Penyuluh Bahasa Bali Kabupaten Jembrana melakukan penjajakan ke seluruh kecamatan di Jembrana, Bali, terkait konservasi dan identifikasi naskah lontar kuno. Dari berbagai lontar milik warga yang telah teridentifikasi, kebanyakan naskah lontar itu memuat tentang kawisesan (ilmu kesaktian) hingga pengleakan (ilmu tentang leak).
"Semua kecamatan sudah, paling banyak di Kecamatan Jembrana. Kebanyakan lontar kawisesan, pengeleakan, pengasih-asih, usada rare (pengobatan bayi)," kata Kordinator penyuluh Bahasa Bali Kabupaten Jembrana I Nengah Yoga Darma Adi Putra kepada detikBali, Senin (14/11/2022).
Menurutnya, daerah Jembrana dahulu juga dikenal dengan sebutan Jimbarwana atau Alaslinggah yang berarti hutan lebat. Itulah sebabnya, warga Jembrana pada zaman dulu membekali dirinya dengan lontar-lontar tentang kesaktian untuk bertahan hidup.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Kabupaten Jembrana ini atau Jimbarwana dulunya banyak pendatang. Jadi, perbekalan lontar mengenai pengobatan dan kesaktian, itu merupakan bekal para pendatang dalam bertahan hidup," tuturnya.
Adi Putra menjelaskan, program dari Dinas Perpustakaan Kabupaten Jembrana bekerjasama dengan Penyuluh Bahasa Bali Kabupaten Jembrana ini merupakan upaya penyelamatan naskah kuno. Lontar-lontar tersebut merupakan warisan leluhur sehingga perlu dirawat.
"Dari tahun 2016 hingga saat ini sudah lebih dari 1.000 lontar yang sudah teridentifikasi. Namun yang sudah berhasil didigitalisasi berjumlah 13 cakep lontar," jelas Adi Puta.
Tahun ini, lanjut Adi Putra, penjajakan konservasi dan identifikasi lontar sudah dilakukan di lima lokasi. Termasuk di Desa Batuagung, Puri Negara, Desa Budeng, Desa Yehsumbul, dan Kelurahan Lelateng.
16 Cakep Lontar Kembali Teridentifikasi
Terbaru, sebanyak 16 cakep lontar milik Ida Bagus Anom Arjana di Kelurahan Lelateng, Kecamatan Negara, Kabupaten Jembrana, Bali, berhasil dikonservasi dan diidentifikasi oleh petugas Penyuluh Bahasa Bali Kabupaten Jembrana, Senin (14/11/2022). Dari total 25 lontar yang ada, sebanyak 6 lontar tidak dapat teridentifikasi dan 3 lainnya kondisinya rusak.
"Hari ini kami melakukan identifikasi sebanyak 25 lontar dan yang berhasil teridentifikasi sebanyak 16 cakep lontar. Sisanya kami lakukan konservasi sebab kondisinya yang rusak serta ada beberapa halaman yang hilang," ungkap Adi Putra.
Menurutnya, ada beberapa kendala dalam melakukan digitalisasi lontar. Mulai dari kondisinya yang kurang baik hingga naskahnya sudah tidak utuh.
Perawatan lontar dilakukan dengan alat-alat sederhana. Debunya disapu dengan kuas, kemudian dibersihkan dengan minyak serai berkadar alkohol 70%.
"Biasanya faktor kerusakan dimakan rayap, karena rayap muncul saat lembab, idealnya setiap bulan harus dibuka lontar itu mencegah lembab," imbuhnya.
Di sisi lain, proses identifikasi dan perawatan lontar itu juga terkendala lantaran tak diizinkan oleh warga yang punya. Tak sedikit pula warga yang menganggap lontar-lontar yang ada di rumah mereka sakral sehingga tak berkenan jika dibuka.
"Saat penjajakan di masyarakat itu terlalu mensyakralkan, tidak boleh didata. Beliau mungkin takut lontar itu diambil petugas, banyak lontar itu dipinjam namun tidak dikembalikan. Ada juga masyarakat yang tidak bersedia untuk dibuka," tandasnya.
(iws/dpra)