Nama maestro dongeng anak Bali, Made Taro, tentu tak asing bagi pecinta seni dan sastra. Berbagai karyanya telah dinikmati oleh banyak generasi. Taro mulai mendongeng sejak tahun 1973 dan hingga kini aktivitas itu masih digelutinya di usianya yang ke-85 tahun.
Aktivitas mendongeng telah dia lakukan sejak mengajar di SDN 2 Sesetan. Kemudian terus berlanjut hingga menghasilkan berbagai karya yang membuat namanya banyak dikenal.
"Jadi, di tahun 2023 pas saya 50 tahun melakukan kegiatan mendongeng itu," ucap pria asal Desa Segidu, Karangasem, Bali, ini saat ditemui di Art Center Denpasar, Bali, Selasa (23/7/2024) malam.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Ketertarikannya pada dunia dongeng berawal dari lingkungan keluarga. Saat dia kecil sering kali diberikan cerita bekal tidur berupa dongeng dari orang tuanya.
Menurutnya, itu menjadi momentum yang sangat menarik. Meskipun saat itu Taro yang masih kecil terkadang tak mengerti isi dari dongeng yang dituturkan orang tuanya tersebut.
"Tapi, apa yang tercantum di dalam dongeng itulah yang menyusup ke hati. Itulah yang dikatakan hasilnya 25 tahun yang akan datang. Bukan waktu itu hasilnya, tapi, setelah kita dewasa," kata Taro.
Taro mengaku inspirasi dalam membuat dongeng berawal dari tantangan. Yakin, banyaknya nilai karakter yang ditinggalkan oleh generasi. Itulah yang kemudian ingin dia ubah melalui dongeng dilahirkan.
"Misalnya menyinggung koruptor. Dongeng itu saya terbitkan menjadi dongeng-dongeng antikorupsi. Sudah itu banyak sekali anak-anak yang tidak hormat kepada orang tua. Itu sudah saya terbitkan menjadi seni tutur aku cinta ayah bunda," urai Taro.
Taro mengaku dalam perjalanannya selama ini mendongeng tak hanya dia lakukan bagi anak-anak, remaja dan dewasa. Namun, bagi para lansia.
Dia mengaku belajar banyak dari dongeng untuk lansia. Taro pun banyak mendapatkan pembelajaran dari dongeng-dongeng yang dia kumpulkan dari seluruh dunia.
Dalam pembelajaran tersebut, Taro menuturkan lansia akan meninggalkan dunia fana menuju ke dunia di atas. Nantinya, lansia ini pun tidak membawa apa-apa. Baik rumah, uang, dan kekayaan tidak akan dibawanya.
"Lalu apa yang saya bawa? Yang kamu bawa adalah apa yang kamu berikan. Oleh karena itu, saya banyak menulis buku sekarang dan saya berikan ke masyarakat kemanusiaan," akunya.
Taro menuturkan saat ini dia tengah mengerjakan bukunya yang ke-56. Dalam buku tersebut sebagian besar berisikan dongeng, permainan rakyat hingga lagu anak-anak atau gending rare.
Taro sejauh ini telah mengumpulkan 200 permainan di Bali. Sementara untuk ciptaannya sendiri sebanyak 21 permainan, salah satunya nganten ngantenan.
"Paling banyak disenangi adalah permainan sepit-sepitan. Itu kami ramu. Dalam permainan saya selalu libatkan tiga unsur dunia anak. Dongeng, permainan itu sendiri dan gending. Kalau tidak salah lebih dari 100 (lagu) yang saya ciptakan. Salah satunya Goak Maling," katanya.
Disinggung soal Rare Bali Festival 2024 yang memperingati Hari Anak Nasional sekaligus memuliakan 50 tahun pengabdian dirinya, Taro mengaku itu sebagai sebuah kejutan. Terlebih cerita hidupnya dibuat dalam bentuk film dokumenter dan ditayangkan saat festival. Rare Bali Festival sendiri digelar pada Selasa (23/7/2024)-Rabu (24/7/2024).
"Saya kok dipakai topik dan itu sangat menyenangkan saya," ujarnya.
Festival tersebut berisikan berbagai aktivitas budaya anak. Mulai dari permainan tradisional, seni hingga literasi. Taro pun berharap melalui festival tersebut tujuan dan cita-cita dirinya dalam melestarikan dongeng, permainan dan gending rare dapat terwujud.
"Itu semua adalah dunia anak. Ada sarjana mengatakan dongeng itu bukan saja bermanfaat pada waktu diciptakan. Tapi, justru sekarang sangat dibutuhkan karena mengandung nilai luhur," tandas Taro.
(hsa/hsa)