Jumlah pekerja migran Indonesia (PMI) yang tercatat di Sistem Komputerisasi Perlindungan Pekerja Migran Indonesia (SISKOP2MI) mencapai 5,2 juta orang hingga tahun ini. Angka tersebut belum termasuk pekerja yang berangkat secara nonprosedural.
"Jumlah PMI kalau di SISKO, yang terdaftar 5,2 juta," ungkap Menteri Perlindungan Pekerja Migran Indonesia (P2MI) Abdul Kadir Karding di Labuan Bajo, Manggarai Barat, Nusa Tenggara Timur (NTT), Kamis (7/8/2025).
Abdul Kadir menjelaskan jutaan PMI itu tersebar di berbagai negara. PMI merupakan warga negara Indonesia yang bekerja di luar negeri dan menerima gaji, termasuk atlet olahraga yang bermain di luar negeri hingga WNI yang memiliki saham di perusahaan luar negeri.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Menurut politikus Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) ini, NTT menjadi salah satu daerah penyumbang PMI terbesar di Indonesia, menempati urutan ke-10 secara nasional.
"NTT ini potensi ya, penempatan pekerja migran tinggi, karena termasuk 10 besar penempatan nasional. Sehingga saya dengan gubernur semua bupati menggagas kerja sama terutama membangun ekosistem penempatan PMI," ujarnya.
Abdul Kadir menyebut PMI berkontribusi besar terhadap devisa negara. Tahun lalu, devisa dari para pekerja migran mencapai Rp 253,3 triliun.
"(Devisa) Rp 253,3 triliun tahun kemarin, besar," ungkapnya.
Ia mengingatkan calon PMI untuk berangkat secara prosedural agar terhindar dari risiko kekerasan di luar negeri. Data PMI harus tercatat di SISKOP2MI, dan calon pekerja dibekali kemampuan bahasa, keterampilan kerja, serta pengetahuan lainnya.
40 Ribu Sarjana di NTT Menganggur
Di kesempatan yang sama, Abdul Kadir juga mengungkapkan masih tingginya angka pengangguran di NTT, termasuk lulusan sarjana. Saat memberikan kuliah umum tentang pekerja migran kepada ratusan siswa SMKN 1 Komodo, Labuan Bajo, ia menyoroti rendahnya penyerapan tenaga kerja lulusan SMA/SMK di Indonesia.
Di SMKN 1 Labuan Bajo, hanya 20 persen lulusan yang belum bekerja. Namun di sekolah lain di Indonesia, angka tersebut bisa mencapai 40 persen. Tak hanya lulusan SMA/SMK, sarjana pun banyak yang menganggur.
"Sarjana saja yang menganggur di NTT, se-NTT ada 40 ribu lebih," ungkapnya.
Abdul Kadir mendorong lulusan SMA/SMK dan sarjana yang belum bekerja untuk melirik peluang kerja di luar negeri. "Oleh karena itu selain peluang kerja dalam negeri kita harus coba cari peluang kerja di luar negeri," ujarnya.
Menurutnya, peluang itu besar karena sejumlah negara mengalami penuaan penduduk dan kekurangan tenaga kerja. Di Jepang, rata-rata usia penduduk mencapai 90-100 tahun, sementara generasi muda enggan memiliki anak.
"Sehingga Jepang tidak punya angkatan kerja produktif. Dalam enam tahun mereka berkurang angkatan kerjanya 900 ribu. Eropa juga begitu. Jadi di Jepang, bayangkan 900 ribu orang kekurangan tenaga kerja. Di Korea Selatan juga begitu," jelasnya.
Bonus Demografi Indonesia
Abdul Kadir menyebut Indonesia saat ini berada dalam masa bonus demografi, dengan jumlah penduduk usia produktif yang besar.
"Karena bonus demografi maka banyak angkatan kerjanya, jumlahnya 153,3 juta angkatan kerja kita," katanya.
"Pemerintah harus cari jalan supaya orang ini bisa kerja kalau tidak nanti demo terus, ngurusin politik. Kita harus carikan kerjanya," lanjutnya.
Ia menegaskan tidak semua angkatan kerja dapat terserap di dalam negeri. Oleh karena itu, bekerja di luar negeri menjadi salah satu pilihan, apalagi gajinya umumnya lebih tinggi dibandingkan di Indonesia.
"Rakyat kita banyak, pekerja juga banyak belum tentu bisa terserap semuanya (dalam negeri) sehingga ada pilihan ke luar negeri bekerja," tandas Abdul Kadir.
Simak Video "Video: Arahan Abdul Kadir-Raffi Ahmad ke CPNS KP2MI"
[Gambas:Video 20detik]
(dpw/dpw)