Utang Luar Negeri (ULN) Indonesia pada Mei 2025 tercatat sebesar US$ 435,6 miliar atau sekitar Rp 7.056 triliun (kurs Rp 16.200). Angka ini tumbuh 6,8% (yoy), lebih rendah dibandingkan pertumbuhan pada April 2025 yang sebesar 8,2% (yoy). Pada April, posisi ULN tercatat US$ 431,5 miliar.
"Posisi ULN Indonesia pada Mei 2025 tercatat sebesar US$ 435,6 miliar ata secara tahunan tumbuh 6,8% (yoy), lebih rendah dibandingkan dengan pertumbuhan pada April 2025 sebesar 8,2%," kata Direktur Eksekutif Departemen Komunikasi BI Ramdan Denny Prakoso dikutip detikFinance dari laman resmi Bank Indonesia, Senin (14/7/2025).
Perlambatan tersebut terjadi akibat pertumbuhan ULN di sektor publik yang melambat dan kontraksi pertumbuhan ULN swasta.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Posisi ULN pemerintah pada Mei 2025 tercatat sebesar US$ 209,6 miliar atau Rp 3.395 triliun. Angka ini tumbuh 9,8% (yoy), lebih rendah dibandingkan pertumbuhan April 2025 yang sebesar 10,4% (yoy).
Perkembangan ini dipengaruhi pembayaran jatuh tempo Surat Berharga Negara (SBN) internasional di tengah aliran masuk modal asing pada SBN domestik. Kepercayaan global terhadap prospek ekonomi Indonesia disebut tetap terjaga meski perekonomian global masih penuh ketidakpastian.
"Sebagai salah satu instrumen pembiayaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN), pemanfaatan ULN terus diarahkan pada program prioritas dalam mendukung stabilitas dan momentum pertumbuhan ekonomi dengan tetap memperhatikan aspek keberlanjutan pengelolaan ULN," tuturnya.
Berdasarkan sektor ekonomi, ULN pemerintah digunakan antara lain untuk Sektor Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial (22,3%), Administrasi Pemerintah, Pertahanan, dan Jaminan Sosial Wajib (18,7%), Jasa Pendidikan (16,5%), Konstruksi (12%), serta Transportasi dan Pergudangan (8,7%).
"Posisi ULN pemerintah tersebut tetap terjaga karena didominasi utang jangka panjang dengan pangsa mencapai 99,9% dari total ULN pemerintah," ujar Ramdan.
Sementara itu, ULN swasta masih melanjutkan tren kontraksi pertumbuhan. Pada Mei 2025, posisi ULN swasta tercatat sebesar US$ 196,4 miliar atau mengalami kontraksi 0,9% (yoy), lebih dalam dibandingkan kontraksi pada April sebesar 0,4% (yoy).
Kontraksi ini bersumber dari perlambatan ULN lembaga keuangan yang turun dari 2,8% pada April menjadi 1,2% pada Mei 2025. Di sisi lain, ULN perusahaan nonlembaga keuangan juga mencatat kontraksi lebih besar, dari 1,2% (yoy) pada April menjadi 1,4% (yoy) pada Mei.
Berdasarkan sektor, ULN swasta terbesar berasal dari Sektor Industri Pengolahan, Jasa Keuangan dan Asuransi, Pengadaan Listrik dan Gas, serta Pertambangan dan Penggalian. Pangsa keempat sektor ini mencapai 80,2% dari total ULN swasta. Sebagian besar ULN swasta juga masih didominasi utang jangka panjang dengan pangsa 76,5%.
"Struktur ULN Indonesia tetap sehat, didukung oleh penerapan prinsip kehati-hatian dalam pengelolaannya. Hal ini tercermin dari rasio ULN Indonesia terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) yang terjaga sebesar 30,6%, serta didominasi oleh ULN jangka panjang dengan pangsa mencapai 84,6% dari total ULN," sebut Ramdan.
Ia menambahkan, Bank Indonesia bersama Pemerintah akan terus memperkuat koordinasi untuk memantau perkembangan ULN.
"Peran ULN juga akan terus dioptimalkan untuk menopang pembiayaan pembangunan dan mendorong pertumbuhan ekonomi nasional yang berkelanjutan. Upaya tersebut dilakukan dengan meminimalkan risiko yang dapat mempengaruhi stabilitas perekonomian," tutupnya.
Artikel ini telah tayang di detikFinance. Baca selengkapnya di sini!
(dpw/dpw)