Malam pengerupukan atau sehari sebelum Hari Raya Nyepi identik dengan pawai ogoh-ogoh yang diarak keliling desa. Namun, tak semua desa adat di Bali memperbolehkan para pemudanya membuat ogoh-ogoh. Salah satunya Desa Adat Besakih, Kecamatan Rendang, Kabupaten Karangasem, Bali.
Bendesa Adat Besakih Jro Mangku Widiartha menuturkan larangan membuat ogoh-ogoh di wilayahnya berkaitan dengan keberadaan Pura Agung Besakih. Masyarakat setempat tidak ingin mengubah tradisi yang sudah diwariskan turun temurun, yakni ngerupuk tanpa ogoh-ogoh.
"Memang tidak boleh membuat ogoh-ogoh sesuai dresta (tradisi) Desa Adat Besakih. Jadi kami tidak berani melanggar hal itu karena takut terjadi hal-hal yang tidak diinginkan," kata Widiartha, Sabtu (18/3/2023).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Menurut Widiartha, makna perayaan Nyepi tidak akan berkurang tanpa adanya arak-arakan ogoh-ogoh. Bahkan, perayaan Nyepi di Desa Adat Besakih dilakukan secara ketat sesuai dengan Catur Brata Penyepian.
Selain itu, prosesi Tawur Agung Kesanga tetap dilaksanakan sehari sebelum Nyepi sebagaimana umumnya dilakukan oleh seluruh desa adat di Bali. Ritual lainnya yang digelar Desa Adat Besakih adalah pecaruan menggunakan satu ekor banteng.
Widiartha menuturkan, caru banteng itu juga dilaksanakan di wilayah Tulak Tanggul sehari menjelang Nyepi. Setelah ritual itu selesai, caru banteng tersebut selanjutnya diarak menuju batas desa hingga akhirnya dilarung.
"Serangkaian upacara yang berkaitan dengan hari raya Nyepi kami di Desa Adat Besakih tetap melaksanakan hanya saja tidak boleh membuat ogoh-ogoh saja," kata Widiartha.
(iws/hsa)