Penolakan masyarakat terhadap proyek Terminal Khusus (Tersus) LNG di Bali disayangkan pakar Universitas Udayana (Unud), Prof Ida Ayu Dwi Giriantari. Padahal proyek yang dibangun sejauh 3,5 kilometer dari garis pantai itu disebut sudah sesuai rekomendasi otoritas terkait.
Guru Besar Unud sekaligus pakar energi ini menilai Tersus LNG penting sebagai langkah transisi energi Bali di masa depan.
"Seharusnya kalau mengikuti rekomendasi tidak ada masalahnya. Ternyata tidak, jadi makanya bingung kita (terkait adanya penolakan)," ujar Dwi Giriantari yang juga Guru Besar di Departemen Teknik Elektro Unud dan pemimpin Center for Community Based Renewable Energy (CORE), Sabtu (27/9/2025).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Ia menambahkan, jarak penempatan proyek LNG sejauh 3,5 kilometer justru sesuai permintaan Kemenko Marves. "Masyarakat pengen lihat untungnya saat ini. Mereka berpikir setiap ada investasi, itu hanya keuntungannya untuk investor," imbuhnya.
Menurutnya, penempatan proyek LNG sudah ideal karena jauh dari pemukiman warga dan tidak mengganggu jalur pelayaran. Ia menekankan bahwa energi bersih ini memberi manfaat jangka panjang meski masyarakat belum merasakan dampak langsung.
"Ya, jaminan bahwa masyarakat memperoleh dampak positifnya itu belum ada. Tapi yang jelas, ini untuk masa depan kita. Keuntungan jangka panjang luar biasa," jelasnya.
Giriantari menyebut, manfaat LNG ke depan mencakup peningkatan kualitas udara, penguatan citra pariwisata hijau, hingga penghematan anggaran kesehatan.
Baca juga: Sekda Pastikan Proyek LNG Bali Dilanjutkan |
Ia berharap masyarakat dapat memahami manfaat jangka panjang tersebut dan tidak terpengaruh isu bahwa proyek LNG tidak efektif bagi masyarakat, khususnya di kawasan Intaran dan Serangan, Denpasar.
"Padahal kehadiran LNG merupakan bagian penting dari peta jalan transisi energi Bali menuju Net Zero Emission 2045. Ini untuk mewujudkan kemandirian energi dan stabilitas pasokan listrik di Bali," pungkasnya.
(dpw/dpw)