Apa Itu Kawitan? Ketahui Jenis Beserta Fungsinya

Apa Itu Kawitan? Ketahui Jenis Beserta Fungsinya

Maura Rosita Hafizha - detikBali
Senin, 13 Feb 2023 12:17 WIB
Bangunan palinggih di Pura Kawitan Dalem Sukawati, Banjar Mudita, Desa Sukawati, Gianyar, Bali, roboh akibat angin kencang, Senin (2/1/2022).
Foto: Istimewa
-

Detikers mungkin pernah mendengar istilah kata kawitan yang berasal dari bahasa Bali. Kawitan adalah asal mula atau penghormatan yang dilakukan untuk leluhur.

Penghormatan kawitan berguna untuk mendoakan leluhur agar mereka tenang di alam yang berbeda, dan sebagai bentuk kasih sayang kepada leluhur. Simak sejarah, makna, serta fungsi dari kawitan di bawah ini!

Mengenal Makna dan Sejarah Singkat Kawitan

Menurut Tri Handoko Seto dalam buku Wartam (2020), kawitan berasal dari kata 'wit' yang artinya asal usul atau awal mula manusia, jadi setiap manusia memiliki kawitan. Sementara itu, leluhur adalah asal muasal kita di mana dalam siklus kehidupan, setelah upacara ngaben dilaksanakan, keluarga bisa tenang mendoakan leluhur dari tempat suci dan pura kawitan masing-masing.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Sejarah kawitan berhubungan dengan sejarah kerajaan-kerajaan di Bali. Berdasarkan prasasti, sejarah Bali tercatat dimulai pada abad ke-8 Masehi (Hadion Wijoyo, 2021:49) di mana beberapa raja Bali meninggalkan tulisan yang menyinggung susunan pemerintahan pada masa itu adalah Udayana, Jayapangus, Jayasakti, dan ANak Wungsu.

Pada tahun 1343, Bali berhasil ditaklukkan oleh Kerajaan Majapahit yang dipimpin oleh Mahapatih Gajah Mada dan Panglima Arya Damar. Majapahit kemudian mengangkat Raja Sri Kresna Kepakisan (1350-1380 M) yang memegang Swecapura di Gelgel, Klungkung.

ADVERTISEMENT

Saat Majapahit mengalami keruntuhan, salah satu Raja Gelgel, Dalem Waturenggong (1460-1550 M) mengalami masa kejayaan di mana beliau memperluas wilayah kekuasaan ke sebagian Jawa Timur, Lombok, dan Sumbawa. Pada tahun 1651, terjadi pemberontakan di mana Gusti Agung Maruti penguasa wilayah bawahan (Gelgel: Badung, Bangli, Buleleng, Gianyar, Jembrana, Karangsem, Mengwi, dan Tabanan) melepaskan diri dan membentuk pemerintahan sendiri.

Sampai abad ke-18, Bali terpecah menjadi 8 kerajaan, yaitu Badung, Bangli, Buleleng, Gianyar, Karangsem, Klungkung, Mengwi, dan Tabanan di mana kerajaan-kerajaan kecil ini sebagai dasar pembagian wilayah kabupaten di Bali dan juga Pura-pura.

Bapak Nyoman Subawa mengatakan bahwa masyarakat Bali telah mengenal agama dan kebudayaan sejak abad ke-8 M. Mpu Kuturan datang ke Bali pada abad ke-11 M untuk menyebarkan konsep Khayangan Tiga dan paham Tri Murti yang menyatukan berbagai aliran agama atau sekte pada waktu itu.

Pada tahun 1338 M, terjadi peralihan Kerajaan Bali ke Dalem Bedahulu yang dipimpin oleh Patih Kebo Iwa yang pada tahap selanjutnya kemakmuran kerajaan di Bali berlanjut pada abad 17-19 M. Peninggalan pada masa itu yaitu Taman Kerta Gosa di Klungkung, Taman Sukasada di Karangasem, dan Taman Ayun di Mengwi.

Dikutip dari jurnal Tatanan Spasial Pura Paibon Warga Pemeregan di Denpasar oleh Bayu Mahaputra, Pura Kawitan adalah pura yang masyarakat pemujanya ditentukan oleh ikatan leluhur berdasarkan kelahiran. Pembangunan Pura ini bertujuan untuk membina kerukunan keluarga, dari keluarga inti sampai tingkat klan.

Bila disimpulkan, kawitan terbentuk setelah Bali terpecah menjadi 8 kerajaan (Badung, Bangli, Buleleng, Gianyar, Karangsem, Klungkung, Mengwi, dan Tabanan) di mana masyarakat mulai membangun Pura seperti Pura Kawitan untuk mendoakan leluhur yang sudah meninggal.

Jenis Kawitan

Dikutip dari Bayu Mahaputra, yang termasuk dalam kelompok Pura Kawitan adalah Sanggah/Merajan, Pretiwi, Paibon/Ibu, Panti, Dadia, Batur, Penataran Dadia, Dalem Dadia, dan Pura Padharman.

Sanggah atau merajan diusung oleh satu atau lebih keluarga yang memiliki garis keturunan terdekat. Pura Dadia diusung oleh sejumlah keluarga yang memiliki satu keluarga, sedangkan Pura Pedharman diusung oleh sejumlah keluarga yang memiliki satu garis keturunan dengan keluarga berada terpencar di berbagai desa atau kabupaten.

Klen besar adalah kelompok kerabat lebih luas dari klen kecil (dadya) yang terdiri dari beberapa kelompok kerabat dadya. Anggota kelompok kerabat mempunyai ikatan tempat pemujaan yang disebut dengan Pura Paibon atau Pura Panti, di beberapa daerah di Bali, tempat pemujaan seperti itu, ada yang menyebutnya dengan Pura Batur (Batur Klen), Pura Penataran (Penataran Klen), dan sebagainya.

Jika disimpulkan, Pura Kawitan adalah tempat beribadah untuk mendoakan roh suci leluhur anggota kerabat atau keluarga.

Demikian pembahasan tentang Kawitan beserta makna, sejarah, dan jenisnya. Semoga bermanfaat.




(khq/fds)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Hide Ads