Pemkot Mataram Tolak Royalti Musik, Sektor Hiburan Bisa Mati

Pemkot Mataram Tolak Royalti Musik, Sektor Hiburan Bisa Mati

Nathea Citra - detikBali
Rabu, 13 Agu 2025 15:07 WIB
Sekda Kota Mataram Lalu Alwan Basri saat diwawancarai di Teras Udayana, Kota Mataram, Rabu (13/8/2025).
Sekda Kota Mataram Lalu Alwan Basri saat diwawancarai di Teras Udayana, Kota Mataram, Rabu (13/8/2025). (Foto: Nathea Citra/detikBali)
Mataram -

Pemerintah Kota (Pemkot) Mataram, Nusa Tenggara Barat (NTB) keberatan dengan adanya polemik pembayaran royalti lagu ke sejumlah tempat hiburan di kota itu, mulai dari kafe, restoran, hingga hotel.

"Apakah hal-hal semacam itu harus diatur begitu ketatnya. Kalau kami (Pemkot Mataram) sangat keberatan dengan semacam ini. Mari kita duduk bersama untuk bagaimana kita selesaikan ini. Supaya ada win-win solution," kata Sekda Kota Mataram Lalu Alwan Basri, saat diwawancarai di Teras Udayana, Kota Mataram, Rabu (13/8/2025).

Alwan menilai polemik royalti lagu berpotensi memukul industri hiburan di Mataram. Ia menyebut sektor ekonomi, khususnya usaha yang bergerak di bidang hiburan, makanan, minuman, restoran, hingga hotel, akan terkena imbas.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"(Ini mematikan) sektor ekonomi kita, khususnya teman-teman yang bergerak di bidang hiburan, baik itu makan, minum, restoran. Ini kan terdampak di situ," ujarnya.

Menurutnya, musik menjadi salah satu daya tarik bagi pelaku usaha untuk mendatangkan konsumen. Mulai dari tempat hiburan, destinasi wisata, hingga warung kecil di Mataram, banyak yang memutar musik untuk menarik pengunjung.

ADVERTISEMENT

"Sekarang kan banyak tempat hiburan, tempat wisata kita, pasti akan terganggu dengan hal semacam ini. Sementara masyarakat kita konsumen yang menikmati, inginnya musik. Ingin santai dengarkan musik. (Bahkan) warung-warung kecil ini yang menyetel musik," jelasnya.

Alwan memastikan Pemkot Mataram akan menyuarakan keluhan pelaku industri hiburan kepada pemerintah pusat. "Paling tidak suara-suara dari bawah yang ingin kita sampaikan ke pemerintah pusat. Ini lo, ada masyarakat kami yang terdampak dengan hal semacam ini," tuturnya.

Ia menambahkan, Pemkot Mataram akan menggelar pertemuan dengan pihak-pihak terkait royalti musik. "Kita akan konsolidasi dulu dengan lembaga-lembaga," kata Alwan.

Pengusaha Hotel Bingung Tagihan Mendadak

Sebelumnya, pengusaha hotel di Mataram juga dibuat kaget dengan surat tagihan dari Lembaga Manajemen Kolektif Nasional (LMKN) terkait royalti musik. Surat itu datang mendadak usai viralnya sengketa royalti musik di gerai Mie Gacoan Bali beberapa waktu lalu.

"Teman-teman hotel sudah disurati, karena menurut LMKN, semua usaha yang menyediakan sarana hiburan seperti musik wajib (bayar royalti). (Teman-teman di hotel) sudah komentar kalau hotel nggak mutar musik, tapi jawaban mereka (LMKN), kan di kamar ada TV, TV itu bisa dipakai mendengarkan musik oleh tamu. Itu argumen mereka (LMKN)," kata Ketua Asosiasi Hotel Mataram (AHM) I Made Adiyasa, Senin (11/8/2025).

Adiyasa mengungkapkan, pihak hotel merasa bingung karena tidak menggunakan musik sebagaimana restoran atau kafe. Meski begitu, LMKN tetap mengenakan tarif royalti berdasarkan jumlah kamar.

"Itu argumen mereka (LMKN), (jadi pihak hotel harus bayar royalti lagu) berdasarkan jumlah kamar, kalau resto atau kafe kan bayarnya berdasarkan jumlah kursi. Nah, kalau hotel dari 0-50 kamar dikenai berapa, dan hotel dengan 50-100 kamar akan dikenai berapa," jelasnya.

Selain itu, Adiyasa menilai cara penagihan LMKN membuat pelaku usaha tidak nyaman. "Dari cerita teman-teman hotel, cara nagihnya itu seperti kita ini berutang (besar). (Ditanyai) kapan bayarnya. Untuk sementara ini saya minta ke teman-teman hotel yang dikirimi tagihan untuk minta ruang diskusi kepada LMKN," ujarnya.

Halaman 2 dari 2


Simak Video "Video: LMKN Sebut Tarif Royalti RI Sangat Rendah, Begini Besarannya!"
[Gambas:Video 20detik]
(dpw/dpw)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Hide Ads