Dear Turis, 5 Hal yang Perlu Anda Ketahui soal Perayaan Nyepi di Bali

Dear Turis, 5 Hal yang Perlu Anda Ketahui soal Perayaan Nyepi di Bali

Ni Luh Made Yari Purwani Sasih - detikBali
Jumat, 17 Mar 2023 10:05 WIB
Pecalang atau petugas pengamanan desa adat di Bali memantau situasi jalan raya saat Hari Raya Nyepi Tahun Baru Saka 1944 di wilayah Desa Sumerta Kelod, Denpasar, Bali, Kamis (3/3/2022). Pengamanan Hari Raya Nyepi Tahun Baru Saka 1944 di desa tersebut untuk menjamin keamanan dan kelancaran umat Hindu dalam menjalani
Suasana Hari Raya Nyepi di wilayah Desa Sumerta Kelod, Denpasar, Bali, pada 2022. (Foto: ANTARA FOTO/Nyoman Hendra Wibowo)
Denpasar -

Umat Hindu kembali akan merayakan Hari Raya Nyepi pada Rabu, 22 Maret 2023. Nyepi kali ini merupakan perayaan tahun baru saka 1945.

Nyepi dirayakan selama 24 jam, yakni mulai pukul 06.00 Wita hingga pukul yang sama pada keesokan harinya. Ada beberapa prosesi dalam rangkaian Nyepi, baik sebelum maupun setelahnya.

Malam hari sebelum Nyepi atau saat pengerupukan, biasanya setiap desa di Bali riuh dengan pawai ogoh-ogoh. Keriuhan itu akan berubah menjadi keheningan keesokan harinya saat Nyepi tiba.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Pulau Bali seketika lengang. Tak ada kendaraan lalu lalang di jalan raya. Bandara dan pelabuhan di Bali ditutup selama 24 jam. Warga berdiam diri di rumah masing-masing dan menghentikan aktivitas sejenak. Malam harinya, Bali gelap gulita karena penerangan dimatikan.

Nah, berikut adalah lima hal yang perlu Anda ketahui tentang perayaan Nyepi di Bali. Lima hal ini penting diketahui sebagai panduan jika Anda sedang berlibur di Pulau Dewata saat Nyepi.

ADVERTISEMENT

1. Makna Nyepi

Nyepi memiliki arti sepi atau sunyi. Hari suci bagi umat Hindu ini bertujuan untuk penyucian bhuana alit (alam mikrokosmos) dan bhuana agung (alam makrokosmos).

Nyepi diperingati setiap tahun. Berdasarkan perhitungan kalender Bali, Hari Raya Nyepi jatuh setiap penanggal apisan Sasih Kedasa atau sehari setelah Tilem Kesanga.

Hari Raya Nyepi diakui sebagai hari libur nasional. Tahun ini, pemerintah juga menetapkan cuti bersama Hari Suci Nyepi sehari setelah Nyepi.

2. Rangkaian sebelum Nyepi

Sebelum Nyepi tiba, ada beberapa rangkaian prosesi yang dilaksanakan oleh umat Hindu di Bali. Termasuk di antaranya prosesi melasti, tawur agung kesanga, dan malam pengerupukan.

Melasti

Melasti berasal dari kata mala dan asti. Mala artinya kotoran dan asti artinya membuang atau melepaskan. Sehingga, melasti memiliki arti membuang dan melepaskan segala bentuk kotoran agar kembali suci secara lahir dan batin.

Prosesi melasti biasanya dilaksanakan tiga hari sebelum Nyepi. Pelaksanaannya dimulai dengan melakukan persembahyangan di Pura Kahyangan Tiga dan melakukan permohonan agar para dewa dan dewi berkenan disucikan ke laut atau sumber air suci untuk menghanyutkan kekotoran.

Tawur Agung Kesanga

Setelah upacara melasti, rangkaian Nyepi dilanjutkan dengan upacara Tawur Agung Kesanga yang dilaksanakan sehari sebelum Hari Raya Nyepi. Tawur Kesanga tergolong sebagai bhuta yadnya.

Prosesi Tawur Agung Kesanga biasanya dilaksanakan dalam berbagai tingkatan seperti di rumah masing-masing, banjar, desa, kecamatan, kabupaten, dan provinsi. Setiap tingkatan memiliki jenis banten/sesajen yang bebeda-beda.

Di tingkat desa, prosesi tawur kesanga biasanya digelar di catus pata atau perempatan masing-masing desa.

Pengerupukan

Umat Hindu di Bali menggelar pawai ogoh-ogoh. Salah satunya di Desa Adat Tuban, Kabupaten Badung, Bali.Umat Hindu di Bali menggelar pawai ogoh-ogoh. Salah satunya di Desa Adat Tuban, Kabupaten Badung, Bali. Foto: Aditya Mardiastuti

Setelah selesai Tawur Agung Kesanga, pada hari yang sama dilanjutkan dengan ngerupuk atau pengerupukan. Ngerupuk dilaksanakan dengan berkeliling di halaman rumah dengan membawa obor dan memainkan bunyi-bunyian sembari menaburkan nasi tawur.

Malam pengerupukan di Bali juga dimeriahkan dengan pawai ogoh-ogoh keliling desa. Ogoh-Ogoh termasuk seni patung yang berasal dari kebudayaan masyarakat Bali yang menggambarkan kepribadian dari Bhuta Kala.

3. Aturan Selama Nyepi

Pecalang atau petugas pengamanan desa adat di Bali memantau situasi jalan raya saat Hari Raya Nyepi Tahun Baru Saka 1944 di wilayah Desa Sumerta Kelod, Denpasar, Bali, Kamis (3/3/2022). Pengamanan Hari Raya Nyepi Tahun Baru Saka 1944 di desa tersebut untuk menjamin keamanan dan kelancaran umat Hindu dalam menjalani Pecalang atau petugas pengamanan desa adat di Bali memantau situasi jalan raya saat Hari Raya Nyepi di wilayah Desa Sumerta Kelod, Denpasar, Bali, pada 2022. (Foto: ANTARA FOTO/Nyoman Hendra Wibowo)

Umat Hindu merayakan Nyepi dengan merenung dan mawas diri. Ada empat macam pantangan bagi umat Hindu di Bali saat Nyepi, yakni Catur Brata Penyepian.

Adapun keempat pantangan dari Catur Brata Penyepian, antara lain:

  1. Amati Geni: dilarang menyalakan api sepanjang hari. Sehingga, pada perayaan Nyepi, masyarakat tidak bisa memasak, dan akan melaksanakan puasa. Selain itu, dilarang juga menyalakan lampu, sehingga pada malam hari suasana akan gelap gulita.

  2. Amati Karya: dilarang bekerja atau berkegiatan fisik. Saat Nyepi, umat Hindu diharapkan melaksanakan tapa, brata, yoga, dan semadhi.
  3. Amati Lelanguan: dilarang berekreasi atau mencari hiburan yang bertujuan untuk bersenang-senang. Momen Nyepi diharapkan menjadi sarana introspeksi diri.
  4. Amati Lalungan: dilarang berpergian atau melakukan perjalanan ke luar rumah. Makna brata saat Nyepi adalah melakukan perjalanan ke dalam diri atau mawas diri.

Selain aturan Catur Brata Penyepian untuk umat Hindu, ada beberapa aturan selama berlangsungnya Nyepi di Bali. Hal ini perlu diketahui oleh wisatawan yang sedang berada di Bali.

Berikut adalah beberapa aturan selama Nyepi di Bali:

  • Tidak boleh berpergian, seluruh masyarakat yang berada di Bali diminta untuk tidak beraktivitas di luar rumah. Segala aktivitas akan dihentikan, termasuk transportasi, baik menggunakan motor, mobil, pesawat, kapal, dan sebagainya.
  • Tidak menimbulkan kegaduhan atau keributan. Saat Nyepi, warga diminta hening dan menjadikannya momentum untuk merenung serta introspeksi diri.
  • Tidak diizinkan menyalakan lampu saat malam hari. Saat Nyepi, seluruh penjuru di Pulau Bali akan gelap gulita. Saat suasana seperti itu, biasanya langit malam akan terlihat cantik dihiasi bintang-bintang yang bertaburan.
  • Tidak boleh bekerja. Segala jenis pekerjaan, termasuk pedagang pun akan tutup saat Hari Raya Nyepi. Maka dari itu, wisatawan yang sedang berada di Bali sebaiknya menyiapkan kebutuhan makanan, obat-obatan, atau hal-hal lain yang sekiranya dianggap perlu.
  • Saat pelaksanaan Nyepi, para Pecalang atau aparat desa adat setempat akan melakukan patroli untuk memastikan lancarnya pelaksanaan Nyepi. Jadi, pastikan Anda mematuhi segala aturan yang ada, termasuk aturan-aturan khusus dari suatu desa adat.

4. Internet Dimatikan

Selama pelaksanaan Nyepi, biasanya akses internet atau data seluler, televisi, maupun radio, akan dimatikan. Penonaktifan tersebut akan dilakukan selama 24 jam, berlangsung mulai pukul 06.00 Wita.

5. Festival Omed-omedan

Tradisi Omed-omedan di Banjar Kaja, Desa Sesetan, Denpasar.Tradisi Omed-omedan di Banjar Kaja, Desa Sesetan, Denpasar. Foto: (dok. Disparda Bali)

Beberapa daerah di Bali biasanya memiliki tradisi unik tersendiri yang dilaksanakan dalam rangkaian hari raya Nyepi. Salah satunya adalah tradisi Omed-omedan di Banjar Kaja Sesetan, Denpasar Selatan.

Tradisi Omed-omedan di Sesetan biasanya digelar saat ngembak gni atau sehari setelah perayaan Hari Raya Nyepi. Tradisi ini cukup unik lantaran ratusan pemuda (teruna dan teruni) di desa tersebut saling berciuman saat Omed-omedan digelar.

Mereka yang terlibat dalam Omed-omedan adalah para anak muda berusia 17-30 tahun di desa tersebut. Dilansir dari laman resmi Pemerintah Kota Denpasar, Omed-omedan bukanlah ajang untuk mengumbar nafsu birahi.

Warga Sesetan memaknai tradisi tersebut sebagai upaya untuk memperkuat rasa asah, asih, dan asuh antarwarga, khususnya warga Banjar Kaja, Desa Sesetan. Adapun omed-omedan dalam bahasa Indonesia berarti tarik-menarik.

Konon, tradisi Omed-omedan berasal dari warga Kerajaan Puri Oka yang terletak di Denpasar Selatan. Suatu hari, Raja Puri Oka yang sedang sakit keras marah-marah, sebab terganggu dengan adanya suara berisik dari kegiatan Omed-omedan yang awalnya hanya menjadi permainan.

Namun, begitu Sang Raja keluar dan melihat permainan Omed-omedan ini, dia konon sembuh dari penyakitnya. Sejak itulah, Sang Raja memerintahkan warga agar Omed-omedan diselenggarakan secara rutin setiap Ngembak Gni atau sehari selepas Hari Raya Nyepi.

Menurut cerita warga setempat, tradisi Omed-omedan sempat tidak dilaksanakan oleh masyarakat Desa Sesetan. Namun, muncul kejadian aneh, yaitu ada dua ekor babi yang saling berkelahi di depan pelataran Pura. Kejadian itu pun dianggap sebagai pertanda buruk sehingga sejak saat itu tradisi Omed-omedan kembali digelar dan masih diwariskan hingga kini.

Artikel ini ditulis oleh Ni Luh Made Yari Purwani Sasih peserta Magang Bersertifikat Kampus Merdeka di detikcom.




(iws/irb)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Hide Ads