) sehingga ketika wafat dibenarkan menggunakan Bade Tumpang Sia dan Patulangan Kaang untuk Jero Gede Alitan dan Tumpang Solas (Sebelas) dan Lembu untuk Jero Gede Duhuran. Selain itu dibenarkan menggunakan bandusa tumpang salu serta mamanah toya di Pura Jati," jelas Jero Penyarikan.
Akademisi Prodi Sastra Jawa Kuna Universitas Udayana ini mengatakan penggunaan bade dan patulangan tersebut juga dikuatkan dengan konsep Jero Gede Batur sebagai Dalem Sesanglingan, yaitu sebagai representasi Dalem Bali untuk masyarakat subak dan Bali pegunungan.
Itulah sebabnya, lanjut Jero Penyarikan, kajang (semacam kain) yang digunakan dalam upacara palebon Jero Gede Alitan adalah Kajang Dalem. Sarana itu sangat spesial karena dianugerahkan langsung oleh Dalem Klungkung.
"Jero Gede Batur dalam susastra kami sesungguhnya adalah seorang raja rsi yang posisinya sangat sentral bagi masyarakat agraris subak dan masyarakat Bali pegunungan. Ini dapat kita lihat pula pada lontar Catur Dharma Kalawasan dan sejumlah tradisi di sejumlah Desa Batun Sendi Batur," kata dia.
![]() |
(nor/nor)